Biasanya pantai Kuta Bali cuma dipenuhi peselancar, turis berjemur atau jalan-jalan, serta penjual souvenir. Namun, pada 24 September -3 Oktober lalu suasana pantai indah itu berbeda. Umbul-umbul menghias sepanjang bibir pantai. Di salah satu bagian pantai juga ada ramp dan panggung gede. Ada apa gerangan?
Oalah, ternyata selama sepuluh hari tersebut digelar Kuta Karnival. Kuta pun jauh lebih rame dibanding hari lain. Tidak hanya aktivitas pariwisata sebagaimana biasa. Di sana ada juga konser musik, lomba surfing, skateboard, cheerlader, fashion show, parade, dan beragam acara lainnya. Seluruh kegiatan berpusat di Half Way Point, salah satu titik di pantai Kuta yang biasa dipake surfing.
Di tempat tersebut ada gardu pengawas untuk lomba surfing. Ada pula panggung sekitar 15×10 meter persegi di pantai dan ramp (tempat main skate) di depan panggung. Di sekeliling gardu, panggung, dan ramp ini juga ada beberapa stand menjual makanan dan minuman, pakaian, ataupun produk lain. Jadi, selama kita main di tempat tersebut dijamin enggak bakal kelaperan. Biar nggak terlalu panas, panitia juga menyediakan beberapa tenda.
Bermula dari Bom Bali
Kuta Karnival tahun ini bertema Tri Hita Karana, yaitu ajaran dalam agama Hindu yang berarti hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia, dan alam. Menurut Made Suparta Karang, Ketua Panitia Kuta Karnival, acara ini dilaksanakan untuk memulihkan citra Bali setelah terjadi bom Bali 12 Oktober dua tahun lalu. Maklum, setelah bom yang menewaskan 202 orang tersebut, turis asing sedikit yang ke Bali. Selain karena takut pada terjadi bom juga karena adanya peringatan (travel warning) maupun larangan (travel ban) pergi ke Indonesia. Padahal Bali sangat bergantung pada wisata.
Untuk itu, sejak tahun lalu, acara ini pun digelar menjelang peringatan bom Bali. “Kita ingin menegaskan pada dunia bahwa Bali tetap aman dikunjungi siapa pun,” kata Suparta yang biasa dipanggil Pak Made. Dan, Bali memamg terbukti masih aman dikunjungi. Buktinya, meski terjadi bom Kuningan 5 Agustus lalu di Jakarta, turis asing masih berkunjung ke Bali. Bulan-bulan ini mereka masih datang menikmati alam dan budaya Bali yang eksotis. Bukti lain bahwa Bali aman ya Kuta Karnival itu sendiri. Selama sepuluh hari digelar, ribuan turis domestik maupun asing menikmati atraksi-atraksi di pantai Kuta. Tidak ada gangguan keamanan apapun.
Kuta Karnival sendiri memang bertujuan untuk promosi wisata Bali. jangan heran kalau pesertanya sebagian besar adalah kalangan pengusaha wisata mulai dari hotel, cafe, bar, restoran, pub, artshop, dan berbagai usaha lain. Selain itu ada pula beberapa komunitas setempat yang ikut kegiatan ini.
Pestanya Anak Muda
Meski sebenaranya untuk promosi wisata, Kuta Karnival bisa dikatakan juga sebagai pestanya anak muda. Ada berbagai kegiatan untuk remaja dari yang hanya having fun sampai yang “liar”. Kegiatan tersebut misalnya lomba surfing, lomba skateboard, konser musik, fashion show, lomba cheerleader, breakdance, dan yang lain. Jadi, kurang lebih kayak jingle Campur-campur di TV, Semua Deh Ada di Sini.
Pas hari kedua, band punk andalan Bali Superman Is Dead (SID) langsung tampil di panggung utama. Penampilan di Kuta tentu saja jadi sudah santapan sehari-hari band yang populer dengan lagu seperti My Girl is Pregnant, Bad Bad Bad, White Town, dan Long Way to The Bar ini. Maklum, tempat mangkal mereka memang di Poppies Lane yang masih di Kuta juga. Tampil pula Zurya dan Roc n Roll Mafia, dua band lokal yang mengusung musik etnik.
Kalau di hari kedua SID yang tampil, di hari ketiga tampil band indie lain seperti Ripple Clown, The Hydrant, Psycho Fun, Naughty Bomb, dan Rocket Rockers dari Bandung. Ada pula Tofu pada hari ketujuh. Setiap hari ada pula penampilan dari Disc Jockey dengan irama-irama ala pestanya. Kehadiran mereka dilengkapi Radio Van dari Kuta FM yang setiap hari stand by di lokasi. Karena itu, suasana pantai selama sepuluh hari itu pun full music.
Iringan musik pun mengiringi lomba surfing dan skateboard tiap hari. Olahraga ekstrim yang masih “bersaudara” ini memang tergolong populer di Bali. Ada beberapa tempat surfing favorit di Bali seperti Kuta, Canggu, Dreamland, Uluwatu, dan seterusnya. Sedangkan komunitas skate antara lain di Imam Bonjol, Canggu, dan Simpang Siur Kuta. Selama pelaksanaan Kuta Krnival digelar lomba kedua olahraga uji nyali ini. Toh, peserta lomba ini tak hanya dari Bali.
Lomba surfing untuk cewek malah didominasi turis Jepang maupun Australia. Pemenang lomba surfing untuk cewek, Shauna Durdbidge malah warga Queensland, Australia. Cewek 23 tahun ini mengaku ikut lomba surfing bukan untuk mencari menang tapi just having fun. “Meski ombaknya tidak sebesar di Uluwatu, tapi saya enjoy tuh main di sini,” katanya. Lomba surfing memang diadakan di Half Way Kuta yang ombaknya tidak terlalu besar.
Motivasi untuk having fun itu pun diakui Rino Padang yang ikut lomba skate. Cowok kelas dua ini jauh-jauh datang dari Padang Sumatera Barat hanya karena ingin meramaikan Kuta Karnival. Selama pelaksanaan Kuta Karnival dia dan teman-temannya dari Jakarta dan Bandung nginep bersama di salah satu hotel di Kuta. “Menang urusan ke sekian, yang lebih penting bisa ikut lomba,” kata siswa SMU 3 Padang itu. Sore itu dia tengah asik mencoba ramp di pantai Kuta.
Aktivitas liar selain surfing dan skate adalah cheerleader dan breakdance. Bayangin, dengan PD-nya mereka tampil di ramp yang biasanya dipakai untuk main skate. Tambah lengkap ketika ada fashion show dengan pakaian pantai. Pokoknya bener-bener liar! J
Carnavale ala Bali
Puncak dari Kuta Karnival, kalau boleh dikatakan adalah sehari menjelang penutupan yaitu pas Parade. Pada Sabtu (2/10) ribuan turis asing maupun domestik memenuhi jalan-jalan yang dilewati peserta parade yaitu Jl Pantai, Jl Melasti, dan Jl Legian. Selain diikuti kelompok usaha wisata, parade juga diikuti beberapa kelompok seperti Harley’s Davidson, Scooter, sepeda tua, dan sepeda satu roda. Adapula kelompk rodat dan qasidah dari komunitas muslim di Kuta dan barongsai dari komunitas Cina di Kuta.
Parade semakin semarak dengan kehadiran kelompok Gaya Dewata, Jember Festival, dan Sekolah Desain Bali. Ketika ikut parade, gaya peserta dari kelompok ini benar-benar gila. Jember Festival tampil dengan dandanan mulai dari Indian sampai robot. Sedangkan Gaya Dewata (kelompok gay) di Bali berdandan layaknya model. Ada yang berdandan penari bali atau penari ular. Gaya mereka membuat segar suasana.
Sedangkan mahasiswa Sekolah Desain Bali menampilkan desain baju dari berbagai sampah mulai dari bekas canang (tempat sesajen umat Hindu) bahkan bekas tatakan bir. “Mereka benar-benar gila ya,” kata Yoseph A Kebe salah satu penonton. Parade Kuta Karnival tidak hanya memperlihatkan keberagaman warga Kuta tapi juga kegilaan mereka.
Dengan segala keriuhan itu, wajar saja kalau Pak Made membandingkan Kuta Karnival dengan Carnavale di Brazil. “Cuma skalanya memang lebih kecil,.” kata Pak Made. Barangkali memang jumlah peserta parade itu perlu diperbanyak. Biar kita tidak usah jauh-jauh ke Brazil untuk melihat keriuhan karnaval.
Leave a Reply