Rumah Tulisan

maka, menulislah untuk berbagi, agar ceritamu abadi.

Belajar Keamanan sebagai Satu Kesatuan

Peta risiko keamanan yang dihadapi aktivis. Foto Anton Muhajir.

Samarinda menutup rangkaian pelatihan kami selama tiga bulan terakhir.

Sejak November 2021 lalu, SAFEnet secara maraton melaksanakan pelatihan keamanan holistik di tiga kota. Kami memulai di Makassar, berlanjut di Surabaya sebulan kemudian, dan terakhir pekan lalu di Samarinda.

Dalam tiga bulan itu kami melatih keamanan holistik untuk jurnalis, blogger, penulis, dan aktivis. Ada total 38 peserta dari tiga kota tersebut yang mengikuti lima hari pelatihan.

Selama pelatihan itu, kami belajar bersama tentang keamanan holistik, mencakup aspek fisik, digital, dan psikososial. Kami melihat dan merefleksikan bagaimana tiga aspek ini terkait satu sama lain dan saling mempengaruhi.

Banyak hal baru yang kami pelajari.

Kami memulai program ini dengan anggota tim yang hampir semua belum pernah belajar tentang keamanan holistik. Ada enam orang dari SAFEnet. Setahuku lima di antaranya belum pernah ikut pelatihan keamanan holistik. Apalagi sebagai pelatih.

Untungnya, sih, secara internal, kami sudah pernah membahas topik keselamatan holistik ini meskipun belum memasukkan aspek psikososial. Apalagi untuk isu keamanan digital. Ini sudah jadi makanan sehari-hari sebagian besar di antar kami.

Karena itu, aku merasa kami relatif mudah untuk memahami keamanan holistik ini sebagai satu kesatuan. Kami juga bisa dengan mudah membagi peran kami masing-masing dalam program ini. Tiga pelatih dan tiga pembantu pelatih (co-trainer) merangkap staf program untuk mengoordinir, mengurus logistik, dan membuat laporan.

Dari semula tidak paham, kami bisa bersama-sama bekerja dalam tim untuk memberikan pelatihan keamanan holistik ini. Aku merasa kami juga bisa saling mengisi, melengkapi satu sama lain sebagai satu tim.

Hasilnya? Secara umum menyenangkan sekali.

Sebagian besar peserta sangat antusias belajar tentang isu ini. Ada peserta di Makassar yang mengaku tidak tidur semalaman setelah belajar tentang manajemen identitas di sesi keamanan digital. Dia sibuk memperbaiki keamanan akun-akun digitalnya hingga pukul 3 pagi setelah sebelumnya belajar bersama kami.

Dia mengaku baru menyadari bahwa kebiasaan sederhana, seperti menutup laptop ketika meninggalkannya di meja, pun sangat penting untuk menjaga keamanan perangkat kita. “Karena ketika kita meninggalkannya terbuka, orang bisa mengakses perangkat tersebut dan memasukkan malware ke dalamnya tanpa kita tahu,” kata pegiat komunitas sastra dan film di Makassar itu.

Lebih penting lagi, dalam pelatihan keamanan holistik ini, kami merasa bisa menyentuh sisi terdalam manusia yang jarang mereka ungkapkan secara verbal, perasaan. Sesi psikososial selalu berhasil menciptakan ruang aman bagi peserta berbagi situasi dan kondisi psikologi mereka sebagai manusia: stress, marah, sedih, senang, semangat, patah hati, trauma, bangkit.

Suasana santai saat membahas hasil diskusi kelompok dalam pelatihan. Foto Anton Muhajir.

Pada pelatihan terakhir di Samarinda, misalnya, seorang peserta yang sudah menjadi aktivis lebih dari 20 tahun sampai menangis ketika menceritakan tentang pengalaman emosinya kepada peserta. Dia mengaku paling senang dengan sesi psikososial, hal yang jarang kita dapatkan dalam pelatihan-pelatihan lain.

“Saya senang karena bisa nangis. Bisa merefleksikan diri. Ternyata bercerita itu lebih bagus dan mengurangi beban. Apalagi, untungnya, teman-teman tidak menghakimi ketika saya bercerita,” kata mantan aktivis mahasiswa itu.

Begitu pula dengan peserta di Surabaya, yang akan lebih memerhatikan keselamatan fisik selama di jalan ketika menuju kantor. Selama ini dia pergi pulang bekerja dengan naik motor di jalan raya, bersaing dengan kendaraan-kendaraan besar, seperti truk dan bus.

“Pelatihan ini menyadarkan saya untuk lebih menyiapkan diri terhadap risiko-risiko yang bisa saya alami dalam perjalanan,” kata aktivis perempuan itu.

Testimoni para peserta semacam itu semakin menguatkan kepercayaan diri kami sebagai pelaksana, pelatih, dan tentu saja satu tim. Bahwa kami mampu melaksanakan pelatihan keamanan holistik dengan baik, membagi pengetahuan dan pengalaman kami, sekaligus meningkatkan kesadaran peserta tentang pentingnya keamanan holistik bagi kelompok berisiko seperti kami.

Kami juga belajar bahwa setiap orang memiliki keunikan masing-masing, termasuk para jurnalis dan aktivis. Tiap orang memiliki sisi kuat dan rentan sendiri-sendiri. Hal yang bisa kita lakukan adalah mengenali kekuatan tersebut sekaligus memberikan kesempatan kepada kerentanan untuk dirayakan.

Tidak ada manusia yang sempurna dan oleh karena itu harus ada kesempatan untuk menghormati sisi rentan pada setiap orang tersebut. Sesi berbagi situasi mental dan psikosoial bisa menjadi ruang untuk itu.

Kami juga belajar bahwa belajar dari pengalaman akan lebih efektif untuk menunjukkan relevansi pengetahuan dan keterampilan baru terkait keamanan holistik. Ketika peserta merefleksikan sendiri perilaku mereka sehari-hari terkait keamanan digital, misalnya, mereka kemudian menyadari bahwa perilaku tersebut berisiko tinggi dan berbahaya bagi mereka. Dari situ kemudian mereka bisa menyadari pentingnya perubahan perilaku sehari-hari, seperti menggunakan kata kunci, mengatur privasi dan lokasi perangkat, dan lain-lain.

Pelajaran lain dari pelatihan keamanan holistik ini adalah penting sekali menemukan isu bersama dalam diskusi agar setiap orang bisa nyambung dengan topik. Contohnya, isu di Makassar akan berbeda dengan Surabaya dan Samarinda. Namun, ada isu khusus di masing-masing daerah yang bisa diikuti setiap orang. Hal ini juga penting karena peserta pelatihan datang dari latar belakang beragam sehingga perlu ada satu hal yang mengikat ide mereka secara bersama-sama.

Terakhir, kami juga belajar bahwa menyelenggarakan sebuah pelatihan tidak akan selalu berjalan 100 persen sesuai rencana. Selalu ada hal-hal yang tidak bisa sepenuhnya kita kontrol, misalnya manajemen hotel atau partisipasi peserta. Namun, kami menganggap hal itu justru memperkaya pengalaman kami bersama para peserta.

Kami mendapatkan lebih banyak pandangan dan pelajaran dari peserta dengan cerita masing-masing. Tiap kota, sebagaimana juga tiap manusia, memiliki cerita dan keunikan masing-masing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *