Menapak Tilas Jejak Borobudur

0 No tags Permalink 0

Kapal berdasar relief di Candi Borobudur direncanakan berlayar ke Cape Town, Afrika Barat. Tanpa mesin, hanya menggunakan tiga layar.

Tarian Kanaka Sura menandai pelepasan kapal yang untuk sementara dinamai Kapal Borobudur tersebut. Enam orang, diapit empat anggota TNI AL, berdiri di kapal menghadap ke arah undangan, diantaranya Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) I Gede Ardika. Seusai tarian yang ditarikan enam perempuan itu, I Gede Ardika memberikan sambutan. “Mewujdukan ekspedisi kapal Borobudur adalah suatu kebanggan bagi bangsa Indonesia,” katanya di depan seratusan undangan.

Upacara di Jana Segara Sanggraha, Pelabuhan Benoa Bali, Selasa pekan lalu itu hanya meresmikan kapal Borobudur. Pelepasannya sendiri akan dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri 15 Agustus nanti dalam rangkaian Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menurut Ardika, nama kapal itu akan diberikan oleh Megawati dalam pelepasannya nanti. “Kami sudah memberikan beberapa nama kepada ibu (presiden),” katanya. Borobudur hanya nama sementara.

Setelah diresmikan di Benoa, Bali, kapal akan berangkat pekan ini. Waktunya belum pasti. Namun menurut Muhammad Abduh, salah seorang awak, kapal akan diberangkatkan dari Bali kira-kira 25 Juli ini. [Minggu kemarin saya cek ke Benoa, kapal itu memang belum berangkat. Namun posisinya sudah berubah. Ketika diresmikan, kapal itu merapat di terminal kedatangan Pelabuahn Benoa, yang jadi tempat peresmian. Kemarin kapal itu berada di tengah. Jarak dari daratan sekitar 200 meter. Tidak ada aktivitas yang mencolok pada kapal itu. Mirip mobil parkirlah. :anton:]. Dari Benoa, kapal akan menuju Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Emas (Semarang), mampir sebentar di Kepulauan Karimun Jawa (Jawa Tengah), lalu ke Tanjung Priok (Jakarta). Di pelabuhan terakhir itulah, kapal akan diberangkatkan oleh presiden.

Setelah itu, kapal dengan kapasitas 12 orang awak ini akan memenpuh rute ‘kayu manis”. Dari Jakarta, ekspedisi akan mencapai Maldives pada September 2003, Madagaskar pada Oktober 2003, dan Cape Town pada November 2003. Setelah itu kapal akan menuju ke pantai barat Afrika hingga mencapai Ghana pada Deseber 2003. Di tiap tempat pesinggahan akan diadakan penyambutan secara khusus oleh Kedutaan Besar RI (KBRI) maupun pemerintah setempat.

Perjalanan Benoa-Tanjung Perak-Tanjung Emas-Tanjung Priok sendiri merupakan simulasi sebelum menempuh perjalanan sesungguhnya. Sedangkan di Karimun Jawa, akan dilakukan latihan penyelamatan oleh beberapa peserta ekspedisi kapal Borobudur ini.

Tim ekspedisi kapal Borobudur akan dipimpin Philip Beale, mantan anggota Angkatan Laut Inggris dan dinahkodai I Gusti Putu Ngurah Sedana, kapten muda TNI AL. Sedangkan awaknya yang lain terdiri dari lima dari luar atau mereka yang ikut seleksi dan sisanya awak kapal yang turut membuat kapal sejak awal.

Menurut I Gusti Putu Ngurah Sedana, perjalanan Benoa-Jakarta tersebut sekaligus merupakan seleksi akhir terhadap para calon awak yang akan ikut ekspedisi. Awak kapal dari luar yang sebanyak lima orang tersebut dipilih melalui seleksi ketat. Salah seorang calon awak, Niken Maharani, mengatakan seleksi tersebut antara lain dengan wawancara, kerjasama tim, dan kekuatan fisik selama berlayar. Mahasiswa fakultas Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, ketika seleksi, selama dua hari mereka berlayar ke Kepulauan Seribu. Di tempat tersebutlah seleksi dilakukan.

Awalnya, menurut Ardika, peserta seleksi mencapai 350 calon. Setelah diseleksi tinggal 20, dan saat ini tinggal sepuluh peserta yang berasal dari berbagai latar belakang tersebut. Selain Niken, sepuluh calon awak tersebut adalah Antoni Budiono (penyelam dari Semarang), Bayu Aviantoro (konsultan dari Kalimantan Tengah), IGN Agung (pelaku wisata dari Bali), Muhammad Habibie (mahasiswa Teknik Perkapalan Institut Teknik Sepuluh November Surabaya), Abdul Azis (mahasiswa Universitas Negeri Jakarta), Mujoko (mahasiswa teknik Kelautan IPB), Oscar Susanto (mahasiswa Hubungan Internasioanl Universitas Indonesia), Irwan Risnandar (lulusan Sekolah Pariwisata Bandung), serta Sherlina Juanita (mahasiswa arsitektur Universitas Bina Nusantara).

Sedangkan dari pembuat kapal akan ikut dua orang yaitu Muhammad Abduh dan Sulhan. Kedua orang ini merupakan nelayan yang ikut membuat di tempat kelahiran kapal. Pada perjalanan Benoa-Jakarta, masih akan ikut enam anggota pembuat kapal ini. “Kami sekaligus mengecek bagaimana kesiapan kapal ini sebelum menempuh perjalanan sesungguhnya,” kata Sulhan.

Kapal bernama sementara Borobudur tersebut dibuat berdasarkan interpretasi terhadap relief kapal yang terdapat di Candi Borobudur. Adalah Philip Beale, warga Inggris, yang melakukan penelitian mendalam terhadap kemungkinan dibuatnya kapal berdasarkan relief di Borobudur tersebut. Kajian pun dilakukan baik dari sisi akademik maupun dari segi teknik pembuatan kapal secara tradisional.

Ide Beale, yang pernah mengiktui sejumlah petualangan internasional termasuk Operasi Drake (1979) ke Fiji dan Papua New Guinea tersebut kemudian diterjemahkan dalam bentuk rancangan oleh Nick Burningham, seorang ahli arkeologi maritim berkebangsaan Inggris. Burningham sebelumnya pernah menangani permbuatan empat kapal bersejarah yang semuanya telah didokumentasikan dalam film. Karya terakhirnya adalah kapal Belanda bernama “Dufken”.

Relief yang kemudian diambil oleh Nick Burningham adalah model salah satu kapal yang ada pada relief candi Borobudur yang berada pada panel nomor 6 bidang c, lorong l, sisi utara.

Ide Beale dan rancangan Burningham kemudian diwujudkan oleh tim pembuat kapal yang dikomandani As’ad Abdullah, 69 tahun. As’ad yang akrab dipanggil Pak Haji ini meruapakn tukang pembuat kapal tersohor di Desa Pagerungan, Sapeken, Sumenep, Jawa Timur, tempat asalnya. Desa ini terletak sekitar 90 km sebelah utara dari daratan Bali. Semasa hidupnya, sejak 1970 Pak Haji telah menyelesaikan sekitar 40 perahu layar dan 16 kapal.

Proyek pembuatan kapal dimulai pada 20 Januari 2003. Untuk membuat kapal tersebut, bapak enam anak itu membutuhkan tiga jenis tenaga yaitu Ketua Tim, tukang, serta tenaga pembantu. Total ada 26 orang. Rinciannya tukang 14 orang dan pembantu 12 orang. Sedangak pak Haji sendiri sebagai Ketua Tim. Anggota pembuatan kapal ini sebagian besar adalah warga Desa Pegarungan Besar sedangkan sisanya dari Desa Pegarungan Kecil.

Untuk membuat perahu relief itu, pak Haji menggunakan tujuh jenis kayu lokal antara lain kayu ulin (Eusideroxylon gwageri), kayu bungor (Lagerstroemia speciosa), kayu kesambi (Schlechere oleosa), kayu jati (Tectona grandis), kayu kalimpapa atau kayu laban (Vitex gofassus), kayu bintagor (Calophyllum blancoi), dan kayu nyamplong (Colopphyllum inophyllum). Penggunaan kayu disesuaikan dengan fungsi masing-masing. Sebagai contoh, kayu bungor digunakan untuk dinding kapal karena lebih tahan dengan air. Sedangkan kayu jati untuk bagian membuat peralatan sepeti meja atau lemari di bagian dalam.

Pada 26 Mei 2003, kapal mulai diturunkan ke air dan dipasang cadik pada 11 Juni 2003. Setelah itu, kapal pun dibawa ke Bali. Ketika selesai, total ukuran kapal tersebut adalah sepanjang 18,29 m, lebar 4,25 meter, dan tinggi 2,25 meter. Penggerak utamanya menggunakan layar tanjak yang merupakan layar tradisional.

Layar itulah yang sepenuhnya menjadi penggerak kapal tersebut selama sekitar enam bulan nanti. Ada tiga layar yang total ukurannya 116,6 meter persegi. Ukurannya bervariasi antara 15×5 meter persegi, 10×5 meter persegi, dan 3×4 meter persegi. Bahan pembuat layar ada yang dari plastik, ada juga yang dari kain. Dengan tiga layar tersebut, menurut pak Haji, kecepatan rata-rata kapal adalah 5 mil per jam.

Bagian dalam kapal terdiri dari tiga ruangan. Ruangan setelah buritan, yang juga sebagai dapur, adalah tempat navigasi. Ruangan ini berukuran sekitar 3×3,5 meter per segi. Sebagai tempat navigasi, ruangan ini berisi lemari pakaian, lemari makanan, serta sebuah bufet berisi buku, peta, kompas, dan peralatan lain. Selain itu juga terdapat telepon serta Global Positioning System (GPS) merk Garmin.

Dua ruangan lain adalah tempat menyimpan barang-barang logistik berupa kardus-kardus. Di kanan kiri ruangan ini terdapat tempat tidur bersusun. Di tiap sisi ruangan ada empat tempat tidur. Jadi di dua ruangan tersebut ada 16 tempat tidur yang besarnya pas hanya untuk satu orang. Tidak ada yang istimewa, hanya kasur dan satu bantal. Bagian paling bawha pada kapal ini, di bawha lantai, adalah sekitar 100 karung pasir. “Itu agar kapal tidak terlalu goyang,” kata pak Haji.

Jauhnya perjalanan itu pula yang membuat kapal ini didesain untuk mampu membawa sekitar 20-30 ton barang dan persediaan makanan. Juga, agar tidak karatan, tidak ada satu pun paku atau unsur besi yang digunakan membuat kapal tersebut.

Comments are closed.