Saya sering geregetan kalau baca siaran pers dari LSM.
Berdasarkan pengalaman saya, organisasi non-pemerintah memiliki informasi-informasi sangat menarik dan layak masuk media. Namun, sebagian besar belum bisa menuliskannya dengan baik dalam siaran pers.
Masih banyak organisasi non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) kurang mampu menyampaikan cerita-cerita keberhasilan ataupun program mereka ke publik secara lebih luas. Salah satunya karena mereka masih lemah dalam membuat siaran pers.
Tentu saja ini tak bisa dipukul rata untuk semua LSM, baik di Bali maupun di luar Bali. Namun, pengalaman saya setidaknya begitu. Siaran pers dari LSM masih sering kali kurang siap terbit alias press klaar.
Ada dua penyebab yang saya lihat.
Pertama, kurangnya kemampuan mengangkat nilai berita. Ini hal yang lebih bersifat mendasar. Kedua, kurangnya kemampuan teknis dalam menulis dan menyebarluaskan informasi.
Karena itulah, para pengelola LSM sudah selayaknya mulai lebih serius untuk membuat siaran pers.
Catatan ini hanya sekadar masukan berdasarkan pengalaman saya pribadi sebagai jurnalis, bukan praktisi hubungan dengan media (media relation) atau staf hubungan masyarakat (humas). Agar lebih mudah memahami, saya membaginya dalam tiga tahap penting yaitu persiapan, pembuatan, dan pemantauan.
PERSIAPAN merupakan proses penting sebelum membuat siaran pers. Ada tiga hal penting yang sebaiknya kita lakukan.
Pertama, kenali (karakter) media. Tiap media memiliki karakter dan politik redaksi berbeda-beda. Tergantung dari jenis media, pemilik media, atau target pembacanya. Koran harian tentu berbeda jenis beritanya dengan majalah mingguan. Televisi tentu beda gaya beritanya dengan media dalam jaringan. Dan seterusnya.
Dengan mengenal karakter media, kita bisa lebih menyiapkan materi siaran pers dan bagaimana menyampaikannya.
Kedua, bangunlah relasi dengan media dan atau wartawannya. Dengan demikian kita akan lebih mudah untuk berhubungan termasuk mengundang dalam jumpa pers atau mengirimkan siaran pers. Ajaklah sesekali bertemu dalam suasana santai. Tidak usah formal dan harus membuat berita. Cukup dengan ngobrol untuk memberikan informasi atau latar belakang isu tertentu. Media dan wartawannya pasti senang.
Ketiga, simpanlah kontak wartawannya. Nama, no telepon, email, akun media sosial, dan media-media komunikasi lain akan sangat berguna. Jadi, kita bisa mudah ketika akan mengirimkan siaran pers.
PENULISAN ibarat proses memasak. Cara memasak, bahan yang digunakan, dan bagaimana dia disajikan amat mempengaruhi enak tidaknya sebuah siaran pers. Langkah-langkah berikut bisa jadi panduan bagaimana menulis siaran pers.
Pertama, temukan nilai berita. Dalam jurnalisme, fakta adalah suci. Tak bisa direkayasa sama sekali. Namun, tidak semua fakta bisa layak jadi berita. Ada yang disebut nilai berita, seperti besarnya dampak, ketokohan, aktualitas, human interest, konflik, dan lain-lain.
Carilah nilai berita apa yang ingin kita sampaikan. Berdasarkan pengalaman saya bergaul dengan teman-teman LSM, nilai berita yang kuat adalah human interest dan aktualitas. Cari dan eksplorasilah dua nilai berita ini.
Kedua, buatlah agar aktual. Caranya dengan mencari cantolan berita atau news peg. Misalnya dengan peringatan hari tertentu sesuai bidang pekerjaan kita masing-masing. Katakanlah Hari Tani Indonesia tiap 19 September tentu pas kalau kita bericara tentang isu pertanian. Hari AIDS Internasional untuk berbicara tentang isu AIDS.
Selain mencari cantolan dengan hari tertentu, bisa juga dengan melaksanakan kegiatan atau merespon isu aktual. Contoh, merespon maraknya toko oleh-oleh khas Bali untuk membuat siaran pers tentang perlunya perlindungan pasar-pasar tradisional seperti Kumbasari dan Sukawati.
Ketiga, mulailah dari yang paling mudah. Hindari penggunaan istilah-istilah melangit di awal tulisan. Jargon-jargon biasanya hanya omong kosong. Saya pribadi lebih suka jika sebuah tulisan dimulai dengan narasi singkat sebuah peristiwa. Lebih renyah dibaca.
Maka, mulailah misalnya dengan siapa melakukan apa, di mana, kenapa dia melakukan itu, dan seterusnya. Tulisan akan terasa lebih hidup karena pembaca lebih bisa membayangkan apa yang sedang terjadi dan kenapa itu terjadi. Catatan pentingnya, masukkanlah narasi yang relevan dengan pesan utama.
Keempat, masukkan pesan utama. Inilah bagian paling penting dari seluruh isi siaran pers. Apa sih yang ingin kita sampaikan? Tak semata narasi di awal tapi juga dilengkapi dengan pesan utama yang ingin kita sampaikan.
Sekadar contoh. Setelah memasukkan narasi tentang petani memasarkan kakao di Jembrana, kita sampaikan pesan utama bahwa pemerintah harus memberikan dukungan modal bagi organisasi petani. Pesan ini sebaiknya ditonjolkan dan dieksplorasi.
Kelima, lengkapi dengan unsur-unsur berita. Ini memang terasa klise, 5W + 1H. Tapi tetap selalu penting melengkapi sebuah siaran pers atau artikel dengan enam unsur ini: apa, siapa, di mana, kapan, kenapa, dan bagaimana.
Jelaskanlah dengan singkat apa peristiwanya, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu, apan peristiwanya, di mana peristiwanya, kenapa peristiwa itu terjadi, dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Siapa tak sekadar nama tapi juga jabatan dan atau kapasitasnya. Begitu pula unsur-unsur lainnya.
Keenam, perluas siaran dengan angka. Sebab, wartawan banyak yang senang dengan data. Jangan berhenti pada sekadar narasi tapi lengkapi dengan data-data ini. Misalnya, berapa jumlah kasus HIV dan AIDS jika kita berbicara tentang peringatan Hari AIDS Internasional, berapa jumlah dan pendapatan petani jika memperingati Hari Petani, dan seterusnya.
Angka dan data akan membuat siaran pers lebih berbicara.
Keenam, hidupkan dengan kutipan. Tak sekadar memasukkan nama profil atau narasumber, sertakan pula pendapat mereka. Buatlah kutipan yang menarik dan personal dari narasumber. “A very wise quote is a spectacular waterfall! When you see it, you feel its power!” kata Mehmet Murat Ildan.
Kalimat kutipan ini sebaiknya singkat dan padat. Saran saya sih tak lebih dari dua kalimat. Jangan lupa, pilih kutipan yang bersifat opini dan personal. Agar lebih berbunyi.
Terakhir, berikan kontak. Tak semua media akan memuat siaran pers kita begitu saja, plek seperti yang kita tulis. Beberapa media, terutama harian dan mingguan, hanya akan menjadikan siaran pers sebagai latar belakang, bukan berita yang akan dimuat langsung. Mereka butuh informasi lebih dari sekadar siaran pers.
Maka, masukkan kontak yang bisa dihubungi jika wartawan ingin bertanya lebih lanjut. Tak hanya kontak staf humas tapi juga narasumber di siaran pers tersebut. Kontaknya bisa berupa nama lengkap, jabatan, no telepon, email, atau saluran komunikasi lainnya.
Jika semua materi sudah dimasukkan dalam siaran pers, maka kirimlah ke media-media target. Hal teknis yang sebaiknya diperhatikan, kirimlah dalam format word agar wartawan lebih mudah menyalin tempel (copy paste), masukkan sebagai attachment, dan sertakan foto dalam format JPG.
PEMANTAUAN dilakukan setelah kita mengirimkan siaran pers. Selain untuk memeriksa media mana saja yang memuat juga untuk memastikan bahwa pesan yang kita ingin sampaikan sudah dimuat dengan benar.
Carilah media apa saja yang memuat. Setelah itu, jangan lupa berkirim pesan terima kasih. Semata untuk mengapresiasi dan menjaga hubungan baik dengan media. Agar besok-besok kalau bikin siaran pers bisa lebih mudah pula untuk dimasukkan. SEKIAN.
Catatan: materi ini disampaikan dalam kelas menulis BaleBengong dengan topik menulis siaran pers untuk LSM di Kumpul Coworking Space pada Minggu, 20 September 2015 kemarin. Foto hanya untuk ilustrasi.
October 22, 2015
Berarti tulisan saya selama ini memang masih tergolong standar jika disandingkan dengan pemaparan diatas. Musti banyak belajar, sayangnya pas kumpul kemarin malah ndak bisa hadir. doh…