“mikir-mikir lagi kalau mau ke #bali. terlalu banyak mudharatnya.”
Begitu kicauan (tweet) salah seorang pengguna twitter di akunnya sekitar tiga hari lalu. Aku menemukannya di antara ratusan kicauan dengan hash tag #bali. Kicauan itu langsung menggelitik pikiranku soal ironi turis domestik di Bali.
Bagi turis domestik, Kuta masih jadi tujuan favorit jalan-jalan di Bali. Setelah itu baru Sanur, Tanah Lot, Kintamani, dan seterusnya. Banyak tidaknya jumlah pengunjung ini dengan mudah bisa dibandingkan dengan melihat langsung di lokasi.
Di Kuta, kalau pas lagi ramai, turis domestiknya bisa tumplek blek berjejelan di pantai. Tapi, bukannya menikmati indahnya pantai atau asyiknya ombak, turis domestik ini malah asyik melihat-lihat bule berjemur. Jadi, kalau bule menikmati pantai, maka turis domestik menikmati bule.
Ironisnya, bule-bule berjemur itulah yang justru dianggap sebagai hal buruk (mudharat) oleh sebagian turis domestik itu. Lucu jadinya. Mereka ke pantai bukan melihat pasir dan ombak tapi malah melototi bule pakai bikini. Eh, malah kemudian mereka menganggap bule sebagai hal buruk. Aneh..
Pantai Kuta memang tempat turis berjemur. Maka, sangat lumrah kalau banyak bule setengah bugil lagi rebahan di pasir. Mereka jauh-jauh ke Bali ya memang untuk menjemur tubuhnya. Lha, masak di pantai malah mau pakai kerubutan pakai sarung. Hehe..
Berjemur di pantai itu bagian dari menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ke pantai, ya, berjemur dengan pakaian minim. Ke pura, ya, untuk sembahyang dengan pakain adat.
Kelucuan lain, sebagian turis domestik ke Bali ya memang untuk mencari apa yang mereka sebut mudharat itu. Bagi sebagian orang ke Bali justru untuk melepaskan “kekangan” yang mereka alami selama ini.
Ada dua contoh yang aku alami sendiri. Sekitar akhir November dua tahun lalu, beberapa teman datang dari Aceh. Selama di Bali, mereka mengaku benar-benar merasa terbebas dari syariat. Jadi, mereka puas-puasin melihat bule berjemur dan menyambangi satu cafe ke cafe lain.
Cerita lain tak jauh beda. Teman adikku yang sehari-hari berjilbab tiba-tiba buka jilbab pas sampai Bali. Mereka pakai hot pant ke mana-mana selama di Bali. Aneh..
Menurutku, bisa jadi mereka memang butuh pelampiasan dari apa yang selama ini mereka lakukan. Tapi, itu bukan “dosa” Bali, Sodara-sodara. Itu salah Anda sendiri. Jadi, tidak usah menganggap itu sebagai sebuah hal buruk lalu “menyalahkan” Bali sementara Anda sendiri diam-diam menikmatinya.
Lagian, Bali bukan hanya Kuta. Kalau memang tak mau melihat bule berjemur, silakan ke tempat-tempat lain yang bejibun jumlahnya. Ada Bedugul dengan pesona tiga danaunya. Ada Taman Ujung dan Tirtagangga dengan kekayaan arsitektur air Bali sejak dulu. Ada Kintamani dengan gunung dan danau baturnya.
Bali punya banyak tempat menarik untuk dikunjungi tanpa harus membuat Anda merasa diri telah berdosa setelah menikmatinya.
Leave a Reply