Akhirnya bisa juga posting. Udah sejam buka2 blogspot ga bisa2 juga. Syukurlah akhirnya bisa.
Minggu2 ini melelahkan secara fisik+psikis. Minggu lalu liputan keluar Denpasar terus: Karangasem, Klungkung, Negara. Lumayan jauh2 lagi. Udah gitu liputan belum kelar tapi udah ada tugas lagi, dan kerjaan lain. Di rumah, ngurus istri hamil juga jadi beban pikiran meski ga berat2 amat. Tapi ya tetep aja kepikiran.
Lalu sekarang buka milis pantau-komunitas@yahoogroups.com. Salah satu yang menarik bagiku adalah posting dari Fauzan Al-Anshari, orang Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Dia posting somasi terhadap penolakan Bali pada Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Poinnya antara lain: bahwa alasan pariwisata sebagai penolakan pada RUU APP adalah hal yang naif, secara substansial pakaian adat Bali juga sudah menutup aurat sehingga tak bertentangan dg isi RUU APP, dan ancaman Bali memisahkan diri dari Indonesia kalau RUU ditetapkan merupakan bentuk tirani minoritas dan arogansi bernuansa SARA.
Karena itu, MMI mendesak pemerintah untuk menindak ancaman memisahkan diri itu. Dan kalau TNI tidak bisa, maka MMI yang akan melakukan.
Hmmm, baca milis itu bener2 bikin aku makin gundah. Ada marah, kecewa, malu, campur takut. MMI, dengan embel2 mujahidin itu, seolah-olah mewakili umat Islam. Atau kalaupun mereka tidak mengklaim mewakili umat Islam, orang akan tetap melihat bahwa mereka membawa nama agama itu. Aku marah -dan hanya menahan di dada- karena agama itu dibawa-bawa oleh mereka seolah-olah mereka yang paling berhak. Malu karena masih saja ada orang seperti itu yang sibuk mengancam -dan nuansanya sangat kekerasan- demi menang kalah. Kecewa karena ormas2 moderat spt NU dan Muhammadiyah juga diam. Takut karena somasi itu hanya makin menyulut antipati dan kecurigaan.
Ayolah, Pak Ustadz. Umat kita ini sudah terlalu jauh ketinggalan dengan saudara-saudara kita umat lain karena umat kita lebih sibuk ngurus akhirat. Ustadz-ustadz hanya sibuk berkhotbah bagaimana kita berhubungan dengan syariat, Tuhan, surga, dst sampe lupa kalau mereka juga butuh makan -dan itu harus impor dari Vietnam-, bahwa mereka juga butuh komputer -dan itu tergantung Microsoft-, dst. Atau kalau mau yang kecil2, kenapa kita tidak peduli pada anak2 jalanan di Jakarta. Silakan tanya agama mereka, aku yakin banyakan muslim. Ya, memang tidak perlu bawa2 agama utk soal beginian, tapi kalau orang lain juga bawa2 agama untuk aturan ttg menutup tubuh dst ya knp tidak dilakukan pd masalah anak jalanan itu.
MMI, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir, dst hanya makin menambah kelam wajah Islam. Tak ada dialog, tak ada negosiasi, tak ada toleransi.
Mikir kaya gini kadang aku pengen juga bikin organisasi tandingan, alernatif, atau apalah yang bawa nama Islam tapi lebih rasional. Gak hanya melulu bawa pedang dan parang. But, kalau bikin gitu (lagi), aku merasa kembali ke masa lalu. Sibuk ngurusi masalah dengan bendera agama, yang malah membatasi itu..
Leave a Reply