Memoir of Waria

0 No tags Permalink 0

-judulnya niru Samuel Mulia yang mlesetin Memoir of Geisha. asik soale. :))-

Sabtu malam lalu diundang teman waria pertandingan voli di Kediri, Tabanan. Sekitar 45 menit dari Denpasar. Aku males. But, karena istri juga ngotot liat, yaudah, kami berangkat juga bareng temen lain.

Di salah satu kampung di Kediri, pertandingan itu diadakan. Kata teman yang waria itu, mereka ikut karena beberapa alasan. 1) menghapus stigma dan diskriminasi pada waria. Soale selama ini waria kan masih saja jadi masyarakat kelas pinggiran di tengah hiruk pikuk masyarakat “normal”. 2) kampanye tentang HIV/AIDS. sebab, stigma juga masih terjadi pada orang dengan HIV/AIDS.

Well, ide yang menarik. But, kenyataannya agak jauh dari itu.

Pas baru sampe aku udah ngliat gimana teman-teman waria itu dandan di salah satu tempat dengan diliatin puluhan atau malah ratusan orang. Aku mikir kenapa sih ga dandan di tempat lebih tertutup. Menurutku sih ketika mereka lagi dandan dengan dipelototi begitu banyak orang, tetap aja mereka jadi objek.

Paling parah justru setelah itu. Waria-waria itu ternyata diundang untuk nyanyi lip sync -bener ga ya nulisnya?-. Intinya untuk bernyanyi tanpa suara. Hanya meniru gerak gerik penyanyi. Ada lima “penyanyi” waria malam itu. Semua “nyanyi” dengan gerakan-gerakan seduce. Ya seperti biasa. Salah satunya malah mendekati banyak laki-laki melakukan adegan oral. Padahal separuh penonton malam itu anak-anak.

Udah beberapa kali aku bilang, “Kenapa sih temen2 waria masih ngasi pertunjukan gitu2? Malah memperparah stigma.” Buktinya malam itu tetep aja terjadi. Bagiku sih itu ga ngubah pandangan negatif pada waria.

Untungnya penampilan temen2 waria ditutup dengan pertandingan voli. Melawan tim tuan rumah mereka berbagi nilai 1-1. Ya, voli jelas jauh lebih tegas untuk menghapus stigma dari pada gerakan2 erotis di depan anak2, dan mengganggu suami orang.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *