Flexi pun Merambah Bali

0 No tags Permalink 0

Keinginan Ni Komang Suartini untuk memiliki telepon akhirnya kesampaian. Sejak dua minggu yang lalu, pedagang souvenir di pasar Kumbasari ini bisa memantau anak gadisnya dari tempatnya bekerja. Suartini sekarang bisa menelpon anaknya yang sedang kuliah, jalan-jalan, atau bahkan pacaran sekalipun. “Pokoknya kapan pun saya mau,” kata ibu empat anak tersebut.

Dengan biaya Rp 1,5 juta Suartini sudah bisa memiliki telepon Telkomflexi tersebut. Lengkap dengan handphone merk Samsung A250. Menurutnya, untuk mendapatkan telepon dan nomornya tersebut memang lebih mahal dibandingkan telepon kabel biasa. Namun karena kebutuhan, Suartini rela menyediakan lebih banyak. Selain itu, dengan teleponnya sekarang, ibu lulusan SD tersebut mengaku lebih praktis karena bisa dibawa ke tempat kerja. Juga bisa dipakai di rumah.

Masalah lainnya, dan ini menurutnya terpenting, adalah karena telepon kabel biasa lebih ribet urusannya. “Tiang sudah meminta sambungan sejak dua tahun lalu, tapi tidak pernah dilakukan,” kata warga banjar Taman Sari, Denpasar tersebut. Pertengahan Mei lalu Suartini beli Telkomflexi tersebut di salah satu toko handphone di Denpasar. Dua hari setelah beli, langsung kriiing…

Urusannya pun kini lebih lancar. Biasanya dia menitipkan nomor telepon tetangga kisonya di Pasar Kumbasari kepada rekanan, semisal produsen patung atau guide yang membawa tamu yang memesan souvenirnya. Kini, Suartini tidak susah-susah lagi.

Peminat Telkomflexi di Bali tak hanya Suartini. “Meski belum banyak peminatnya, pertumbuhannya meyakinkan,” kata Kepala Unit Legal dan Public Relation Kantor Daerah Telkom (Kandatel) Bali Saiful Azhar kepada GATRA. Saiful menyebutkan, sejak diluncurkan 23 Desember lalu di Nusa Dua, pembeli Telkomflexi di Bali sudah mencapai 2.500 orang. Sebagai permulaan, Telkom Bali membangun 10.000 line unit yang mengcover daerah Denpasar dan Badung. 10.000 line unit ini tersebar di empat base transceiver base (BTS) yaitu di Kaliasem dan Ubung untuk kota Denpasar serta di Kuta dan Jimbaran untuk wilayah Badung.

Sayangnya ketika baru dilaunching, telepon nir kabel ini tidak langsung didukung prasarana. Hal ini pun diakui Saiful. Menurut lulusan STT Telkom Bandung ini, karena pesawatnya yang khusus, beberapa pelanggan kesulitan mendapatkan terminal tersebut. Sebagai catatan, Telkomflexi memang hanya bisa menggunakan telepon khusus yang ada tiga jenis yaitu fix bone, handphoe, dan PCM Card. Untuk handphone, tidak semua merk bisa dipergunakan.

Di beberapa counter penjual aksesori HP misalnya hanya ada dua merk yang bisa yaitu Samsung dan LG. Hal ini pun diakui Suartini. Praktis, teknologi ini baru benar-benar bisa dinikmati di Bali sejak Maret lalu. Namun, menurut Saiful, saat ini sudah ada setidaknya 14 merk HP yang bisa dipergunakan untuk Telkomflexi.

Kini, peminat Telkomflexi di Bali pun mulai merambah daerah lain di luar Denpasar dan Badung. Di luar empat BTS yang sudah disebut sebelumnya, di Bali pun 9 Juni mendatang akan ditambah tiga BTS lagi yaitu di Tohpati Denpasar, serta di Sukawati dan Ubud, keduanya di kabupaten Gianyar. Adapun jumlah line unitnya sebanyak 7.500. Selain itu, lanjut Saiful, saat ini pun sedang direncanakan pembangunan tujuh lokasi BTS lagi yaitu di Abiansemal, Mengwi, Nusa Dua, Canggu, Seminyak, Sanur, dan Benoa.

Sayangnya, Telkomflexi ini masih membentur kendala sinyal yang kadang-kadang lemah. Salah seorang pengguna, sebut saja namanya Suentra (dia tidak mau disebut nama aslinya), mengaku kadang-kadang terputus pembicaraannya. “Padahal saya berada di dalam kota,” kata dosen di salah satu perguruan tinggi swasta tersebut. Ketika ditemui GATRA Kamis pekan ini, konsumen tersebut selesai mengadu di counter Telkomflexi di Ramayana Bali Mall Denpasar.

Untuk menangani masalah itu, Telkom Bali sendiri saat ini sedang mempersiapkan untuk menambah pembangunan mobile switching centre (MSC) dengan kapasitas kuarng lebih 40.000 line unit dan based station controler (BSC). Sayang Saful tidak menyebutkan kapan akan dibangun. “Pokoknya sesegera mungkin,” tegasnya.

Dengan pertumbuhan yang menurut Saiful mencapai 30% per bulan, Telkomflexi diharapkan bisa bersaing dengan operator ponsel. Apalagi harganya relatif lebih murah. Hal ini pun diakui Suentra yang juga menggunakan ponsel. Dalam sebulan, menggunakan ponsel bisa habis minimal Rp 150.000. Dengan Telkomflexi, dia bisa hemat meski tiap bulan harus bayar abondemen Rp 38.500. “Tidak sampai seratus (ribu) lah,” kata bapak dua anak ini. Sebab dia memang lebih banyak menerima telepon.

Comments are closed.