Ini cerita agak basi tapi masih perlu dituliskan lagi.
Tentang upaya Indonesia untuk membangun pemerintah yang lebih terbuka (open government). Begitu pula dalam diskusi Konferensi Open Government Partnership (OGP) di Bali selama empat hari ini.
Konferensi regional Asia Pasifik sendiri diadakan pada 6-7 Mei. Namun, ada sesi untuk masyarakat sipil atau Civil Society Organisation (CSO) selama dua hari sebelum konferensi. Aku kebetulan mengikuti keduanya atas nama Sloka Institute.
Seperti biasa, jika berbicara dengan kawan-kawan dari kawasan regional, kita jadi bisa membandingkan. Dan, menurutku, Indonesia ini memang sudah melangkah serius menuju pemerintahan yang terbuka dibandingkan negara-negara lain di kawasan ini.
Sejak enam tahun silam, Indonesia memiliki komitmen menuju pemerintahan terbuka dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU ini mengubah wajah pemerintah dari serba tertutup sekarang harus serba terbuka.
Dalam praktiknya, upaya-upaya terbuka tersebut juga didukung oleh aksi nyata pemerintah. Contoh sederhana, presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) mengelola media sosial. Lewat media ini, sebagai presiden, SBY bisa berinteraksi langsung dengan warga.
Kemudian warga tak hanya bisa melaporkan atau mengeluhkan pelayanan publik kepada presiden. Kita juga bebas ngomong apa saja soal SBY sebagai presiden. Bayangkan jika kita melakukan hal serupa pada zaman Soeharto. Bisa-bisa kita langsung dipetruskan.
Dalam bentuk lain, sekarang sudah ada media-media yang memudahkan warga untuk mengawasi kinerja pemerintah. Ada, misalnya, aplikasi LAPOR di mana warga bisa dengan mudah melaporkan pelayanan publik. Aplikasi ini bisa lewat Twitter ataupun yang lain.
Iya. Tentu saja masih banyak yang belum beres. Bukan berarti karena SBY sudah aktif di Twitter dan punya banyak follower lalu masalah bisa segera selesai. Bukan berarti setelah ada UU KIP lalu semua menjadi terbuka. Bukan pula berarti setelah ada aplikasi LAPOR lalu semua urusan beres.
Aku cuma berusaha memberikan apresiasi bahwa negara ini sudah berjalan ke arah yang benar dalam urusan keterbukaan. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Indonesia ada di depan dibandingkan negara jiran seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Myanmar, dan seterusnya.
Namun, masih pula banyak pekerjaan rumah agar pemerintah bisa makin terbuka.
Pertama, memastikan bahwa keterbukaan sudah merata. UU KIP saja tidak cukup. Masih banyak lembaga, apalagi di daerah, yang belum sepenuhnya mau membuka informasi kepada warga. Salah satu contoh sederhana adalah DPRD Bali yang hingga saat ini belum memiliki website.
Tentu saja website bukan satu-satunya ukuran. Namun, jika ada website yang dikelola dengan baik, tentu warga lebih mudah mengawasi apa pekerjaan dan hasil kerja para anggota dewan.
Kedua, membuka partisipasi seluas-luasnya. Media sosial masih bersifat elitis. Apalagi Twitter. Karena itu, akan bagus pula kalau warga yang tidak memiliki media sosial dan mengakses internet juga bisa berpartisipasi. Contohnya lewat SMS, seperti yang juga dilakukan SBY.
Aku sih percaya, jika pemerintah makin terbuka lewat berbagai media dengan bentuk masing-masing, maka makin profesional tata kelola negara ini. Makin banyak warga bisa terlibat mengawasi kinerja pemerintah, maka makin bagus pula kerja mereka. Tidak hanya sembunyi-sembunyi yang bikin rentan kolusi dan korupsi.
Leave a Reply