Belajar Islam Saat Odalan

17 , , , , Permalink 0

Sembahyang saat Odalan di Bali

Menjadi menantu orang Hindu Bali membuat saya juga harus bertoleransi pada upacara-upacara yang diadakan keluarga. Bukan hanya keluarga kecil seperti mertua atau saudara ipar tapi juga keluarga besar. Salah satu ciri khas Bali kan karena kuatnya ikatan di antara keluarga besar terutama saat upacara agama.

Saya tidak terlalu sering ikut upacara seperti pawiwahan (pernikahan), mepandes (potong gigi), atau odalan (perayaan enam bulanan pura keluarga atau desa). Biasanya sih alasannya karena sok sibuk atau karena memang agak malas juga. Bayangkan saja kalau odalan itu diadakan tiap enam bulan sekali di masing-masing keluarga. Kalau ada enam saudara yang mengadakan odalan, berarti bisa tiap bulan saya ikut upcara.

Continue Reading…

Muslim village, Balinese culture

0 , , , , Permalink 0

Anton Muhajir, Contributor, Buleleng | Thu, 09/25/2008 1:07 PM | Surfing Bali

Night descended slowly on Pegayaman, a village nestled in a hilly region in the southern part of Buleleng. The quiet ambience was gradually filled with the noise of people getting ready to break their fast.

Groups of children walked along the village’s dusty main road. In their hands were plastic bags filled with cakes and fruits. They chatted animatedly as they delivered the plastic bags to the homes of their relatives and neighbors.

Continue Reading…

'Nyenggol' tradition enlivens Ramadhan at Pegayaman

5 , , , , Permalink 0

Anton Muhajir, Contributor, Buleleng | Sat, 09/20/2008 11:36 AM | Bali

After breaking fast and conducting evening prayer, Nyoman Alvin Gautama, 7, and his sister Made Eva Nadya, 12, hurriedly left their house, carrying with them their precious merchandise.

It was a large sheet of white paper upon which the two kids had fastened various candies, crackers, sachets of instant powdered drinks — things that children would love to get their hands on.

Continue Reading…

Nikmat Berbuka Bersama Nengah Panji Islam

12 , , , , Permalink 0

Suara lonceng dipukul itu menandakan waktu berbuka telah tiba. Agak telat, sih. Jam di telepon genggamku sudah 18.22 Wita. Padahal waktu berbuka di Buleleng, setahuku 18.19 Wita.

Lalu minuman penutup puasa segera tiba. Lima gelas es untuk kami berlima. Aku, Bani, Bunda, Joker, dan Ervi. Di antara kami berlima, hanya aku yang puasa. Tapi, tanpa wajah berdosa, empat lainnya menghabiskan minuman segar itu juga. Hehe..

Continue Reading…