Laki-laki itu mengejar seperti mau menerkam kami.
Dia berlari di samping motorku menjelang masuk pintu gerbang terminal Ubung, Denpasar sore tadi. Aku di atas sepeda motor. Di belakangku ada Bani, anakku, dan Udin, keluarga dari Jakarta yang mau ke Malang.
Laki-laki itu berteriak, “Ayo, Mas. Suroboyo, Suroboyo.” Dia terus mengejar kami sampai tempat parkir.
Di tempat parkir terminal, belasan laki-laki lain kemudian ikut mengepung kami yang masih di atas motor. Kami sampai susah turun dari motor. Mereka menawarkan hal yang sama, tiket bis.
Kalau cuma tiket sih tidak masalah. Lha, ini mereka menawarkan dengan sikap yang beringas, menurutku. Mereka tanya ke mana tujuan kami sore itu: Surabaya apa Malang? Kami jawab ke Malang.
Namun, jawaban kami justru membuat mereka semakin beringas. Tak hanya menawarkan tiket, mereka juga menarik-narik kami. Mereka memberikan tiket pada Bani selain juga menarik baju Udin. Di antara mereka sendiri saling rebut. Kami serasa daging empuk yang dilempar ke kandang singa: jadi rebutan!
Para calo tiket itu memang seperti singa. Mereka menganggap tiap penumpang seperti kami ini adalah mangsa. Konsumen? Maaf. Itu tidak ada dalam kamus mereka.
Maka, tiap calon penumpang pun diseret-seret, ditarik-tarik, seperti halnya pengalaman kami sore tadi.
Suasana seperti ini hampir selalu kami temui tiap kali mau naik bis antarkota dari Terminal Ubung, terminal terbesar di Bali. Entah berapa kali aku mengalami. Kalau melawan, mereka akan lebih beringas. Seorang teman malah pernah dipukul salah satu calo tiket ini gara-gara dia mencoba berteriak menolak.
Kali ini pun begitu. Para calo itu tak menawarkan tiket. Mereka memaksa kami sambil teriak-teriak seperti membentak. Kalau sudah begini, pasrah saja. Kami tak punya cukup nyali untuk melawan.
Setelah saling tarik menarik, satu per satu calo tiket itu pun meninggalkan kam. Tinggal tiga orang yang sepertinya dari satu kelompok. Mulut mereka bau arak. Mata mereka merah. Satu di antara mereka berpakaian loreng ala tentara celana, kaos, plus sikap kasar, membawa kami ke salah satu bis. Itulah bis yang HARUS kami pilih. Kalau tidak, orang-orang itu sepertinya siap menerkam kami.
Terminal Ubung, bagiku memang menakutkan urusan tiket ini. Memang pernah ada saat di mana suasananya lebih bersahabat. Ada banyak petugas yang mengawasi biar calo tiket tak sembarangan memaksa calon penumpang. Tapi, itu hanya sebentar.
Buktinya, kali ini aku mengalaminya lagi, dikepung para calo tiket. Ironisnya, di pintu masuk itu dua petugas sedang duduk-duduk. Jelas saja mereka melihat kejadian tersebut. Tapi, tak satu pun petugas itu yang melerai.
Salah satu petugas berseragam Dinas Perhubungan itu baru mendekat ketika kami melewati loket masuk terminal. Tapi, bukannya melerai para calo tiket sialan itu, petugas yang seharusnya melindungi itu malah melakukan hal yang sudah kuduga, minta duit retribusi masuk terminal!
July 20, 2010
aduh ngeri bgt mas, mending beli tiket di agen sebelum ke terminal deh klo tujuannya uda jelas… bahaya gitu di terminal @_@
July 20, 2010
Tidak didalam tidak diluar sama saja..
July 20, 2010
negara telah gagal, negara dengan aparatnya tidak berfungsi…. intitusi pendukungnya takut pada preman, wakakakka… untuk apa ada pos polisi disana, rasa nyaman terampas, tapi kaki tangan negara tak berani, wakakakaka
July 20, 2010
negara telah gagal, negara dengan aparatnya tidak berfungsi…. intitusi pendukungnya takut pada preman, wakakakka
July 20, 2010
hehehe…masih kalah beringas dibandingkan di Terminal Pulo Gadung…
July 21, 2010
aduh…serem….
July 21, 2010
kalau cerita di Ubung memang ada oknum yang membekingi dan itu sudah bukan mengada-ngada. Aku juga pernah mengalaminya tapi sudah lama 10 tahun yang lalu
sekarang sudah gak pernah karena sudah tidak pernah naik bis lagipas mau masuk nyari bis dibentak dan ditarik kesana kemari. Makanya banyak yang nyari amannya nunggu di luar terminal atau pas di sepanjang jalur Denpasar-Tabanan. 🙁Salam hangat serat jabat erat selalu dari Tabanan
July 21, 2010
segera menjadi berita besar Ton..sori, gak pernah numpak bis..biasane pesawat terus, dadi ora ngerti..wakkk..wakk…(just kidding bro)…
Trims infonya, tak sikatnya…
July 21, 2010
Pengalaman serupa sempat saya alami dulu di Terminal Rawamangun,trik nya biar segerombolan itu mencair meninggalkan kita,hanya bilang sudah ada tiket lanjut duduk sejenak di kursi tunggu layaknya pegang tiket beneran.Jika rasa sudah aman disaat mereka mendekati mangsa datang,baru giliran kita mendekat ke kios tiket,…kena dech….
July 21, 2010
Biasanya jadi mangsa jika tdk pegang tiket. Tapi jika sudah ada tiket, bakal aman. Sebaiknya bawa tiket palsu saja klo ke ubung hehehe.
July 21, 2010
Saya biasanya tolak dan bilang kalau sudah dapat tiket :D.
July 21, 2010
ruame, blog-fesbuk nyampur
July 21, 2010
betul kata bli ancak, di pulo gadung lebih ganas. pernah dulu tas saya raib duluan padahal saya belum bilang akan kemana. untung saya sigap, kalau nggak, melayanglah tuh tas. tapi premen2 ini rasanya ada di setiap terminal atau stasiun..
July 21, 2010
untung tujuan saya ada tiket pesawatnya yg lebih murah dari tiket bis..hehehe… Pak Kapten pada takut sih ma backing si calo … inget pepatah sedia payung sebelum hujan,sedia tiket sebelum naik bis..kakakak
July 21, 2010
memang parah tuh terminal ubung, aku juga pernah hampir berantem di ubung sama calo, untung nya mereka akhir nya nurinin harga tiket nya jd kubayar, yg kurang suka adalah memaksa & bau arak (minuman keras) dari mulut calo tiket, sedangkan ada petugas yg melihat hanya diam, ga usah bayar pajak aja, klo yg di gaji dari pajak kita ga bisa mengayomi masyarakat nya. kejadian dulu agak tenang setelah kasus aparat TNI di pukuli di ubung sehingga TNI bales sweeping di ubung. sekarang kambuh lagi? robohka aja pos polisi di depan, ga bs berbuat apa2 tuh ato males kerja?
July 21, 2010
Jadi ingat masa kuliah 4 tahun di surabaya, kalau naik bis di Ubung, setiap mau berangkat ke surabaya pasti mengalami hal seperti ini. Makanya saya lebih suka membeli tiket sehari sebelum berangkat di tempat penjualan tiket bis (jln. Diponegoro) atau memilih naik travel walaupun jadinya lebih mahal tapi langsung jemput dan antar di tempat tujuan.
July 21, 2010
cieeeeeeeeee dia pake pugin wordbooker no’ mantabs !!!!! hehehehehhe
July 21, 2010
Wah… apa Bali udah sama dengan Jawa kah????
Lembaga apa yang berkompeten???
Dishub atau lainnya?
July 21, 2010
tips sederhana, seusai parkir motor atau mobil di sisi selatan terminal ubung, sebaiknya jangan masuk terminal lewat pintu masuk yang ada loket karcis peron (di sisi selatan). Lebih baik, putar arah kembali ke depan (ke arah pintu masuk parkir) terus belok kiri melewati pos polisi terus nyebrang pintu masuk bus. Nah, Anda bisa masuk terminal lewat samping kantor kepala terminal. Kalau masih saja ada calo yang ‘reseh’ bilang saja naik bis malam dan sudah dapat tiket, sebut saja salah satu bus malam yang paling familiar. Pasti si calo langsung diam. Paling aman lagi kalau masuk lewat pintu keluar bus ( di sisi paling utara). Kalau ada calo yang masih nanya mau pergi kemana, bilang saja baru datang dan sedang nunggu jemputan. Pasang muka cuek dan sangar. Kalau mau cari cara paling aman ya masuk aja kantor terminal, tanya sama pegawai Dishub yang jaga di situ, kira-kira bus yang akan kit naiki jam berapa datangnya? Dan nunggu di situ sambil minta tolong kalau busnya datang dikasih tau.
July 22, 2010
kalo dibanding surabaya, menurutku, mending di surabaya, mas. tapi kalo banding semarang atau jakarta, sepertinya tak seberapa. 🙂
July 22, 2010
biasanya sih aku gitu. makanya lama gak ngalami kayak kejadian hari ini. 🙂
July 22, 2010
di luar mana? di dalam mana? 🙂
July 22, 2010
kalo gitu saatnya kamu yg menghadapi. 😀
July 22, 2010
aku belum pernah ke sana, gung. tp kalo di rawamangun atau blok m sih setauku gak segalak itu.
July 22, 2010
ah, kamu kok selalu mikir yg serem-serem sih, ka. 😀
July 22, 2010
aku dengar juga begitu, mas. cuma kemarin mau nulis sekalian itu gak jadi. takut malah mereka nyerbu ke rumahku semua. 😀
July 22, 2010
opone sing disikat, mas. 😀
July 22, 2010
wah, berarti untung2an ya. aku cuma sekali pernah di sana. untungnya ga sampe kayak di semarang. kalo di semarang aku sampe ditonjok. uwasu!!
July 22, 2010
atau bawa preman sendiri. 😀
July 22, 2010
tapi masti ditanya mana tiketnya. dan mereka tak akan percaya. :((
July 22, 2010
berkat didikan selo. ;))
July 22, 2010
kalo di stasiun kereta sih sptnya tidak ada.
July 23, 2010
sedia iPad sebelum kepepet. 😀
July 23, 2010
baiklah. kapan kita robohkan? 😀
jangan sangar2, mas. setidaknya pos polisi masih bisa dipakai utk tempat nitip motor.
July 23, 2010
bener, wir. sekarang enakan beli di loket sebelum berangkat. lebih mahal, memang. tp jadi lebih aman dan tenang pas mau jalan. kalo gitu kita ga usah bayar pajak buat pegawai itu. hehehe..
July 23, 2010
berkat ilmu dr mbak FPS. *tersipu2. ;))
July 23, 2010
rumus paling gampang, datangi kepala terminal. bilang mau wawancara. dijamin aman semuanya. 😀
July 23, 2010
Waktu masih kuliah di Semarang dulu saya suka stop bis di utara terminal, sebelah barat banjar sedana merta ubung, dipengkolan itu, main sama kenek aja, dapet lebih murah dan bebas rubungan calo, tapi kalo kecelakaan ga bakal dapet tanggungan karena tidak terdaftar dalam manifes (koyok pesawat ae)
July 30, 2010
Ubung masih kayak gitu mas anton…??? ya oloooh…aku pikir dah berubah…ngeri klo dah masuk terminal ubung tanpa tiket…masang tampang galak dan sumpah serapah pun ga mempan..kalah galak kitanya…hehehe…
Terminal purabaya surabaya dah berubah…calo terminal dah ga ada yang narik2 calon penumpang (berdasar pengalamanku kurleb 2 th ini)…klo dulu emang iya, purabaya calo bis-nya ngeri..tapi sekarang aman2 aja…udah berasa berubahnya…
August 1, 2010
@Hendra W Saputro: Hahahahah.. pengalaman ya Cak. Jawa Indah memang mooy
July 12, 2015
ane juga ngalamin hal yang sama mas, pas nyampe terminal banyak calo tiket yang ngerebut ane. satu persatu mereke nanya ane bilang dengan dengan lembut kalau ane lagi nunggu teman. karena ane beli tingket untuk berangkat besok. dengan polos ane duduk di pojok loket penjualan tiket. sebari mengamati tingkah para calo tiket yang mengejar2 calon pembelinya. tingkah laku mereka bak singa kelaparan. setelah bosan duduk ane mulai berdiri dan melihat2 loket penjualan tiket. tapi sialnya semua loket gak ada orangnya mungkin lagi istirahat makan siang. tiba tiba datang calo tiket dari arah barat langsung ngebantak ane “kamu ini ditanya diem aja. mau kenama kamu ?” (dengan bringas) ane jawab ke malang. langsung saja ane di seret ke maskasnya si tukang calo disitu banya teman2 mereka yang siap ngrebut ane. ane di tawarin 200.000 what ? ane tawar 150.000 si calo nolak . ane lari lagi ke loket sembari nunggu pak penjaga loket. sial calo datang lagi, dia tanya mau kemana mas ? ke malang. penjaga loketnya lagi istirahat mas sini saya antar langsung ke orangnya. tiba tiba ane di ajak nemu calo yang lagi mangkal di tempat tunggu penumpang. yah ane ditawarin 200.000 lagi dan itu harga mati. dari pada ane bingung linglung terpakasa ane tawar menawar lagi sama calo tiket yang pertama . dan hasilnya ane dapat harga 170.000. oh god, melelahkan …..
ane kira di malang “arjosari” calonya lebih ngeri. ternyata tebakan ane meleset pas ane pulang lewat tu terminal masuk terminal ane langsung menuju ke loket pas dibilangin harga ternyata cukup murah cuman 130.000 ane sempat berkeliling ke beberapa loket ternyata harganya sama . tanpa pikir panjang langsung ane beli. ane gak ngelihat calo tiket bringas disana semua pada sopan semua dan gak ada yang maksa maksa, narik narik, bentak bentak, pokoknya gak ada yg anarkis deh …