Teror melanda Jakarta kemarin siang.
Pelaku dan motifnya belum jelas. Namun, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah mengklaim sebagai pelaku pengeboman dan penembakan di Jalan Sarinah, Jakarta itu.
Soal siapa pelaku dan motifnya memang selalu gelap. Terorisme memang tak hanya menyebarkan ketakutan tapi juga misteri tak berkesudahan.
Ketika pelaku dan motif masih gelap, muncul perlawanan terhadap terorisme tersebut. Kali ini gerakan yang menggunakan tanda pagar #KamiTidakTakut. Polanya serupa gerakan-gerakan lain saat ini, lebih seru dan riuh di dunia dalam jaringan (daring), daripada di dunia nyata.
Sah-sah saja gerakan seperti itu. Namun, bagiku, gerakan seperti itu terlalu heroik. Parahnya lagi malah bisa jadi bumerang.
Sebagai orang yang pernah mengalami langsung, aku tahu betapa terorisme itu memang begitu menakutkan. Silakan panggil aku pecundang dan penakut. Aku akan menerimanya. Sebab, memang begitulah adanya.
Masih terbayang jelas di otakku dua kejadian jahanam di Bali pada Oktober 2002 dan Oktober 2005.
Teror pertama pada Oktober 2002 jauh lebih membekas. Ledakan tengah malam yang bahkan membuat kamar hotel tempatku menginap di Seminyak bergetar. Lalu, api berkobar. Mayat-mayat bergelimpangan. Bau anyir darah menguar. Jerit dan tangis bersahutan. Ambulan berseliweran.
Ada anak kehilangan bapaknya. Istri kehilangan suaminya. Ayah kehilangan anaknya. Ada orang-orang tak bersalah yang dibunuh tanpa alasan jelas. Ada ratusan orang mati meninggalkan ribuan orang lainnya dalam duka.
Kawan, teror itu begitu mencekam.
Tak hanya pada saat kejadian tapi juga masa-masa setelahnya. Bagaimana aku sebagai muslim harus menanggung malu karena agama yang aku anut dijadikan pembenaran untuk membunuh orang-orang tak berdosa.
Bagaimana setelah itu hubungan antar-etnis dan antar-agama di Bali menjadi berbeda. Aku merasakan sendiri bagaimana terorisme telah mengoyak-ngoyak kemanusiaan meskipun di sisi lain justru menyatukan manusia.
Karena itulah, bagiku teror itu menakutkan. Aku takut. Tidak segagah kalian yang mengatakan #KamiTidakTakut.
Hal lebih menakutkan adalah jika pernyataan tidak takut membuat kita justru seolah menganggap terorisme sebagai hal lumrah. Saking tidak takutnya, maka kita menerima teror sebagai hal biasa. Ya, buat apa. Toh kita tidak lagi takut terhadapnya.
Leave a Reply