Solo, Timlo, dan Loyo

6 No tags Permalink 0

Di tengah perjalanan minggu ini, aku nemu warnet juga. Maka aku girang bukan kepalang. Meski badan sangat loyo, bisa online seperti mengalahkan itu semua. *Alamak, heroik sajaaaaaan!*

Yup, ini lagi Solo. Seharian tadi jalan ke tiga lokasi. Begitu turun dari Bandara Adi Sucipto Jogja, aku dan Jelle langsung ke Solo. Di sana ngobrol sama temen2 LSKBB, LSM mitra tempatku kerja part time. Kami ngobrol soal program mereka di bidang consumer awareness untuk produk pertanian organik. Ini masih sisa pekerjaan membuat dokumentasi program sustainable agriculture chain development, advocacy, dan consumer awareness untuk tempat kerja part time. Lanjut setelah di Flores lima hari.

Sekitar 1 jam ngobrol sama temen2 yang lucu2 kuwi (hehehe) perjalanan dilanjut ke Boyolali. Kami ke produsen padi organik di desa Dlingo, kecamatan Mojosongo, Boyolali. Sekitar 1,5 jam perjalanan ke sana. Kami ngobrol dan moto2 petani padi organik. Melihat petani tua, Pak Cipto, di sawahnya jadi inget Bapak di kampung. Umur dan raut wajahnya tidak jauh beda. Habis makan siang dengan menu lodeh (kok kayak nama istriku ya? hahaha) serta lele dan ayam goreng, perjalanan pun balik ke Solo.

Kami ngobrol sama ibu-ibu PKK konsumen produk organik di Kampung Gondang, Solo. Dasar ibu-ibu, ngobrolnya tidak berhenti-berhenti. Malah mereka godain Jelle, bule bos dari Belgia itu. Katanya mereka mau jadiin dia mantu. Sama aku, mereka semua tidak mau. Ya iyalah, masak anak mereka dimadu?

Sebenarnya aku sudah capek banget dan mau istirahat di hotel saja. Eh, ternyata perjalanan masih lanjut ke tempat lain. Kali ini ketemu sama konsumen lain. Namanya Nuraini, ibu dua anak. Dosen di UTP (apa ya kepanjangannya?) ini makan beras organik sejak 16 tahun lalu karena alasan kesehatan. Sembilan dari 10 saudaranya diabetes. Maka ibu ini harus makan beras organik agar bisa tetap menjaga badan. Hasilnya, Bu Nur mengaku jauh lebih kuat. Kerja dalam waktu lama juga tidak masalah.

Usai makan timlo, menu mirip bakso isi telur puyuh, dadar gulung, jamur hitam, bihun, dan krupuk, kami pun pamit. Sudah gelap. Oya, diskusi di kampung Wojosongo, Solo ini juga sama bapak2 tetangga Bu Nur. Malah Pak Sus, teman dari LSKBB yang banyak ngobrol dengan mereka soal produk organik. Aku sibuk moto2 Bu Nur ngeceng di dapurnya. Hehehe..

Dan, kami pun tiba di hotel Arini Jl Slamet Riyadi Solo. Sepertinya murah meriah. Rp 154 ribu dengan AC, shower hangat, TV, dan sarapan. Lumayan buat melepas lelah setelah seharian muter2 kemu mai.

But, sudah pukul 20an di Solo mataku males merem. Akhirnya aku pilih keluar saja. Siapa tau bisa kontak Pak Blontank Poer. Ini kenalan lama di Aliansi Jurnalis Independen. Aku juga tidak yakin dia masih inget aku. Tapi toh tidak ada salahnya dicoba. Kalau bisa ketemu, maunya sih ngobrol saja. Atu paling tidak kulo nuwun sama penguasa Solo sekaligus juru kunci makam keluarga Soeharto. Hahaha..

Dan, aku terdampar di warnet Y! Online Purwosari. Entah di bagian mana Solo. Aku tidak tahu. Yang aku tahu ketika masih nulis blog ini perutku laper banget. Jadi ya aku suudin saja. Mau cari makan, balik ke hotel, dan tidur..

6 Comments
  • sherly
    January 24, 2008

    waduh dari flores lanjut ke solo, sibuk euyyyy

  • didut
    January 25, 2008

    kalo suatu saat sampe semarang kontak-kontak yah 😀

  • Ina
    January 25, 2008

    fiuh..keliling nusantara nie yee….
    sibuk trus….! 🙂

  • devari
    January 26, 2008

    jgn ampe loyo euuyy 🙂 nanti ada yg ngamuk
    *ngaciiirr*

  • Yanuar
    January 26, 2008

    bawa ke bali semua mas…….
    timlo,jamur item,dll nya….

  • antonemus
    January 27, 2008

    @ sherly: begitulah, jeng. tp dinikmati ajalah.

    @ didut: tentu saja. biar dpt loenpia gratis. hehe..

    @ ina: tp tidak ke makassar neh. pdhl kangen ikan bakar paotere’. 🙁

    @ devari: santai saja. begitu ketemu pasangannya, langsung gak loyo kok. 😀

    @ yanuar: maunya gitu. eh, ketinggalan di sana. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *