Minggu kemarin, akhirnya kantor Sloka Institute pindah dari Jl Drupadi II/3 Renon ke Jl Noja Ayung Oongan Denpasar Timur. Kami angkut-angkut semua barang yang ada di rumah kontrakan itu sampai tiga kali bolak-balik pakai pick up. Dari kantor yang sewa Rp 11 juta per tahun ini, kami pindah ke ruko seharga sekitar Rp 2,5 juta setahun. Harganya pakai sekitar karena kantor baru ini punya mertuaku sendiri. Jadinya bisa ditawar. Hehe..
Pindahnya kantor ini karena bocornya tidak bisa lagi ditolerir, sudah kelewatan. Juga karena harga yang naik meski pelayanan dari penyewa buruk banget. Tapi lebih penting lagi karena kami memang sudah tidak butuh tempat seperti rumah sebelumnya itu. Kami harus mengubah strategi lagi.
Makanya aku agak sedih juga setelah kantor ini pindah. Sebab aku merasa kalah oleh keadaan. Ternyata niat baik memang tidak selamanya bisa disambut dengan baik pula oleh orang lain.
Ketika mencari kantor setahun lalu, aku salah satu yang ingin banget kami berkantor di rumah agak luas, di Renon, dan ada warungnya. Alasannya agar luas dan bisa dipakai untuk diskusi, dekat dengan pusat kota, dan bisa dipakai tempat nongkrong.
Tapi ya itu tadi, ternyata kenyataan tidak seindah yang dulu aku bayangkan. Misalnya soal tempat nongkrong asik, terutama bagi wartawan di Denpasar. Alasan ingin buat tempat nongkrong buat wartawan ini karena menurutku selama ini belum ada tempat seperti ini di Denpasar. Iri saja, misalnya, dengan temen-temen di Jakarta yang punya Kedai Tempo di Jl Utan Kayu 68H. Ketika aku ke sini tahun 1999 lalu, tempat ini benar-benar menginspirasi. Banyak buku, banyak diskusi, dan seterusnya.
Meski sudah beberapa kali bikin diskusi, nonton film, dan buka warung dengan modal pas-pasan ternyata tempat ini tetap saja belum menarik untuk temen-temenku sendiri. Amat jarang yang mau sekadar main, baca buku, atau ngobrol di Sloka. Faktor lain juga mungkin karena kami sendiri (aku, Mercya, Lode, dan Bodrek) memang jarang banget nengok kantor. Kami masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Bisa dimaklumi, Sloka memang bukan tempat cari uang. Malah kami yang harus keluar modal untuk kegiatan sehari-hari. Sloka masih jadi sesuatu yang dikerjakan sambil lalu.
Maka, kini kami pindah ke ruangan yang lebih kecil saja. Tidak perlu rumah. Cukup kamar berukuran sekitar 5×3 meter persegi. Tidak perlu mikir yang muluk-muluk lagi. Kami harus berangkat lagi dari titik yang lebih nyata. Ya, ibarat Nyepi lah. Berhenti di satu titik lalu mulai lagi untuk yang baru.
March 11, 2008
nanti mudik saya mau maen2 ke Sloka ya 🙂
ada cewek2nya ga?
*melirik winyo*
March 11, 2008
@bli devari: dimana – mana saya selalu dilirik nok 🙂 buaya dan pemburunya hahahahaha … jadi alih profesi ke adsenser bli? 🙂
@blog: semangat bli. yang penting sloka masih tetap jalan selalu 😉
March 11, 2008
wah..,jadi tetangga dekat dong sekarang bos, kantor saya di noja saraswati dekat pohon asem.boleh main-main kesana dong ya…?? sekalian minta bagi2 ilmu…hehehe 😆
March 11, 2008
Semoga sukses di kantor barunya. Nggak ada acara makan makan nih?
March 11, 2008
waks! bisa main kesana ga bli , dekat rumah nih…..saya di Gatsu timur. Sukses !
March 11, 2008
kayaknya perlu executive director buat organisasi itu, digaji yang layak biar kerjanya baik, tapi ya itu, gimana caranya gaji dia, ya?
bikin usaha komersil, jualan iklan dan atau iuran anggota…
tapi maklum kok, nasib organisasi sosial dimana2 memang sama tantangannya; pendanaan.
March 11, 2008
Selamat atas lokasi baru sloka institute *makan makan* 😀
March 11, 2008
Setuju dengan bli Dokter! makan2… Hueheheh…
March 11, 2008
kok ga bilang2 neh klo udah pindah rumah?
March 15, 2008
“Berhenti di satu titik lalu mulai lagi untuk yang baru.” kepikiran dengan kalimat ini. mungkin inilah salah satu cara untuk bermanuver bisnis.. semoga bisa menyusul untuk sebuah manuver
April 8, 2009
Ngomomg2 kontrakan yang dulu apakah sekarang kosong, kalau mau sewa, hubungi siapa?thanks and Sukses ya!!