Garingnya Perayaan Ultah Akademika

0 No tags Permalink 0

Ketika berangkat dari rumah, aku terlalu banyak berharap. Aku bayangin akan banyak teman alumni Akademika yang dateng malam itu. Akademika, pers mahasiswa tempat aku belajar jurnalisme pertama kali sekaligus tempat yang mengubahku, merayakan ulang taun ke-24 Sabtu malam kemarin. Sebagai alumni yg baik dan benar –he.he- aku niat banget datang ke aka, gitu sebutan kami untuk Akademika, malam itu.

Padahal sebenarnya ada tiga alasan untuk tidak hadir. Pertama aku tiba-tiba sakit. Badan agak demam. Hidung ngocor. Mungkin karena Jumat kemarin kehujanan terus malemnya nglembur ngetik laporan riset media sampai pukul setengah dua pagi. Udah gitu baru bisa tidur sekitar pukul tiga dan bangun pukul tujuh. Jadi ya klop: kehujanan, nglembur, kurang tidur. Seperti biasa, badan langsung drop.

Alasan kedua, sakit itu yang aku pakai alasan untuk gak dateng jumpa pers pameran lukisan di Sector Bar. Padahal Mbak Jeany yang ngundang sampai nelpon dua kali untuk ngasih tahu. Pas ditelpon lagi aku bilang ga bisa dateng karena sakit. Eh, masa tadi alasan sakit ga bisa ke jumpa pers tapi bisa jalan malam-malam.

Ketiga, di rumah lagi ada Bodrek, teman yang lagi intens ngobrol soal rencana bikin yayasan. Tumben-tumben dia ke rumah. Soalnya meski orang Kintamani, dia tinggal di Yogya. Jadi ya seharusnya malam itu aku ngobrol sama dia saja.

But, karena udah kadung niat dari awal pengen hadir di perayaan ultah aka, aku tetep aja datang. Aku bayangin ketemu temen-temen, ngobrol keluarga, pekerjaan, romantisme sambil makan nasi tumpeng. Niat lainnya karena kami pengen ngajak Bani anak kami untuk tahu tempat di mana dulu Ayah Bundanya ketemu pertama kali. 🙂 Maka, aku, Bani, dan Bunda pun berangkat ke aka sekitar pukul tujuh malam itu dengan penuh harap.

Kirain sih udah banyak yang dateng. Eh, ternyata kutu kupret! Sepi. Sing ade apa, De. Alumni yang kulihat pertama hanya Ira, teman satu angkatan. Di remang lampu depan aka, Ira keliatan tambah cantik aja duduk di bangku itu. He.he.

Ada pula Cak Nur, yang ternyata udah nganten Desember lalu. Teman satu angkatan ini datang sama istrinya. Pas aku majukan tangan untuk salaman dan kenalan, eh, istrinya hanya menungkup tangan di depan hidung. Tidak mau salaman! Yowis.. Meski bagiku dia tidak simpatik, toh aku harus toleransi dengan sikap itu. Masalahnya, ternyata Cak Nur pun sudah siap di atas motornya. “Mau sholat,” katanya di tengah suara adzan dari masjid tak jauh dari kampus. Setelah itu dia pun pergi sama istrinya. Ah, Cak Nur tetap seperti dulu. Sibuk cari surga. He.he.

Jadi hanya ada Ira yang masih duduk di remang-remang dan Cak Nur yang bersiap sholat Isya. Di dalam ada Artha, senior yang udah jadi anggota KPU Bali. Wis. Itu aja alumni yang ada malam itu. Pas acara udah jalan sekitar pukul delapan baru ada Nining dan Kamadi. Keduanya tak tahu kalau dikerjain. Pas baru dateng langsung disuruh sambutan. Eh, keduanya mau. Omongannya serius banget lagi. Jadi tambah garinglah malam itu.

Paling garing sih setelah itu. Tidak ada acara apa-apa. Hanya omongan pemimpin umum aka lalu potong tumpeng. Aduh.. Bukan jek sok senior, tapi mosok sih alumni udah datang tapi ga dimanfaatin. Ngobrol apa kek yg kira-kira bisa ngakrabin antara alumni dengan anggota aka saat ini.

Jadi selama acara itu ya alumni di pojok: aku, lode –mantan sekretaris umum yg juga istriku-, ira, dan kamadi sibuk ngobrol sesama kami. Kamadi jadi sales di carefour, Ira di cargo –apa gitu- di Semarang dan mau nganten bulan depan.

Makanya setelah makan nasi kuning tumpeng yang agak asin itu, kami pun cabut. Sejak awal sih memang aku udah mikir sejam aja di sana. Gak perlu lama-lama. Tapi karena kegaringan itu, ya jelas saja kami gak lama.. Ya, ngapain juga lama-lama di sana. Toh, meski berada di satu tempat, kami ga nyambung sama sekali dengan anggota. [***]

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *