Obrolan dengan seorang teman lewat linimasa mengingatkanku pada zaman kuliah.
Saat itu, sebagian dosen suka sinis padaku gara-gara berpakaianku. Ada yang suka nyentil-nyentil tapi ada pula yang sampai ngomong sangat jelas, “Kalau mau ikut kelas saya, tolong jangan pakai sandal ya.”
Aku paling sebal sama dosen semacam ini. Bagi mereka, mahasiswa itu harus rapi dengan kemeja, celana kain, dan sepatu. Maka, mahasiswa semacam aku dengan celana jins, kaos oblong, dan sandal gunung tak layak masuk kelasnya. Memuakkan!
Sebagian dosen ada yang saklek. Kaku. Dia benar-benar melarang mahasiswa bersandal ikut kuliahnya. Namun, sebagian dosen juga amat terbuka. Membiarkan saja mahasiswa tampil sesukanya selama masih dalam tahap wajar.
Tapi, obrolan dengan teman itu juga kembali mengingatkan, betapa dunia kampus yang seharusnya dinamis dan terbuka itu juga masih terkungkung pada pikiran sempit tentang cara orang berpakaian.
Ada sebagian fakultas yang mengharuskan mahasiswanya berpakaian benar-benar rapi jali. Tak boleh ada kaos oblong, celana jeans, dan sandal jepit. Mahasiswa harus berpakaian rapi dengan kemeja, celana kain, dan sepatu. Khusus cewek tak boleh pakai celana. Harus rok.
Alamak! Bagiku ini hal amat aneh. Mahasiswa itu tak lagi anak-anak, serupa TK, SD, atau SMA. Kalau zaman anak-anak ini sih boleh saja pakai seragam meski aku juga kurang setuju. Cuma, ini sudah mahasiswa, sudah pada biasa berpikir berbeda. Masak sih urusan pakaian juga mesti harus diatur-atur.
Tak hanya di kampus. Di banyak tempat dan pikiran orang lain pun begitu. Seolah-olah yang berpakaian rapi jali itu lebih baik atau bahkan lebih terhormat dibandingkan dengan mereka yang berpakaian santai.
Padahal jelas keliru. Bagiku, mereka yang bekerja dalam seragam menunjukkan keseragaman cara berpikirnya. Lihatlah PNS, tentara, anggota DPR. Tak ada pilihan lain bagi mereka selain ikut dan tunduk pada aturan.
Sebaliknya, bagi para pekerja dunia kreatif di mana pikiran serasa tanpa batas, maka pakaian santai ini justru mendukung kreativitas mereka. Setidaknya itu bagiku. Bawaannya malah tak nyaman dan tak percaya diri kalau pakai baju rapi jali.
Jadi, berikanlah kebebasan pada siapa saja, termasuk mahasiswa, untuk berpakaian sesuai keinginan mereka. Daripada tidak berpakaian sama sekali bukan? 🙂
October 29, 2011
Barangkali seperti pepatah, dimana bumi dipijak maka disitu langit dijunjung.
Barangkali pihak kampus menjaga image dari pengamatan masyarakat sekitar,
barangkali para pembuat keputusan lupa sama pepatah tadi, lalu terlarut dengan kebiasaan..
Seperti di film Naga Bonar jadi 2.
October 29, 2011
PNS di BKPM RI ndak berseragam lho (walaupun ada wacana untuk membuat seragam untuk dipakai setiap hari Senin,, hmmm,, males banget) ! Tapi memang harus berpakaian rapi, sebab kalau ndak rapi, yang komplain masyarakat juga.
October 31, 2011
aha, ini menyangkut dosen, jadi pengen ikut komen..
Saya kebetulan mengajar di dua kampus yaitu STP Nusa Dua Bali dan Stikom Bali (dosen luar).
Di Stikom Bali, di awal kuliah saya selalu menekankan bahwa urusan pakaian itu urusan mahasiswa dengan kampus, bukan dengan saya sebagai dosen. Jadi mau pakai pakaian apapun saya persilahkan masuk kelas. Masalah keterlambatan pun seperti itu, mau terlambat berapa lama pun terserah, asalkan tidak mengganggu saya dan mahasiswa lain yang sedang belajar.
Di STP Nusa Dua Bali pun prinsipnya saya hampir saya, cuma karena disini mahasiswa menggunakan seragam jadi tidak ada yang bisa berpakaian selain pakai seragam itu.
November 2, 2011
Wah ngeliat gambar di postingan bli anton saya langsung ngakak…ngakak sengakaknya..jadi inget waktu kuliah dulu….^^
November 2, 2011
eh, emang cuma PNS, tentara, dan anggota DPR ya, yang harus rapi jali? kayanya banyak juga kantor swasta yang harus berpakaian seragam, misalnya bank. kalaupun tak seragam tetap harus rapi jali dan bersepatu.
mau kerja di tempat yang seragaman atau yang preman? ya itu pilihan. konsekuensinya yang ditanggung masing-masing. semua orang punya rasa nyaman yang berbeda.
mahasiswa mungkin memang bukan anak TK atau SD atau SMA. mereka dibebaskan karena (dianggap) sudah mengerti kepantasan tanpa harus dipaksakan dalam bentuk aturan. buatku, kaos oblong sih oke aja, aku juga sering pakai dulu. tapi kalau sandal… entahlah.