Setelah seminggu ini membaca, menelaah, mencari referensi, dan seterusnya, akhirnya aku bisa juga nulis soal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). *Mimih serius sajan noq*. Kemarin sempat mau langsung bikin tulisan soal UU yang disahkan DPR seminggu lalu tersebut. Waktu itu sih pendekatannya soal pornografi. Tapi waktu itu aku belum baca detail UU tersebut dan lebih banyak dapat dari media. Takut aja sih tidak kuat argumennya. Juga khawatir lebih banyak asumsi berdasarkan berita di media.
Dan, setelah kubaca berulang-ulang tiap pagi pas baru bangun di saat otak masih segar, aku mulai bisa menganalisisnya secara tajam dan terpercaya. Hahaha..
Pertama soal apresiasi atas lahirnya UU ini. Setelah sekian lama dikritik banyak pihak sebagai negara yang tidak terlalu peduli pada kemajuan teknologi informasi (TI) karena tidak punya UU tentang TI, akhirnya Indonesia punya juga aturan ini. Jadi, meski masih sebatas UU, belum ada peraturan pemerintah dan penjelasan teknis lainnya, UU itu membuktikan bahwa pemerintah mulai peduli soal ini. Meskipun masih penuh catatan di sana sini, UU ini perlu diapresiasi.
Materi UU ini secara keseluruhan bagus. Isinya ternyata tidak hanya melulu mengatur tentang pornografi. Hal yang mengatur soal situs porno hanya nongol satu kali di Pasal 27 ayat (1). Itu pun tidak spesifik pornografi. Hanya larangan untuk mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau data elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
*Huh, bahasa hukum memang terlalu njlimet dan bertele-tele*
Larangan soal situs melanggar kesusilaan itu satu pasal dengan larangan soal perjudian, pencemaran nama baik, dan pemerasan dan atau pengancaman. Makanya aku heran juga kenapa media lebih menyoroti soal ponrografinya ya?
Padahal UU ITE tidak melulu soal esek-esek dan lendir. Dia mengatur hal-hal lain di luar masalah internet. Dan bagiku ada bagusnya. Contoh kecilku padaku sih begini. Jumat pekan lalu, kartu ATM-ku tertelan mesin ATM BNI di Jalan Veteran. Sebelum adanya UU ITE ini, aku mikir bagaimana kalau ternyata kartuku rusak, tidak diganti, atau bahkan duit tabunganku hilang semua? Tapi, aha, sekarang sudah ada aturan soal itu. Pasal 21 ayat (3) menyebutkan bahwa kalau terjadi kerugian transaksi eletronik akibat rusaknya alat milik agen elektronik (dalam hal ini BNI), maka kerugian akan ditanggung penyelenggara agen elektronik. Jadi, aku nanti bisa minta ganti kalau ternyata duitnya hilang semua. Enak, enak, enak..
Bagian bagusnya UU sudah. Sekarang gantian soal beberapa catatan. Nanti terakhir baru soal gugatan. *Mimih!*
Beberapa yang hal perlu dipertanyakan dari UU ITE ini adalah soal pencemaran nama baik, urusan kesusilaan, dan tanggung jawab negara. Ehm, beraaaat..
Pertama, soal penggunaan informasi menyangkut data pribadi seseorang ternyata harus meminta izin orang lain tersebut. Waduh, ini aneh juga ya. Apa ya maksudnya? Dengan otak terbatas, aku tetap tidak bisa memahaminya. Tapi sebatas yang aku pahami begini. Jika aku ingin menulis tentang seseorang, maka aku harus mendapat izin dari orang lain tersebut. Lah, bagaimana kalau aku menulis di blog bahwa semalam aku mimpi makan serombotan bareng Luna Maya? Kalau aku nulis data pribadi yang sudah umum, masak aku harus minta izin Luna Maya dulu?
Hmm, mungkin Dek Didi atau Heru, yang ahli hukum bisa menjelaskan pasal ini.
Kedua, soal larangan kesusilaan alias pornografi. Hmm, lagi-lagi negara mengurus soal beginian. Aku masuk orang yang percaya bahwa soal seks, seperti halnya agama, tidak usah diurus oleh negara. Biarkan tiap orang mengurus ini masing-masing. Makin sedikit peran negara akan makin membuat kita dewasa soal ini. Lagian apa negara ini kurang kerjaan.
Sekadar referensi.
Jika kita mencari dengan kata kunci “sex” di Google, akan muncul 662.000.000 situs, 568.881 video, 157.000.000 gambar, dan 111.057.569 blog. Maka dapatlah terbayang bagaimana upaya untuk menyaring informasi dari sekian banyak sumber tersebut. Apalagi jika harus memilah antara informasi “seks” yang layak untuk keperluan pendidikan, kesehatan, ilmu bercinta, ataupun sekadar sebagai pemuas berahi belaka. [Sumber: Kompas (31/3/08]
Maka, polisi, Depkominfo, dan seterusnya hanya akan sibuk menelusuri tiap situs, blog, atau semua data elektronik (termasuk email) yg menggunakan kata seks. Ah, kurang kerjaan amat. Mending nangkap sang “pakar” telematika yang sok tahu itu. Lebih gampang. 😀 *Ups, bisa ditangkap nih aku. Hihihi*
Btw, ini UU mengatur kesusilaan. Tapi kok namanya jorok. Untung hanya ITE, tanpa L. Kalau isi L bisa jorok banget.
Ketiga, soal tanggung jawab negara. Seperti biasa, UU selalu saja lebih banyak mengatur warga negara, bukan negaranya. UU ini pun demikian. Jarang banget pasal yang mengatur sejauh mana tanggung jawab negara untuk mencerdaskan masyarakat pengguna TI.
Oke, bagian terakhir adalah soal ancaman UU ITE. Tapi, aduh, sudah sore nok. Sudah pukul 5 pas nulis soal ini. Besok saja dilancut soal ancaman UU ITE untuk blogger. Sekarang cao dulu.
Leave a Reply