Kafe tempat Karl Marx pernah membaca manifesto komunisme di Belgia itu membuatku senang bukan kepalang. Inilah kejutan kedua mampir di Brussels, Belgia.
Kejutan sebelumnya adalah Town Hall. Bangunan berumur lebih dari 600 tahun ini berada di tengah Grand Palace, kawasan paling populer di Brussels, ibukota Belgia. Jaraknya tak sampai lima menit jalan kaki dari stasiun pusat Brussels.
Bangunan gothic yang dibangun pada tahun 1402 ini tak langsung terlihat ketika kami keluar dari stasiun pusat Brussels. Dia tersembunyi di antara hotel, restoran, kafe, toko souvenir, dan bangunan lain di kawasan ini. Tapi, setelah melewati hiruk pikuk turis dan sekitar tiga gang, kami sampai kawasan Grand Palace.
Dengan menara setinggi 96 meter di bagian tengahnya, Town Hall terlihat paling menonjol di antara bangunan lainnya. Berbeda dengan bangunan di Amsterdam yang cenderung datar atau di Paris yang terlihat megah, bangunan di Brussel terlihat lebih ramping. Ukirannya juga lebih detail. Begitu pula Town Hall yang berdinding putih tulang itu.
Town Hall berada di kawasan Grand Palace. Di depannya ada halaman seluas lapangan sepak bola. Ada beberapa bangunan lain mengeliling halaman tersebut bersama Town Hall yang masih berfungsi sampai saat ini. Di halaman itu, ribuan turis sedang menikmati bangunan-bangunan gothic di kawasan tersebut. Ada yang jual bunga, melukis bangunan, memotret, bersepeda, berjemur, atau sekadar duduk di teras bangunan.
Semua bangunan dan keriuhan Brussels memberikan kejutan perjalanan untukku.
Ketika memutuskan melanjutkan perjalanan ke Belgia seusai tiga minggu di Belanda, aku cuma punya dua tujuan utama: berkunjung ke kantor pusat tempatku kerja paruh waktu, Vredeseilanden, dan bertemu Rini, teman semasa bekerja di GATRA. Aku tak terlalu banyak berharap bisa menikmati Brussels.
Brussels, bagiku, hanya kota tempat singgah sejenak untuk bertemu Rini sekalian menikmati sebagian cerita kota ini. Tujuan utamaku adalah kota lainnya, Leuven, tempat di mana Vredeseilanden berkantor. Karena itu pula aku tak menyiapkan banyak rencana untuk jalan-jalan di kota ini.
Tapi, Rini yang kini tinggal di Brussels, ternyata mengenalkanku pada tempat-tempat menarik di luar perkiraanku. Bangunan paling mengejutkan dan menarik buatku adalah restoran di sebelah Town Hall, restoran L’Ommegang. “Ini tempat Marx menyampaikan manifestonya pertama kali,” kata Rini.
What? Karl Marx? What a surprise..
Karl Marx adalah bapak besar Komunisme. Dia peletak dasar ideologi ini ketika pada tahun 1848 menerbitkan Manifesto Komunisme bersama temannya, Friedrich Engels. Marx adalah “nabi” Komunisme. Karena itu berkunjung ke tempatnya pernah menyampaikan manifesto adalah sebuah kejutan luar biasa.
Sayangnya tak banyak informasi tentang Marx di restoran ini. Siang itu restoran tiga lantai ini tutup. Hanya ada plakat batu bertuliskan, “Karl Marx lived in Brussels from February 1845 to March 1848. He celebrated New Year’s Eve 1847/1848 together with the “Deutscher Arbeiterein” and the “Association of Democratique” in this place”. Plakat itu ditempel di bagian depan restoran ini. Selain dalam Bahasa Inggris, plakat juga ditulis dalam tiga bahasa lain, Perancis, Belanda, dan Jerman. Masalah bahasa ini memang masalah sensitif di Belgia.
Selain Town Hall dan kafe tempat Marx pernah merayakan tahun baru itu, banyak tempat lain yang amat menarik di Brussels, Belgia. Tapi, ceritanya di tulisan lain saja.
Leave a Reply