Sepinya Denpasar pas Galungan

0 No tags Permalink 0
SELAMAT GALUNGAN, NYEPI, DAN KUNINGAN
BUAT YANG NGRAYAIN..
MAKE PEACE NOT WAR!

Sejak Senin lalu Denpasar terasa lebih sepi dibanding biasanya. Padahal hari-hari ini dalam suasana hari raya. Rabu kemarin, umat Hindu di Bali merayakan Galungan. Hari raya tiap enam bulan sekali ini bermakna kemenangan dharma atas adharma atau kebaikan atas kejahatan. Ya, kurang lebih begitulah maknanya. Aku tanya beberapa temen yang ngrayain dibilang begitu soalnya.

Seperti halnya kota besar lain, sebagian besar warga Denpasa juga kaum urban yang sudah menetap. Mereka datang dari daerah-daerah lain di sekitar Denpasar. Jadi ketika hari raya gini mereka pada mudik. Karena itulah Denpasar terasa lebih sepi. Apalagi Galungan sekarang berdekatan dengan Nyepi, hari raya (terbesar kali ya) umat Hindu.

Denpasar relatif agak sepi sejak Senin lau karena umat Hindu sedang mempersiapkan diri menjelang Galungan. Maklum rentetan menjelang dan sesudah Galungan memang lumayan banyak. Dua hari menjelang Galungan, krama (umat) terlebih dulu membuat kue-kue untuk sarana persembahan. Bahasa Bali-nya Penyajaan Galungan. Dari kata jaja (dibaca jaje) yang berarti jajan atau kue. Jaja Bali ini misalnya begina, jaja uli, dan dodol. Semuanya terbuat dari beras atau ketan.

Selain membuat jaja, ibu-ibu dan cewek-cewek juga mejejaitan atau membuat sarana upacara dari janur. Ada yang diseut banten, gegantungan, canangsari, sodan, dan gebogan. Banten dan canang sari berbentuk kotak kecil yang biasa dipakai tiap hari ketika sembahyang. Gegantungan semacam pernak-pernik kecil yang digantung di pura pribadi (sanggah). Sedangkan gebogan dan sodan itu tempat sesajen berupa buah yang biasa dibawa di kepala ibu-ibu. Kaya yang di foto-foto atau TV-TV itu..

Hari selanjutnya disebut Penampahan Galungan, yang berasal dari kata nampah atau motong hewan. Ini pekerjaan cowok-cowok atau bapak-bapak biasanya. Hewan yang dipotong itu pada umumnya babi. Namun ada pula yang memotong ayam atau bebek. Kalo sapi setauku tidak boleh. Sedangkan kambing juga tidak. Entar dipikir nyaingin Idul Adha lagi. 🙂

Selain motong hewan, pada H-1 ini juga mulai dipasang penjor. Tapi kadang-kadang dua hari sebelumnya juga sudah dipasang. Penjor itu bentuknya seperti umbul-umbul tapi tanpa kain. Pada bambu kecil yang melengkung ujungnya itu diberi berbagai hasil bumi seperti kelapa, janur, buah-buahan, dan semacamnya. Penjor ini dipasang di pintu masuk halaman rumah. Setahuku ciri khas Galungan dan Kuningan ya penjor ini. Maknanya sebagai ucapan terima kasih pada sang pencipta.

Finally pada hari H. Hari ini diawali dengan sembahyang di pura rumah masing-masing. Awalnya sendiri-sendiri lalu sekeluarga. Setelah itu dilanjutkan sembahyang di pura tempat beraktivitas sehari-hari. Bisa di kantor, kampus, sekolah, pasar, atau tempat lain. Setiap orang bisa sembahyang di beberapa tempat. Lalu dilanjut sembahyang di pura publik. Di Denpasar misalnya adalah Pura Jagatnatha di dekat Lapangan Puputan Badung. Sembahyang juga dilakukan di pura leluhur atau di kampung. Hampir sehari penuh umat Hindu bersembahyang ke berbagai pura ini. Karena itulah ketika Galungan, Bali sepi aktivitas. Kantor pada tutup. Jadi yang tidak merayakan bisa liburan hampir seminggu.

Seba ritual saat Galungan masih berlanjut sehari setelah Galungan. Pada hari yang disebut Manis Galungan ini biasanya umat Hindu saling berkunjung. Silaturahmilah sama keluarga, teman, atau semacamnya. Saat Manis Galungan ini biasanya Denpasar mulai rame dengan aktivitas orang jalan-jalan ke pantai, mall, atau yang lain.

But, kali ini masih sepi. Bisa jadi karena Galungan kali ini berdekatan dengan Nyepi Jumat besok. Jadi sebagian besar krama justru sibuk siap-siap menyambut Nyepi. But, asik juga kalo Denpasar sepi gini.. 🙂

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *