Senin pagi ini aku pikir sudah tidak ada masalah akibat hujan yang mengguyur Denpasar empat hari terakhir. Sebab, di Jalan Subak Dalem, di mana aku tinggal sudah tidak ada lagi banjir. Air sungai kecil di dekat rumah memang masih tinggi dan deras arusnya, padahal biasanya kecil dan relatif tenang, namun tidak sampai masuk ke gang.
Maka, pagi ini aku berangkat ke kantor dengan perasaan santai saja. Maksudnya tidak berpikir bahwa harus mempersiapkan mental untuk menghadapi banjir. Eh, ternyata salah. Banjir masih terjadi di beberapa titik di Denpasar.
Hujan deras yang mengguyur Denpasar, bahkan menurut koran terjadi di sebagian besar wilayah Bali, ternyata masih menyisakan banjir.
Minggu pagi kemarin, Catur Hariani, teman di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Sanur kirim pesan pendek (SMS). Tempat tinggalnya kebanjiran. “Banjir di Jalan Hangtuah. Rumah masyarakat Banjar Belong terendam, termasuk kantor PPLH ikut terendam,” begitu isi SMS Catur.
“Air di subak meluap. Got pinggir jalan mampet. Jadilah meluap merusak tembok-tembok rumah. Masuklah air dalam rumah. Posisi masyarakat Banjar Belong landai, jadi air gampang masuk rumah. Sekolah SD 2 di Sanur terendam selutu. Untung hari Minggu. Belakang sekolah air setinggi pinggang. Hadiah awal tahun,” tambah Catur.
Sekitar pukul 11.30 Wita, ketika cuaca sudah agak terang tanpa rintik hujan, aku, Bunda, dan Bani main-main ke kantor PPLH Sanur di Jalan Hangtuah. Air sudah tidak meluap sampai masuk rumah. Namun, masih terlihat bekas-bekasnya. Seorang ibu sibuk mengepel lantai. Buku-buku dijemur karena basah terkena air.
Di depan kantor PPLH beberapa barang dipakai untuk menghalang air masuk: papan, vas bunga, sampai batu ditaruh di depan pintu gerbang persis di samping aspal.
Kalau di kantor PPLH sudah mendingan, di sekitarnya masih jelas terlihat. Di salah satu jalan di timur kantor PPLH, gang-gang di sana masih terendam hingga setinggi lutut.
Ketika kami sedang asik melihat dan memfoto sisa banjir di Sanur, Pande ArtaWibawa, teman sesama blogger yang juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Badung juga kirim SMS. Teman yang lebih senang dipanggil dengan nama Pande Baik itu mengabarkan kalau banjir juga terjadi di Jalan Dewi Sri, Kuta.
“Live report. Jalan Dewi Sri – Sunset Road Kuta terendam banjir. Tidak bisa dilewati. Saya jamin besok naik di halaman 1 Radar Bali,” tulisnya lewat SMS.
Sorenya, Bli Pande sudah menulis panjang di blognya tentang suasana banjir di jalan tersebut lengkap dengan analisis penyebab dan foto-fotonya.
Lalu, pagi ini aku melihat sendiri bahkan terkena dampak banjir tersebut.
Ketika melewati bagian timur Jalan Waturenggong Denpasar Selatan, air ternyata masih mengalir deras sampai jalan. Tingginya di bawah lutut. Tidak terlalu tinggi memang, namun lumayan bikin repot. Hampir semua pengendara motor harus angkat kakinya tinggi-tinggi biar tidak basah. Maklum, rata-rata sudah berpakaian rapi jali untuk ke kampus, kantor, atau sekolah.
Sebagian orang mencoba menghindari banjir di Waturenggong ini dengan lewat Jalan Tukad Irawadi tembus Jalan Tukad Sanghyang. Tapi justru ini bikin macet jalan karena jalan ini memang relatif lebih sempit.
Kemacetan panjang tak terhindarkan mulai dari Jalan Tukad Pakerisan. Panjangnya hampir sampai Jalan Bedugul. Kurang lebih 2 km. Lucunya tidak ada polisi sama sekali yang mengatur kemacetan ini.
Banjir lebih besar juga terjadi di Jalan Tukad Petanu. Ini lebih parah. Hampir sepanjang jalan yang menghubungkan Jalan Tukad Pakerisan dan Jalan Kerta Dalem ini airnya masuk ke jalan sampai setinggi lutut. Saking tingginya air, motorku sempat mati ketika di tengah jalan.
Air yang meluber itu juga bikin sekolah playgroup dan TK di Jalan Tukad Petanu libur. Beberapa orang yang sudah mengantar anaknya terpaksa kembali. Seorang bapak di depan sekolah itu terendam sampai pinggang.
Perumahan di sekitar Jalan Kerta Dalem juga mengalami hal yang sami mawon. Beberapa orang berjalan di air dengan tubuh terendam sampai dada. “Kemarin malah sampai leher,” kata Kadek Sulastama, penjaga di kantor.
Minggu kemarin, kata Kadek, memang ada banjir lebih besar. Makanya sampai ada tenda darurat untuk tempat warga mengungsi. Beberapa calon anggota legislatif juga nyumbang bantuan pada korban banjir. Mumpung ada kesempatan.
Sungai di sepanjang jalan yang biasanya miskin air juga kebanjiran sampai meluap. Dalamnya mungkin sampai 2 meter.
Sawah-sawah juga tergenang. Padahal padinya baru saja ditanam. Kasihan juga petaninya.
Melihat air di sungai yang meluap dan sawah yang tergenang, aku jadi mikir, “Kok serasa tinggal di Amsterdam ya.” Soale Denpasar kan tingginya sekitar 75 meter di atas permukaan laut, tapi kok sama saja dengan kota di bawah permukaan air laut.
Apalagi pas aku lihat di sawah yang tergenang. Sawah luas itu jadi mirip danau dengan bayangan Gunung Agung nun jauh di sana juga terlihat.
Mungkin kini saatnya Denpasar, atau Bali, melirik pariwisata banjir. Biar banjir juga bisa jadi berkah. Hehe..
January 12, 2009
“….Lucunya tidak ada polisi sama sekali yang mengatur kemacetan ini.”
Om, mungkin Pak Pol lagi kebingungan juga karena rumah mereka gak luput dari banjir…
NB : Tak pikir mo dibikin tulisan buat publish di media cetak. ugh, saya udah was-was aja bawaannya. 🙂
January 12, 2009
kapan sih banjirnya???
kok aku ga tau…? pagi-pagi keluar RS beli koran, beritanya banjir mulu….
jadi bingung, dimana dan kapan…
hhmmm dasar emang manusia gua, jadi ga tau apa-apa gini…
January 13, 2009
Sorry, baca judul posting ta kirain tentang kuliner. Membahas amsterdam bakery. kekekek
*ini gara2 baca posting sambil laper
January 13, 2009
lagi nyari info tentang amsterdam eh malah nyasarnya ke sini. Denpasar lagi denpasar lagi….
Cuaca Denpasar yang moody!
January 16, 2009
wah wah wah,
kalau dulu waktu kuliah di SBY, setiap banjir saya selalu bilang ke temen kampus, di daerah saya tidak ada yg namanya banjir.. skg tidak lagi.
January 17, 2009
kertadalem dan sekitarnya parah..saya mengalaminya 😉
January 17, 2009
@wira,
Bener, daerah di Sby yang dulunya nggak keserang banjir, sekarang jadi banjir. Gimana 10 tahun lagi yaaa…
Ternyata dimana2 banjir, banjir lagi, banjir lagi…
January 21, 2009
Hihihi… Mas Anton bisa aja. Setelah membaca dua paragraf terakhir, lalu kembali ke atas melihat fotonya, memang tampak indah ya… 😀
Salam.
January 28, 2009
Turut berdo’a semoga Denpasar menjadi Kota yang Asri dan Damai…..!!!!!!!
January 28, 2009
Wah jadi inget, karena kejadiaanya beberapa jam sebelum ke airport. Lumayan capek juga di jalan karena dari Umalas ke Centro memakan waktu 2 jam 🙁 . Masalahnya jalan yang biasa di lalui sama sopir jadi tertutup, di sana-sini. memakai alternatives pun susah karena Polisi juga tidak memberikan informasi yang berarti.
Kalau yang di pusat kota Denpasar saya tidak tahu, hanya wilayah Kuta saja, karena kebetulan tinggal di daerah tersebut
January 30, 2009
hehe, rupanya bli pande kadung parno sama media cetak. 😀
January 30, 2009
dasar kamu pacaran melulu. makanya banjir aja gak tau. :p
January 30, 2009
hehe, dari perut turun ke otak..
January 30, 2009
hehe, di denpasar ada kok amsterdam bakery. 😀
January 30, 2009
hehe, waktu memang terus berubah, pak. bukan lebih baik, tapi sebaliknya: makin buruk. 😀
January 30, 2009
tp kan jd bisa gendong yayang. ya toh? 😀
January 30, 2009
lamongan pasti lebih parah dibanding semuanya. 🙁
January 30, 2009
maka mari berdoa semoga denpasar akan rajin kebanjiran. biar kita gak usah jauh2 ke amsterdam atau venecia. 😀
January 30, 2009
dan bebas banjir. maksudnya kapan saja bisa kebanjiran. 😀
January 30, 2009
denger2 kuta masuk wilayah yg parah juga kena banjir. atau mungkin mmg tidak ada tempat yg bebas dr banjir. 🙁