Tiap kali mendengar nama Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terlintas di kepalaku selama ini adalah pantai. Tidak tahu juga. Mungkin karena beberapa teman pernah bercerita soal ombak di sana yang bagus untuk selancar. Setahuku, turis juga suka datang ke pulau ini untuk menikmati ombaknya.
Maka, ketika akhirnya aku ke sana Rabu lalu, aku masih mikir soal pantai ini. Aku bayangkan akan bisa tinggal di dekat pantai menikmati deburan ombak. Lalu, pada pagi harinya bisa liputan. Kalau ini yang terjadi maka akan jadi kombinasi yang tepat antara bekerja dan jalan-jalan.
Tapi, apa yang aku alami ternyata jauh dari yang aku bayangkan.
Pertama soal lokasi. Tujuan perjalanananku Rabu lalu adalah ke Sumba Barat. Untuk itu aku naik pesawat yang jurusan Bali – Tambolaka. Dari situ aku akan menginap di Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba Barat. Aku mikirnya Waikabubak ini ya masih dekat dengan bandara. Ealah, ternyata jauh juga.
Bandara Tambolaka itu tidak masuk Sumba Barat tapi Kabupaten Sumba Barat Daya. Ya, dulu memang bandara ini masuk Sumba Barat. Tapi setelah Kabupaten Sumba Barat terpecah jadi tiga kabupaten baru yaitu Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah, bandara ini masuk Sumba Barat Daya dengan ibukota Waitambola.
Jadi, aku sudah salah kaprah soal lokasi ini. Mikirnya Waikabubak ini berada dekat Bandara Tambolaka ternyata masih lumayan jauh, sekitar 40 km. Perlu waktu satu jam dari bandara ke kota Waikabubak, tempat aku menginap ini. Jalannya yang kecil dan agak berkelok-kelok menambah
Kedua, ya soal pantai itu tadi. Dari awal aku mikir Waikabubak itu di dekat pantai. Jadi aku mikirnya bisa main-main ke pantai selama di sana. Ternyata Waikabubak itu adanya di tengah pulau. Dari pantai terdekat perlu waktu sekitar 45 menit hingga 1 jam.
Parahnya lagi aku nginepnya di hotel yang berada di bukit kecil dengan pemandangan sawah di depannya. Sebenarnya asik sih. Cuma ya karena dari awal sudah mikir kalau aku bisa tinggal di dekat pantai, jadi ya sawah ini tidak menarik lagi. Karena lokasi hotel ini di luar kota, maka makin lengkap “penderitaanku”. 🙂 Sepi. Jauh dari tempat makan. Mau jalan-jalan adanya cuma sawah.
Apa daya. Sisa hari dari pukul 2an sampai malam akhirnya cuma mlungker di dalam kamar nonton TV yang isinya siaran soal siapa bapak anaknya Sheila Marcia. Hah. Jauh-jauh ke Sumba kok nonton gosip artis Jakarta. :p
Soal cerita liputan selama di Sumba di tulisan selanjutnya saja.
Leave a Reply