Sebelum berangkat ke Flores, banyak teman di kantor tempatku kerja part time yang sudah mengingatkan beberapa hal. Misalnya jalan yang berkelok-kelok dari ujung ke ujung, panas di satu daerah namun dingin di bagian lain, juga ancaman malaria. Maka, secara psikologis aku sudah sadar dengan semua kondisi itu meski tidak siap-siap amat.
Namun, aku benar-benar tidak siap dengan hilangnya sinyal provider yang ku pakai, Pro XL, di Flores. Kehilangan sinyal membuatku seperti kehilangan akal sehat. Aku begitu cemas dan khawatir. Mungkin aku berlebihan. Tapi kehilangan sinyal telepon memang benar-benar membuatku tidak tenang selama sore itu.
Kekhawatiran itu muncul ketika aku mikir Bani, anakku. Ini bukan pertama kali aku meninggalkan Bani. Namun ini pertama kali aku dan istri meninggalkan dia secara bersama-sama. Lode, istriku, pergi ke Thailand pada 18-23 Januari ketika aku juga di Flores. Bani di rumah di Denpasar sama mbah dan tantenya, Tumik. Meski begitu, tetap saja aku khawatir.
Tanpa sinyal di ponsel, aku jelas tidak bisa berkirim kabar atau tanya tentang kondisi Bani. Aku juga khawatir Lode akan cemas tentang aku karena tidak bisa menguhubungi aku. Selain itu, tanpa telepon, aku juga khawatir akan susah berkomunikasi dengan teman-teman LSM lokal yang akan aku kunjungi selama di Flores.
Maka, hal pertama yang aku lakukan usai check in di hotel adalah mencari kartu telepon baru. Aku beli kartu As, milik Telkomsel, satu-satunya provider yang sinyalnya ada dan penuh selama di Flores. Uniknya, meski di Flores, kartu teleponnya masuk wilayah Bali.
Setelah menghubungi Tumik, adikku yang menjaga Bani, dan mengabarkan semua baik-baik saja aku baru merasa tenang. Apalagi mendengar suara Bani lagi teriak-teriak di ujung telepon sana. Kekhawatiranku hilang.
Aku pun bisa menikmati senja di Labuan Bajo dengan leluasa. Petang itu aku dan Jelle pilih jalan ke Pelabuhan Labuan Bajo menikmati matahari tenggelam. Sayangnya di ufuk banyak mendung. Jadi mataharinya tidak terlalu asik dinikmati. Tapi merahnya langit tetap keren banget.
Perahu-perahu yang berlabuh membentuk siluet petang itu. Ada perahu penangkap ikan, perahu angkutan, juga jukung kecil untuk menyeberang ke pulau Komodo yang terlihat dari Labuan Bajo. Siluet, bagiku, adalah objek paling menarik untuk difoto. Entahlah. Mungkin karena ada terang di balik gelap siluet itu. Ada energi yang tersembunyi di balik warna hitam siluet. Siluet juga seperti menyimpan misteri, enigma.
Berbekal Canon poket punya kantor aku menyimpan semuanya jadi gambar-gambar digital. Dua pria berpelukan mesra di atas besi pengikat tambang. Seorang laki-laki asik menunggu umpan pancingnya dimakan ikan. Anak buah kapal duduk bersantai di atas geladak.
Angin petang bertiup kencang. Aku mencium asin bau laut. Menghirupnya dalam-dalam. Mengingat emak yang sepanjang hidupnya bergelut dengan garam. Bau garam itu masih tercium hingga malam ketika kami kembali ke hotel.Labuan Bajo kota kecil di tepi pantai barat Flores. Kami menginap di hotel Gardena yang persis menghadap ke pantai. Hotel ini lebih tepat disebut cottages. Sebab dia terdiri dari kamar-kamar yang terpisah satu sama lain. Tidak menyatu di satu bangunan. Kamar 216, tempatku menginap, ada di bagian atas dari lereng bukit di tepi pantai itu. Dari depan kamar aku bisa menikmati pantai di bawah sana.
Pemandangan dari depan kamar hotel yang per malamnya antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000 ini asik. Kawasan ini bentuknya mirip teluk. Laut masuk ke daratan dikepung puluhan bukit. Biru air laut terasa kontras dengan hijau bukit-bukit itu. Pulau-pulau kecil bertebaran di teluk itu. Satu di antaranya adalah Pulau Komodo dengan reptil raksasa bernama komodo itu. Karena itu, banyak turis mancanegara mampir ke Flores untuk ke Komodo. Tapi sebagian besar memang tamu limpahan dari Bali.
Sayangnya, meski banyak turis asing, fasilitas hotel di Labuan Bajo belum siap dengan fasilitas untuk mereka. Di Gardena, sebagai contoh, toiletnya masih jongkok, tidak duduk. Kalau aku yang biasa e’ek di cangkruk, toilet umum terbuat dari kayu yang biasa ada di kali kampung, mungkin toilet jongkok itu sudah bagus. Lha bagaimana dengan bule? Parahnya lagi, tisu toilet dan handuk pun tidak tersedia. Kita harus memintanya ke staf hotel terlebih dulu baru dua benda penting ini datang. Shower pun tidak ada. Hanya bak mandi dari keramik. Jadi jelas tidak cocok bagi bule. Ini kalau aku mikir dari sudut pandang sebagai turis. Tapi hotel berdinding anyaman bambu itu toh sudah lebih dari cukup bagiku.
Dekatnya hotel dengan teluk pun bisa jadi simalakama. Sebab suara mesin kapal tempel di pelabuhan terdengar hingga kamar ketika aku sudah sangat ingin menutup mata. Maka, tidurku pun terganggu suara mesin kapal tempel yang terdengar sepanjang malam.
Namun suara kapal tempel itu tidak apa-apa dibanding buruknya peristiwa yang aku alami malam itu. Penjaga hotel sudah berpesan agar aku berhati-hati. Aku tidur sendiri di kamar. Jadi harus lebih waspada. Menjelang tidur, aku sudah menutup semua pintu dan menguncinya dari dalam. Namun, pada tengah malam sekitar pukul 12, ketika aku sedang terlelap, aku merasa ada seseorang yang menarik selimutku. Aku berteriak. Tapi suaraku tidak keluar. Nafasku tersengal-sengal. Jantungku berdegup sangat kencang..
February 2, 2008
*nunggu kelanjutan ceritanya dengan tegang*
wah…jangan2 ada lady escort dateng tuh 😛
February 2, 2008
apakah yang akan terjadi selanjutnya?
kita nantikan saja episode selanjutnya….
February 2, 2008
memang sinyal XL blom masuk wilayah indonesia bagian timur sejak 2 taun lalu (ternyata sampe sekarang toh :), aku sempet ngalamin waktu ke maumere dan kalabahi (daerah NTT sono, yg perjalanan lautnya sktr 2 jam dari maumere)..provider yg merajai disana adalah telkomsel.
btw…mang ada lady escortnya :d
February 2, 2008
Wah, bikin tegang nih bli Anton,..kira-kira siapa yang datang ya…? Tapi yang lebih penting ,akhirnya sudah selamat sampai tujuan dan kini mempersiapkan launching BBC…he.he!
February 2, 2008
jadi kepengen ke sana 🙂
keamanannya gimana pak ?
February 3, 2008
@ viar: bukan lady escort, tp hantu escort. :))
@ eka: ada iklan dulu. abis itu br lanjut.
@ kojaque: ya, tuh. bilangnya aja jangkauan luas. trnyata di flores sama sekali blank. dasar!
@ artana: yg datang adalah……….. bli artana! 😀
@ brokencode: keamanan ok, ndan. premannya ke jakarta semua soale. di manggarai jakarta sana. 😀
February 29, 2008
parah..!!!
Jelek-Jelek gitu kampung gw ndiri uy :((
February 29, 2008
@ jimmy: makanya balik kampung, jim. bikin kampung kelahiranmu jd tempat yg asik. *sambil mikir kenapa aku kok tidak mudik saja. hehe*