Dua Kejutan di Kota Persinggahan

4 , , , , Permalink 0

Kafe tempat Karl Marx pernah membaca manifesto komunisme di Belgia itu membuatku senang bukan kepalang. Inilah kejutan kedua mampir di Brussels, Belgia.

Kejutan sebelumnya adalah Town Hall. Bangunan berumur lebih dari 600 tahun ini berada di tengah Grand Palace, kawasan paling populer di Brussels, ibukota Belgia. Jaraknya tak sampai lima menit jalan kaki dari stasiun pusat Brussels.

Bangunan gothic yang dibangun pada tahun 1402 ini tak langsung terlihat ketika kami keluar dari stasiun pusat Brussels. Dia tersembunyi di antara hotel, restoran, kafe, toko souvenir, dan bangunan lain di kawasan ini. Tapi, setelah melewati hiruk pikuk turis dan sekitar tiga gang, kami sampai kawasan Grand Palace.

Continue Reading…

Menjadi Tikus Keliling Paris

3 , , , , Permalink 0

Bergaya di Menara Eifel

Bermodal 4,5 euro, kami keliling Paris dari bawah tanah. Sayang, karcis dan bukuku hilang.

Begitu keluar dari stasiun metro di kawasan Museum Leuvre Sabtu pekan lalu, kami semua langsung girang bukan kepalang. Persis di depan kami berdiri museum tempat menyimpan lukisan Monalisa karya Leonardo di Vinci itu. Kami semua berseru kompak, “Waaaoow..”

Bagian museum yang kami lihat pagi itu tingginya sekitar 10 meter. Bangunan ini awalnya adalah benteng. Karena itu bentuknya seperti kotak raksasa dengan ukiran-ukiran di bagian depan yang sangat detail. Warnanya dominan putih susu.

Continue Reading…

Tari Bali di Ulang Tahun Ratu Belanda

7 , , , Permalink 0

Setelah menempuh perjalanan sekitar 5 km selama hampir 1 jam dari Stasiun Pusat (Central Station) Amsterdam, kami sampai juga di Taman Vondel (Vondelpark) di sisi selatan kota. Begitu tiba di taman ini, kami disambut tari khas Bali, pendet. What a surprise..

Semula saya ragu kalau gadis berusia sekitar 10 tahun itu sedang menari Bali. Pertama, ini di Amsterdam di mana buanyak sekali orang dari berbagai negara. Kedua, karena gerak tubuh gadis itu jauh dari gemulai penari Bali. Tarian gadis itu lebih mirip breakdance karena patah-patah tidak lemah gemulai.

Continue Reading…

Let's Stoned, Drunk, and Horny in Amsterdam

12 , , , Permalink 0

Di Belanda, atau setidaknya Amsterdam, agama dan kesenangan bukan hal yang dipisahkan. Mereka berdampingan. Maka, bar-bar yang menyajikan ganja (coffee shop) bisa berdampingan dengan gereja, perempuan berjilbab lalu lalang –atau bahkan melihat-lihat– toko peralatan seks (sex shop), desah rayuan perempuan di Red Light District bersahutan dengan genta gereja..

Coffee shop dan Red Light sepertinya memang jadi merk dagang Amsterdam. Buktinya, aneka souvenir di ibu kota Belanda ini berisi tulisan atau pesan tentang dua hal tersebut. Kaos-kaos tentang ganja dan gemerlap dunia malam tak hanya mudah ditemukan tapi juga mendominasi toko-toko souvenir yang berderet-deret sepanjang jalan.

Continue Reading…

Mudahnya Masuk Negeri Belanda

5 , , , , Permalink 0

Yes. Akhirnya kami sampai juga di Belanda Sabtu pagi sekitar pukul 9 waktu Belanda. Setelah terbang selama sekitar 14 jam, termasuk transit dua jam di Kuala Lumpur, Malaysia, pesawat Malaysia Airlines kami mendarat di Bandara Schipol, Belanda.

Ada 18 orang dalam rombongan ini. Kami semua anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang akan mengikuti kursus new media di Hilversum, Belanda. Kursus di Radio Nederland Training Centre (RNTC) ini diadakan oleh AJI Jakarta dan Neso Indonesia.

Continue Reading…

Oalah. Ternyata Sumba Itu…

11 , , , Permalink 0

Tiap kali mendengar nama Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terlintas di kepalaku selama ini adalah pantai. Tidak tahu juga. Mungkin karena beberapa teman pernah bercerita soal ombak di sana yang bagus untuk selancar. Setahuku, turis juga suka datang ke pulau ini untuk menikmati ombaknya.

Maka, ketika akhirnya aku ke sana Rabu lalu, aku masih mikir soal pantai ini. Aku bayangkan akan bisa tinggal di dekat pantai menikmati deburan ombak. Lalu, pada pagi harinya bisa liputan. Kalau ini yang terjadi maka akan jadi kombinasi yang tepat antara bekerja dan jalan-jalan.

Tapi, apa yang aku alami ternyata jauh dari yang aku bayangkan.

Continue Reading…

Berkaca, Berencana, Bekerja!

4 , , , , Permalink 0

Rapat Akhir Tahun Sloka Institute

Kami mengakhiri tahun 2009, untuk kemudian mengawali tahun 2010, di tepi Danau Batur, Desa Toyabungkah, Kecamatan Kintamani, Bangli. Ibaratnya sambil menyelam minum air. Sebab tak hanya lari dari keriuhan Denpasar saat perayaan pergantian tahun, kami sekalian merencanakan program Sloka Institute setidaknya untuk satu tahun ke depan.

Lokasi ini berada di dekat Danau Batur, Kintamani. Perlu waktu sekitar 1,5 jam dari Denpasar untuk ke tempat ini. Dari Penelokan, titik di mana wisatawan biasa menikmati Danau dan Gunung Batur, kami turun menempuh jalan agak berkelok. Di akhir turunan ini di Desa Kedisan, akan ada pertigaan. Toyabungkah ke arah kiri melewati batu-batu hitam berukuran sampai setinggi 2-3 meter sepanjang jalan. Ini jadi pemandangan tersendiri menuju lokasi.

Continue Reading…

Madu di Gunung, Garam di Kota

Ada dua oleh-oleh yang bisa dibawa sepulang dari Kefamenanu, Timor Tengah Utara (TTU) di Nusa Tenggara Timur, madu dan garam. Keduanya dijual di tepi jalan. Harganya juga murah meriah.

Oya, tapi sebelum dilanjut, aku juga baru tahu. Sebenarnya ada oleh-oleh yang lebih menarik dari sekadar madu dan garam. Oleh-olehnya berupa aneka rupa kerajinan lokal yang dijual tak jauh dari pasar terbesar di Kefa. Sayangnya aku baru tahu ketika sudah meninggalkan kota itu. Jadi aku cuma bisa bawa madu sebagai oleh-oleh.

Continue Reading…