Sejak pertama kali bertemu dengan dadong, aku merasa ada sesuatu yang mengikatku dengannya. Rasa ini seperti halnya ketika aku pertama kali lewat di daerah Pekarangan, Manggis, Karangasem. Melihat bukit, sawah, dan laut yang menyatu di desa ini, aku seperti melihat Mencorek, kampungku di Lamongan. Melihat dadong, bisa jadi juga seperti melihat nenekku sendiri.
Mungkin karena aku memang kehilangan kakek dan nenek sejak kecil. Aku tidak terlalu mengenal nenek dan kakekku. Kakek nenek dari bapak tidak pernah ku kenal sama sekali. Keluarga dari bapakku memang agak misterius. Hampir semua saudara tidak pernah bertemu dengan kakek nenek dari bapak. Kakek dari ibu sudah meninggal sejak aku belum lahir. Lalu, nenek dari ibu sudah meninggal ketika aku mungkin masih TK. Aku tidak ingat persis kapan. Satu hal yang jelas, aku tidak terlalu dekat dengan nenekku. Dia lebih akrab dengan cucu-cucu lain. Maklum, aku punya banyak sepupu.
Maka, ketika ketemu dadong sekitar Mei 2001, aku seperti bertemu dengan sosok seorang nenek. Rambut dan kulitnya yang putih, tubuhnya yang ringkih, dan suara yang agak lirih memang mewakili sosok nenek yang mungkin hilang dalam kehidupanku. Di luar itu, wajah dadong juga mengingatkanku akan sosok seseorang.
Lalu, ketika akhirnya aku menikah dengan cucunya, aku makin sering main ke rumah dadong di Karangasem. Atau kalau dadong main ke rumah anak-anaknya di Denpasar, kadang-kadang aku dan istri menyempatkan untuk ketemu.
Meski bukan cucu kandung, aku kadang-kadang ke-GR-an dengan kedekatan kami. Dadong bener-bener jadi dadong sendiri meski bahasa sering kali jadi kendala kami. Dadong tidak terlalu lancar berbahasa Indonesia. Aku juga susah berbahasa Bali halus. Karena aku tidak enak hati kalau ngomong pakai bahasa Bali kasar ala Denpasar, maka aku lebih banyak pakai bahasa Indonesia dengannya.
Satu tahun terakhir, tubuh dadong makin terlihat lemah. Dia juga makin sering bolak-balik Denpasar – Karangasem. Kadang bareng anak atau cucu. Kadang berdua dengan pekak naik kendaraan umum. Seingetku dua kali pula dadong masuk rumah sakit untuk dirawat. Tapi tidak banyak hal berarti. Tubuhnya makin lemah. Semua anak cucu juga seperti sadar. Dadong makin renta. Tidak usah dirawat di rumah sakit. Percuma..
1 Januari lalu, ketika terakhir kali bertemu, dadong terlihat makin lemah. Dia hanya berbaring di dipan di beranda rumah. Untuk meludah pun harus dibantu. Waktu itu aku hanya memijat kakinya pelan. Lalu, bersalaman menjelang pulang. “Hati-hati di jalan,” katanya.
Maka, ketika Senin lalu dadong akhirnya pulang, seperti tidak ada yang kehilangan. Saudara, anak, cucu, mantu, semua seperti biasa saja.
Hari ini, ketika aku pulang ke Karangasem untuk ikut upacara pembakaran jenazah (bukan ngaben), semua juga terlihat biasa saja. Jenazah dadong terbaring kaku di bale utama dengan ratusan es untuk mengawetkannya. Anak, cucu, mantu, tertawa-tawa seperti biasa. Bagiku, tidak ada kesedihan di wajah-wajah bapak, ibu, paman bibi, saudara, sepupu, dan semua orang yang aku kenal di sana. Tidak ada wajah murung ketika aku tiba di sana.
Tapi suasana jadi berubah ketika tiba waktu memandikan jenazah. Semua berebut menyentuh dadong. Aku melihat sebagian wajah sembab karena tangisan yang tertahan. Mataku hangat. Berkaca-kaca. Ini suasana paling menyentuh.
Usai dimandikan dan didoakan, jenazah pun dibawa ke setra dan dibakar dengan kompor. Ketika jasad itu telah jadi abu, kami membawanya ke sungai. Abu itu dikembalikan ke tempat dia berasal. Dari air, kembali ke air.
Istirahat yang tenang, Dadong. Jika surga memang ada, semoga dadong menempatinya. Jika dadong memang bereinkarnasi, semoga akan jauh lebih baik dari saat ini. Kami semua akan merindukanmu..
January 10, 2008
turut berdukacita ya, rov.
kedengerannya dia sosok yg hangat sekali 🙂
January 10, 2008
turut berduka dan berbahagia. duka karena sanak saudara kehilangan dadong, bahagia karena yakinlah dadong akan menuju ke ‘yang lebih baik’ disana.
January 11, 2008
Turut berduka cita … semoga beliau kembali kepada-Nya dalam ketenangan dan kebahagiaan, dan semoga yang ditinggalkan diberi ketabahan
January 12, 2008
Turut berduka cita… Pasti begitu banyak kenangan hangat yang ditinggalkan beliau. Semoga beliau diberikan kedamaian yang abadi.
January 12, 2008
Turut berduka bli … 🙁
Semoga diberi tempat disisi-Nya
January 12, 2008
saia turut berduka mas
semoga beliu dtrima dsisina
amin
January 12, 2008
@ sherly + made + arie: thank simpati dan doanya. dadongku pasti seneng membacanya. 🙂
January 13, 2008
Hmm….
jadi ingat Lamongan dan masa kecilku disana, ada nenek…
ingat pula di Pinrang Ujung Pandang, juga ada nenek…
Smoga dadongnya Anton tentram di alam sana..