Curhat ini dibuat ketika meliput Sidang Umum Interpol ke-85.
Liputannya sejak kemarin pagi. Acaranya sampai Kamis nanti. Lumayan, empat hari penuh, dari pukul 9 pagi hingga 5 di Nusa Dua. Membosankan.
Jadi, daripada mati gaya dimakan kebosanan, aku ngeblog saja.
Liputan di Nusa Dua sebenarnya hal biasa bagi wartawan di Bali termasuk aku. Terakhir, bulan lalu aku juga liputan tentang Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia alias Indian Ocean Rim Association (IORA).
Agustus lalu, aku juga tiga hari liputan di kawasan Bali Tourism Development Corporation (BTDC) Nusa Dua ini tentang tindak pidana cuci uang dan terorisme. Meskipun tiap hari bolak-balik ke Nusa Dua – Denpasar, aku juga asyik-asyik saja waktu itu.
Beda banget dengan liputan kali ini. Rasanya membosankan sekali liputan Sidang Umum Interpol ini. Kurang lebih inilah alasannya.
Pertama, tidak ada agenda yang dibagi. Panitia tidak membagi sama sekali apa agenda pertemuan selama empat hari ini. Awalnya aku pikir cuma aku yang tak punya agenda, ternyata semua wartawan yang meliput juga tidak mendapatkannya.
Seandainya ada apa saja agenda pertemuan, topiknya apa saja, siapa saja yang ikut, aku yakin akan sangat membantu untuk mendapatkan ide liputan dan sudut pandang.
Aku tanya panitia di bagian media, mereka bilang karena agendanya tertutup. Karena itu tidak ada agenda yang dibagikan ke wartawan. Ajaib.
Dan, itulah alasan kedua kenapa liputan kali ini membosankan. Semua sesi dalam pertemuan ini tertutup. Hanya terbuka untuk media saat pembukaan dan penutupan.
Dalam skala tertentu aku maklum saja sih. Isu keamanan begini memang masuk kategori rahasia. Tapi, menurutku sih pasti ada sesi-sesi yang bisa dibuka juga untuk media. Dengan begitu, paling tidak kami bisa mendapatkan informasi tambahan atau sekadar ide topik untuk dikembangkan.
Parahnya lagi, informasi yang kami dapatkan dari jumpa pers juga tidak jelas. Inilah alasan ketiga.
Setidaknya begitulah yang terjadi pada jumpa pers hari pertama kemarin sore. Karena sesinya tertutup, aku pikir akan ada narasumber “penting” yang bisa ikut di jumpa pers mengenai apa saja topik yang dibicarakan.
Eh, ternyata kemarin jumpa persnya hanya membaca terjemahan dari siaran pers Interpol yang sudah aku terima versi bahasa Inggrisnya sejak makan siang. Kacrutnya, aku belum banyak menulis karena merasa akan ada berita penting dengan narasumber “besar” saat jumpa pers.
Ternyata tidak. Benar-benar hanya membacakan terjemahan siaran pers yang sudah dikirim sebelumnya. Padahal, aku sudah bela-belain menunggu sampai pukul 5 sore.
Untunglah masih ada pameran tentang keamanan di sela-sela sidang umum ini. Jadi masih ada tempat untuk jalan-jalan dan melihat hal-hal baru terkait keamanan, termasuk bagaimana pengawasan terhadap warga secara daring.
Hal lain yang masih menyenangkan selama liputan kali ini adalah layanan ala polisi yang benar-benar memanjakan. Sebagai jurnalis lepas yang kere dan tidak gaul plus jarang mendapat layanan, aku senanglah mendapat jamuan begini. :p
Ruangan media juga selalu terbuka. Penuh dengan puluhan jurnalis dan belasan staf humas Mabes Polri dan Polda Bali yang lebih banyak duduk-duduk di ruang media.
Tapi, seperti para wartawan, mereka pasti lebih senang kalau bekerja, bukan cuma duduk-duduk santai seperti ini. Samar-samar, seorang perwira berkata. “Saya paling tidak suka pekerjaan seperti ini. Membosankan. Saya lebih senang di lapangan,” katanya.
Wah, si Bapak sepertinya bisa membaca dan mewakili pikiranku.
Leave a Reply