Rumah Tulisan

maka, menulislah untuk berbagi, agar ceritamu abadi.

Namanya Saja Penggembira. Jadi ya..

Setelah Republik Mimpi selesai, ribuan orang itu seperti sudah tidak sabar lagi. Mereka segera beranjak dari wantilan DPRD Bali, meski kelompok Krishna Balaram sedang bersiap-siap dengan musiknya.

Sabtu sore itu, sekitar pukul 13.30 Wita, suasana makin hiruk. Aktivis LSM, petani, nelayan, korban lumpur Lapindo, mahasiswa, pelajar, buruh, pemuda, tokoh agama, masyarakat adat, dan banyak lagi. Semuanya tumplek blek di halaman DPRD Bali di daerah Renon.

Sabtu kemarin, ribuan orang berkumpul di Renon. Kami menyuarakan suara alternatif di antara hiruk pikuk UNFCCC di Nusa Dua Bali yang berlangsung sejak 3 hingga 14 Desember nanti. Momen ini memang dibuat sebagai suara berbeda, meski jelas bukan tandingan. Tapi paling tidak banyak orang mau ngumpul di sana. Tidak hanya dari Indonesia, ada juga dari Kolombia, Korea, India, Filipina, Eropa, dan seterusnya.

Sejak pagi ada Rembug Rakyat dan dilanjut dialog parodi Republik Mimpi.

Lalu setelah itu satu per satu ribuan orang itu berbaris di jalan beraspal dan lapangan rumput DPRD Bali. Tidak terlalu rapi. Juga tidak terlalu berantakan. Mereka seperti sudah tidak peduli dengan agenda lain sore itu. Mereka menghimpun diri di tiap kelompok. Semuanya seperti sudah hendak berjalan.

Agung Wardana, aktivis Walhi Bali yang kebagian mengorganisir parade itu sampai harus berteriak-teriak lewat pengeras suara. “Kawan-kawan, mohon sabar. Kita akan berjalan setelah mobil komando. Mohon untuk tetap di barisan organ masing-masing!” teriaknya.

Sekitar 2000 massa itu tidak terlalu peduli dengan teriakan Agung. Mereka masih saja hendak berjalan membawa bendera dan tuntutan organ masing-masing. Beberapa bahkan seperti berebut hendak berada di barisan terdepan. Biasalah. Tiap orang selalu ingin terlihat di depan. Hehehe..

Setelah sekitar 30 menit barisan tidak juga terlalu rapi. Sekitar lima dinamisator parade itu harus hilir mudik mengatur barisan. Nyoman Sri Widhiyanti, koordinator parade itu naik ke mobil pick up tempat membawa salon sekalian mobil komando. Meski berulang kali beteriak mengingatkan massa, suara Aik tetap tenggelam di tengah teriakan massa. “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan! Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!”

Lalu pelan-pelan mobil komando bergerak. Di belakangnya kelompok Krishna Balaram asik masyuk dengan musiknya. Hare Krishna, Hare Rama, Hare Hare. Lalu bleganjur Bali. Berturut-turut ke belakang ada aktivis Friend of the Earth, Walhi, Aliansi Petani, Jubilee South, Greenpeace, Solidaritas Korban Lapindo, orang difable (cacat), dan beragam kelompok sipil lain.

Keluar halaman DPRD Bali, massa bergerak ke depan kantor gubernur Bali lalu keliling Lapangan Renon Denpasar. Sayangnya sih suara teriakannya tidak seragam. Macam-macam. Tapi tuntutannya hampir semua seragam: Climate Justice.

Kelompok perempuan berseru, “No Climate Justice Without Gender Justice!”

Aktivis Friend of the Earth berteriak, World Bank, Hands Off! Climate, Justice!”

Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Aku hanya hilir mudik tidak jelas di antara ribuan massa itu. Kadang di antara para peserta parade, kadang di luar dan foto-foto. Kadang ikut beteriak, kadang bawa air minum. Ya, paling tidak ada di sanalah meski hanya penggembira. Hehehe..

  1. didut Avatar

    ini lg nungguin laporan dr temen yg kmrn ikut walhi ama FOE 😛

  2. wira Avatar

    namanya saja penggembira, jadi harus ikut gembira… lho?

  3. antonemus Avatar

    @ didut: wah, temenmu pasti temenku juga, dong. dia masih di bali? ada kontaknya?

    @ wira: tralala. lala.. 😀

  4. Agung Wardana Avatar

    ton, tulisannya asyik…makasi komandan!

  5. antonemus Avatar

    @ agung: paradenya yg asik, komandante! dan itu karena kamu. hasta la vista ancak ramona. hehe.. btw, apa hasil perang baratayudha di nusa dua?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *