Sambil Menyelam Peduli Lingkungan

1 No tags Permalink 0

Menyelam akan membawa kita merasakan suasana lain yang enggak mungkin kita temukan di daratan. Sayangnya, biaya hobi yang satu ini lumayan mahal. Toh, ada cara untuk dapat gratisan, sekaligus turut melestarikan lingkungan. Tertarik?

Dengan luas laut mencapai lebih dari dua pertiga dari total luas wilayahnya, Indonesia punya ribuan tempat diving yang sangat menarik. Demikian halnya Bali. Pulau kecil ini memiliki puluhan site untuk diving yang tiap site-nya bisa terdapat sekitar lima dive point alias titik untuk menyelam. Sayangnya, penyelam yang menikmati bawah laut itu kebanyakan bule. Itu pun hanya untuk wisata (fun diving) sehingga cenderung ngrusak terumbu karang.

Hal inilah yang menggugah anak-anak Jurusan Biologi Universitas Udayana (Unud), Bali, untuk mendirikan Biologi Diving Club yang disingkat Bio DC. “Kami enggak ingin hanya menyelam, tapi sekaligus melestarikan terumbu karang,” kata IBN Putra Dwija. Bersama 12 teman sejurusan, cowok yang akrab dipanggil Putra itu kini rajin menyelam di berbagai tempat di Bali. “Kami ingin menggunakan latar belakang science pas menyelam,” ujar I Made Dharma Jaya Aryawan, anggota Bio DC yang lain. Not just for fun….

Keakraban mereka dengan kehidupan bawah laut tergolong belum lama.

Sejak kecil, Dharma sudah terobsesi dengan dunia laut. Kalau melihat siaran di televisi tentang kehidupan bawah laut, dia betah nontonnya. “Kayaknya asyik banget berenang diantara ikan-ikan,” kata mahasiswa angkatan 99 ini. Sayangnya, biaya diving tergolong mahal. Pas sudah kuliah, cowok berambut gondrong ini ingin masuk Mahasiswa Pencinta Alam, tapi enggak jadi karena menurut Dharma, kegiatannya terlalu berat. Putra enggak jauh beda. Diving semula tidak pernah terlintas di pikirannya. “Berenang aja enggak bisa. Maklum, orang gunung,” katanya sambil tertawa. Namun, sejak kecil Putra sudah menyukai petualangan di alam, seperti Pramuka ataupun Siswa Pencinta Alam.

Maka, kedua mahasiswa ini senang bukan kepalang ketika mereka mendapat tawaran dari beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan di Bali untuk mendirikan kelompok diving khusus mahasiswa. LSM tersebut, antara lain, World Wide Fund (WWF) dan Yayasan Bahtera. Anak-anak Biologi Unud memang beberapa kali bekerja sama dengan kedua LSM pelestarian kehidupan laut itu.

Gayung bersambut. Tawaran itu enggak ditolak oleh Putra, Dharma, dan 30 mahasiswa sejurusan. Selama dua tahun sejak Januari 2000 mereka hanya berlatih dasar-dasar sebelum terjun ke bawah permukaan air laut. Seminggu sekali mereka berlatih di kolam milik Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Unud di kawasan Sanur, Denpasar. Latihan dasar itu berupa berenang selama enam menit, menyelam sedalam 12 meter, berjalan di air (water trappen), dan floating alias mengambang di atas permukaan air. Hasilnya? Selama dua tahun itu hanya empat orang yang lulus untuk menyelam memakai scuba (peralatan diving).

Ketemu hiu

Sejak itu, satu per satu berbagai site dive di Bali pun dicoba Putra, Dharma, dan kawan-kawannya. Hampir tiap bulan mereka selalu menyelam di site-site yang awalnya hanya ada di bayangan mereka. Mereka sampe ketagihan. “Kehidupan bawah laut sangat menawan dan susah diterangkan. Kamu harus nyoba sendiri,” kata Putra.

Bali memang memiliki banyak tempat diving. Sebatas yang pernah saya kunjungi, site dive itu antara lain Pulau Menjangan di Bali utara, Tulamben di Bali timur, Nusa Lembongan di Bali tenggara, dan Sanur yang masih masuk wilayah Denpasar. Sanur biasanya untuk para pemula, sedangkan Pulau Menjangan, Tulamben, dan Nusa Lembongan bisa dikatakan adalah surganya para penyelam. Bukan berarti tempat lain enggak menarik. Masih ada Amed, Nusa Dua, Sumber Kima, Candi Dasa, dan yang lain.

Masing-masing site dive memiliki keunikan tersendiri. Misalnya, Pulau Menjangan yang terkenal karena dinding karang dan bangkai kapalnya. Paling enggak ada tiga titik di pulau yang banyak terdapat habitat menjangan itu. Titik pertama adalah tempat di mana kita menambatkan perahu dan memulai penyelaman. Tempat ini sangat menakjubkan karena kontur dasar lautnya yang awalnya dangkal mendatar tiba-tiba langsung dalam. Pada dinding itu terdapat berbagai terumbu karang berwarna-warni, seperti Millephora sp atau Acrophola sp. Di antara terumbu karang itu ribuan ikan berenang mendekati kita, seperti lionfish, stonefish, ikan zebra, maupun jenis lainnya.

Titik kedua dan ketiga di Pulau Menjangan lebih dalam dari titik pertama dengan kedalaman sampai 20 meteran. Titik kedua tidak jauh berbeda dengan titik pertama, sedangkan titik ketiga menarik karena terdapat bangkai kapal sisa-sisa Perang Dunia II. Pada bangkai kapal itu terdapat berbagai jenis karang dan ikan yang bisa kita nikmati.

Bagi Putra maupun Dharma, tidak ada tempat khusus yang paling mereka sukai. Sebab, menurut Dharma, tidak ada tempat paling mengesankan. Yang ada adalah momen menyelamnya. Maksudnya, secara umum kehidupan bawah laut antara satu tempat dan tempat lain tidak jauh berbeda. Namun, kejadian pada saat menyelam pada suatu tempat bisa jadi akan susah dilupakan.

Kedua cowok itu memberikan contoh ketika menyelam di Pulau Tabuhan, dekat perbatasan Bali dan Banyuwangi pada Oktober lalu. Pas lagi asyik-asyiknya mengamati karang, mereka dikejutkan oleh sekitar 10 hiu putih yang berenang dekat mereka. “Kami bertemu dengan sesuatu yang belum pernah terbayangkan,” kata Dharma. Untungnya, hiu-hiu itu enggak sampe mengganggu mereka meski lumayan bikin deg-degan. Hiu ini pernah pula mereka temui di Nusa Dua dan Sanur.

Mengecek terumbu karang

Umumnya, para penyelam menyukai suasana bawah laut ini karena sensasinya jelas berbeda dengan di darat. Suasana di bawah permukaan laut hanya ada air dan kita bergantung pada persediaan oksigen di tabung yang kita bawa. Hanya ada sunyi senyap dengan ribuan ikan di sekeliling kita. Beberapa penyelam bahkan mengaku seperti sedang bersemedi ketika menyelam karena pikiran di-refresh.

Namun, bagi anak-anak Bio DC, seperti Putra dan Dharma, menyelam enggak cuma untuk senang-senang. Sambil menyelam mereka juga menunjukkan kepeduliannya pada pelestarian terumbu karang tersebut. Caranya dengan melakukan monitoring, reef check, maupun coral bleaching. Kegiatan-kegiatan itu dilakukan untuk memantau bagaimana kondisi terumbu karang di suatu tempat. Monitoring dan reef check di satu tempat dilakukan tiap enam bulan sekali, sedangkan coral bleaching tiap tiga bulan sekali. Karena banyak tempat yang dipantau, maka hampir tiap bulan mereka melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. “Asyiknya, kami bisa mendata keadaan terumbu karang sekaligus jalan-jalan,” kata Dharma.

Pemantauan itu dilakukan bareng-bareng LSM maupun dosen-dosen mereka. Contohnya pada akhir Januari lalu, anak-anak Bio DC bareng dosen-dosennya melakukan pemantauan di Nusa Penida, Klungkung. Dengan pemantauan itu, mereka bisa menyelam gratis. Sebab, biaya untuk menyelam memang lumayan mahal. Saat ini untuk sekali menyelam lengkap dengan masker, fin, tabung, wetsuite, dan peralatan lainnya paling enggak kita mesti bayar Rp 250.000. Harga itu belum termasuk transpor dan makan siang.

Kalau mau tetap menikmati kehidupan bawah laut dengan harga lebih murah, kita juga bisa dengan snorkling. Kegiatan yang satu ini lebih mudah karena kita cukup pakai masker, snorkel, fin, dan baju pelampung. Kita bisa menikmati indahnya bawah laut itu dari atas. Lumayan, daripada enggak.

Namun, kalau tetap ingin nyoba, buat aja kelompok selam di sekolah atau kampus seperti anak-anak Bio DC. Kelompok selam ini juga ada di beberapa kampus lain, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Institut Pertanian Bogor (IPB), maupun yang lain. Bahkan, kelompok-kelompok itu sering melakukan ekspedisi ke daerah lain. Jadi, bisa nunjukin kepedulian pada lingkungan sekaligus jalan-jalan. So, kenapa enggak nyoba yang gratisan?

-dimuat Kompas-

Jumat, 26 Maret 2004

1 Comment
  • ivan
    September 5, 2009

    boleh bgt idenya? coba kl emnk care am diving sy dr arkeo unud mu ngbrl2 tentang club diving?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *