Selamat Datang Bulan Penuh Diskon!

0 No tags Permalink

Hari ini mulai puasa wajib Ramadhan. Kalau soal meningkatkan iman taqwa dan tetek bengeknya, biarlah itu diurusi orang-orang alim. Kalau aku ikut ngasih komentar tentang itu, gawat juga kan. Bisa-bisa Aa’ Gym dapat saingan. Padahal dia lagi moncer-moncernya jadi ikon orang beriman (dan sukses berbisnis) di Indonesia. 🙂

Urusanku, biarlah soal yang sepele-sepele saja. Iklan, hiburan, berita..

Sebelum puasa dimulai. Beberapa waktu lalu aku baca di koran, Nanggroe Aceh Darussalam akan mencambuk mereka yang tidak berpuasa. Mereka berharap bisa menerapkan syariat dengan tepat. Padahal, katanya, puasa itu urusan privat. Lalu kenapa harus dicambuk kalau tidak menjalankannya? Bukannya urusan agama itu dengan Tuhan?

Ada pula usulan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), – pernah juga diplesetkan jadi Majelis Urusan Inul. :)- agar sekolah diliburkan selama Ramadhan. Katanya biar siswa-siswa bisa berkonsentrasi puasa dan mengikuti kegiatan keagamaan lain. Sejak kapan sekolah bisa membuat orang tidak berkonsentrasi dengan kegiatan keagamaan? Logika Din Syamsudin dan beliau-beliau yang terhormat itu kan seolah-olah sekolah bisa menghambat orang berpuasa dan membuat tidak khusyu. Lho, bukannya selama ini juga sudah ada ngaji setiap sore dan pendidikan agama di sekolah? Apa bener kalau sekolah diliburkan siswa-siswa itu bisa berubah menjadi alim? I’m not sure..

Lalu, ada pula informasi bahwa selama bulan puasa ini kegiatan “maksiat” dilarang. Kita memang harus saling menghormati. Kalau lagi Nyepi ya jangan adzan menggunakan speaker. Lalu jangan menghibur diri seenaknya ketika bulan puasa. Ya ini sih wajarlah. Asal jangan kelompok semacam Front (yang mengklaim) Pembela Islam (FPI) –sekarang sih udah bubar- datang ke tempat hiburan lalu mengobrak-abrik tempat hiburan. Katanya Ramadhan bulan penuh ampunan. Kok mereka belum jadi Tuhan saja sudah ngamuk seenaknya.

Di TV dan koran aku juga lihat orang-orang tiba berubah sangat beriman. Mereka jadi rajin sholat, ngaji, bersedekah.. Artis-artis pada berjilbab. Ketika Ramadhan usai, jilbab dilepas kembali. Ya, memang urusan pribadi mereka sih. Kali karena puasa memang dianggap bisa membuat diri kembali suci. Jadi berbuatlah semaumu di luar puasa. Sebab ketika Ramadhan kita akan kembali jadi orang suci. Enak banget ya.

Dan, inilah yang paling menggelisahkanku. Ramadhan ternyata diam-diam adalah bulan para pengumbar ideologi pasar. TV, koran, bilboard, spanduk, dipenuhi iklan dengan menggunakan Ramadhan sebagai alasan. Iklan Jus Berri misalnya bilang awali dengan niat, jalani dengan kuat, akhiri dengan sehat. Berbuka dengan Jus Berri. Atau Matahari dengan Penawaran Istimewa untuk Lebaran. Baju-baju taqwa dan jilbab dijual dengan harga murah. Ya sekitar Rp 66.750 sampai Rp 189.000 lah. –Istimewa apanya?- Mereka yang membuat seolah-olah Ramadhan tidak lengkap tanpa belanja.

Bahkan ada iklan perjalanan dengan judul Idul Fitri Package. Alamak.. Setiap hari raya memang alasan yang efektif untuk promosi barang dan jasa. Lihat saja pas Lebaran, Nyepi, Natal, dan seterusnya. Iklan-iklan itu membuat khidmatnya hari raya jadi ternoda. Mengkonsumsi (barang ataupu jasa) dari yang awalnya hanya keinginan itu pun berubah jadi kebutuhan. Aku jadi ingat Gilles Deleuze dan Felix Guattari yang ngomong soal mesin hawa nafsu. Ramadhan memang bulan untuk menahan hawa nafsu makan, minum, seks –ini yang paling menyedihkan- :D, marah, dan seterusnya. Tapi di sisi lain, Ramadhan juga mesin hawa nafsu belanja. Apalagi biasanya mall-mall memberikan diskon ketika Ramadhan .

So, selamat datang bulan penuh diskon. Eh, sori. Marhaban Ya Ramadhan…

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *