Sabtu (15/3) lalu aku bantuin Pers Mahasiswa Akademika untuk jadi moderator seminar yang mempertemukan tiga bakal calon (balon) gubernur Bali. Diskusi ini dilaksanakan dalam rangka ulang tahun lembaga pers mahasiswa di Universitas Udayana Bali tersebut. Sebagai alumni yang baik dan berbakti (hehehe) maka aku pun mengiyakan meski aku grogi bukan kepalang.
Bagaimana tidak grogi. Ini kali pertama aku jadi moderator diskusi politik yang serius banget. Biasanya kan lebih banyak diskusi sama temen-temen LSM yang suasananya jauh lebih cair dan santai. Selain itu, setahuku ini kali pertama para bakal calon itu ada di satu meja untuk βdebat terbukaβ terkait pencalonan mereka.
Hal lain yang membuatku grogi banget kemarin itu karena kadang-kadang aku ini suka ngomong nglantur atau becanda yang kelewatan. Takut saja gara-gara candaan itu lalu pendukung bakal calon akan macem-macem ke aku. *Hehe, dasar aku memang paranoid soal beginian.*
Oke, balik kanan ke topik tulisan. Tiga bakal calon yang hadir di Nari Graha Renon, tempat diskusi kemarin, adalah I Made Mangku Pastika, I Nyoman Gede Suweta, dan I Gede Winasa. Setelah seminar yang menghadirkan para balon gubernur maupun wakilnya itu aku tiba-tiba bikin tulisan ini. Kali ini soal bagaimana sih gaya dan (sedikit) materi bicara para kandidat Bali 1 itu di mataku. Tapi informasi ini sangat personal dan subjektif. Inilah enaknya ngeblog. Hehe.
Here we go..
Kandidat pertama adalah I Made Mangku Pastika. Entah kenapa pas seminar kemarin dia dapat giliran berbicara pertama. Bisa jadi karena nama besarnya atau nama besar partai yang akan mengajukannya pada Pilgub Bali Juli nanti. Pastika bersama AA Puspayoga, walikota Denpasar saat ini, diusung PDI Perjuangan.
Sebelum jenderal kelahiran Buleleng ini jadi Ketua Tim Investigasi Kasus Bom Bali 2002, aku hanya sempat mendengar nama ini ketika terjadi kasus korupsi Eddy Tansil. Tapi ya sangat samar-samar. Kalau tidak salah Pastika adalah anggota tim penyidik kasus ini. Aku cek di biodatanya sih Pastika memang penah jadi Kepala Satuan Penyidikan Perbankan Mabes Polri. Jadi wajar kalau kejahatan perbankan adalah salah satu keahliannya.
Namun, nama Pastika memang sangat moncer setelah kasus bom Bali 2002. Di bawah koordinasinya, tentu saja bersama polisi dari berbagai negara dan para dedengkot ahli terorisme Indonesia seperti Gorries Mere, Pastika bisa menangkap pelaku pengeboman seperti Amrozi, Imam Samudra, dan seterusnya. Dua orang ini tambah Ali Ghufron adalah pelaku yang dijatuhi hukuman mati. βKetika masuk ruangan ini, saya merinding,β kata Pastika sebelum mulai berbicara di seminar. Tempat seminar itu memang juga tempat persidangan kasus bom Bali, juga tempatku merayakan pernikahan 13 Januari 2006 lalu. Hehe..
Pastika menarik kalau bicara. Pada seminar kemarin dia memilih berdiri di podium, bukan duduk di kursi meja yang sudah disediakan. Tapi itu pun setelah minta izin ke aku. βSilakan jenderal,β jawabku sambil mikir, βMih, kapan lagi Pastika mau minta izin ke aku?β Hahaha..
Bicaranya lugas. Selama dia ngomong, hampir semuanya mendengarkan. Gaya bicaranya memang asik. Terstruktur meskipun sangat tergantung teks yang dibawanya. Dia jarang berimprovisasi selama ngomong pas pembukaan. Tapi pas diskusi dia bisa menjawab dengan lugas.
Gaya bicara Pastika yang seperti ini memang asik banget bagiku. Aku bener-bener menikmati masa-masa ketika dia jadi Kepala Tim Investigasi Kasus Bom Bali. Kalau Pastika ngomong bisa dipastikan berisi. Kalau ngeles juga asik. *Hehe, apa asiknya ya ngeles?*
Sayangnya, Pastika bicara lebih pada tataran ideal. βKalau semua dibuka di sini kan bisa dicuri sama calon lain,β kata salah satu anggota tim suksesnya. Bisa saja ini jadi alasan. Namun bagiku sih tetep saja ini karena modal utama Pastika maju memang keamanan sehingga di isu lain agak keteteran. Maklum, dia kan jenderal polisi berbintang tiga. βKeamanan itu sarapan saya tiap hari,β katanya ketika ditanya tentang konsep keamanan yang akan diterapkan kalau jadi gubernur.
Pastika memang jagoan dalam isu keamanan. Sayangnya banyak orang lupa bahwa bom Bali 1 Oktober 2005 juga terjadi ketika Pastika masih menjabat sebagai Kapolda.
Oke, ganti pembicara kedua, Nyoman Gede Suweta. Mantan Wakil Kapolda Bali ini maju sebagai bakal calon wagub bersama Cok Budi Suryawan (CBS) diusung oleh Partai Golkar dan Koalisi Bali Dwipa. Karena CBS masih ada di Jakarta, maka Suweta yang mewakili di seminar kemarin. βSaya baru dikasih tahu semalam untuk berbicara di sini,β katanya.
Sama seperti Pastika, dia pun ngomong sambil berdiri di podium, tidak duduk. Tapi gaya bicara polisi berpangkat Brigader Jenderal ini, menurutku, memang tidak sehebat jabatan yang pernah disandangnya. Suaranya agak pelan. Aku sih mendengarkan terus karena memang tugasku begitu. Tapi aku lihat sekitar 200 peserta yang hadir tidak terlalu peduli. Suara Suweta hilang di antara peserta yang sibuk bicara satu sama lain tanpa mendengar omongannya.
Dalam diskusi, Suweta juga kurang lugas menjawab. Rata-rata jawabannya di awang-awang, tidak membumi. Contoh kecil ketika ditanya apa motivasinya maju pada Pilgub kali ini, Suweta menjawab karena ingin mengembalikan Bali dengan keanekaragamannya berupa dresta atau soroh (semacam klan) yang memang punya adat masing-masing. βMisalnya soal Nyepi. Pelaksanaan Nyepi dari jam enam sampai jam enam itu kan penyeragaman,β katanya.
Aku berusaha mencerna omongannya ini. Tapi karena keterbatasan pengetahuanku tentang ragam budaya Bali, aku tetep tidak bisa memahaminya. Selebihnya, bagiku, omongan Suweta kemarin pada diskusi memang sesuatu yang ngambang. Juga basi. Pantes saja pada cuek.
Pembicara ketiga, I Gede Winasa, sepertinya jadi bintang hari itu. Pertama dari segi kedatangan. Karena dia masih menjabat sebagai Bupati Jembrana, maka dia tinggal di Negara, sekitar 200 km dari Denpasar. Karena alasan ini maka dia telat dan masuk ke ruangan seminar ketika Suweta sudah bicara.
Winasa memang telat sampai di tempat seminar. Tapi menurutku dia sengaja telat masuk ruangan. Sepertinya itu bagian dari strateginya. Maka, pas dia masuk, ruangan bergemuruh. Banyak yang tepuk tangan. Suweta sampai berhenti berbicara sekitar tiga menit ketika Winasa masuk, bersalaman dengan semua pembicara dan aku, lalu duduk. Winasa mencuri perhatian sejak kedatangan.
Dia bicara sambil duduk, berbeda dengan dua pembicara lain. βKarena capek dari perjalanan jauh,β katanya.
Dan, Winasa yang maju lewat koalisi partai gurem bernama Koalisi Kebangkitan Bali bersama Alit Putra ini memang pantas mendapat perhatian khusus. Dia tidak hanya bicara awang-awang. Dia menggunakan data dan menganalisisnya. Misalnya soal pendidikan. Dia menjadikannya sebagai program utama karena imbas pendidikan ini memang ke mana-mana. Misal partisipasi politik. Kalau tidak lulus SMA, maka kita tidak akan bisa maju sebagai calon anggota legislatif.
Ini sesuatu yang baru bagiku. Selama ini hanya melihat pendidikan dari sudut pandang pengetahuan, bukan sudut pandang politik. βBenar juga ya,β pikirku.
Dari gaya bicara, Winasa meyakinkan. Dia paling sering mendapatkan tepuk tangan dari peserta seminar. Ketika dia bicara, banyak pula orang yang semula duduk di luar sampai berdiri dan mengintip dari jendela. Dia juga bisa melucu. Kadang-kadang peserta tertawa mendengar omongannya. Winasa pantas mendapat acungan jempol, setidaknya pas seminar kemarin.
Begitulah gaya bicara para balon gubernur dan wagub pas seminar kemarin. Kapan-kapan mungkin aku bikin lagi soal serupa tapi pada catatanku tentang mereka saja. Itu juga kalau ada mood. :))
Oya, ini sekadar tambahan bagaimana popularitas para calon gubernur dan wakil gubernur Bali tersebut menurut Pak De Google.
Sekitar 29,500 hasil penelusuran untuk Made Mangku Pastika. (0.16 detik)
Sekitar 18,600 hasil penelusuran untuk Gede Winasa. (0.23 detik)
Sekitar 123 hasil penelusuran untuk Nyoman Gede Suweta. (0.31 detik) Tapi dari urutan 1-10 tidak ada yang cocok profilnya sama sekali dengan orang yang saya cari.
Leave a Reply