Udah lama aku pengen nulis panjang tentang Kuta. Tema tentang Kuta ini sama halnya dengan tema kemiskinan di Bali. Niatnya udah lama, tapi liputannya di kepala terus. Tak pernah reportase atau cari bahan. :))
Lalu minggu ini ide liputan tentang Kuta itu muncul lagi. Ada beberapa pemicu. Pertama karena September ini akan ada Kuta Karnival, perayaan -atas apa ya?- di Kuta. Agendanya dua tahun lalu ada pawai bersama, macam-macam lomba, dst. Kedua, Oktober nanti pasti akan ada peringatan peledakan bom di Kuta. 12 Oktober 2002 lalu teroris Amrozi dkk meledakkan bom di Kuta. Aku pikir peringatan bom 12 Oktober bisa jadi momentum untuk nulis soal Kuta.
Kali ini aku agak serius dengan ide tersebut. Sebagai awal, aku cari bahan2 tentang Kuta. Misalnya buku tentang Kuta atau catatan lain. Kebetulan banget, minggu ini aku beli majalah National Geographic Indonesia. Ada tulisan menarik banget soal Manchuria, China. Tentang bagaimana orang2 Manchuria kini tergagap-gagap menghadapi kemajuan Beijing, Hongkok, dan kawasan maju China lain. Alurnya menarik. Aku pikir bisa jadi referensi gaya tulisan soal Kuta.
Untuk memperkuat bahan2 itu, aku pengen cari data tentang Kuta. Misalnya berapa banyak jumlah hotel di Kuta, berapa pendapatan Kuta untuk kabupaten Badung atau provinsi Bali, berapa jumlah penduduk Kuta, bagaimana komposisinya, dst.
Sumber paling gampang, tentu Badan Pusat Statistik (BPS). Aku pun cari ke sana. Di BPS Bali ada tapi tidak bisa dimintai bukunya. Harus fotokopi. Pegawainya menyarankan aku ke BPS Badung. Ternyata kantor BPS Badung dekat rumah. Aku dapat bukunya. Badung dalam Angka 2006 dan Kuta dalam Angka 2004.
Aku seneng karena udah dapat bukunya, meski juga ga boleh diminta. That’s ok. Aku gak boleh egois dengan maksa minta buku itu.
Masalahnya justru ternyata buku itu tak seaktual yang kukira. Data persis yg aku cari ga dapat. Misalnya soal besarnya sumbangan pendapatan Kuta bagi Badung, atau berapa banyak pemilik hotel di Kuta adalah orang lokal. Paling parah adalah data itu TELAT! Aku cari data per 2006. Ya, minimal hingga Desember 2005 lah. Apalagi buku itu dicetak Juni 2006. Artinya paling telat ya Desember tahun lalu.
Ternyata, data itu paling baru ya per 2004. Misalnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan, panjang jalan, luas tanah, dst. Alamak, itu sudah kelamaan. Malah ada data yang terakhirnya itu per 1999. Waduh, lalu apa yg dilakukan para birokrat itu sebelum membuat buku statistik tersebut.
Aku lalu mikir. Kalau data saja sala, bagaimana mereka bisa membangun dengan benar?
Leave a Reply