Rezeki Berjuta dari Makanan Desa

6 , , , , Permalink 0

Sambil mudik, makan-makan tetap harus jalan. Karena itu, mudik Lebaran tahun ini kami gunakan juga untuk cari makanan khas di sekitar desa. Lamongan punya banyak makanan khas. Kalau di Bali sih yang paling banyak ya Sari Laut Lamongan. Tak hanya di Bali. Aku yakin di tiap kota ada warung tenda khas yang kadang-kadang merusak pemandangan kota ini. Hehe..

Aku dan Bunda pun mencuri waktu satu hari untuk mencari makanan-makanan khas desa ini. Sebenarnya mungkin tidak benar-benar khas. Bisa jadi ada juga di tempat lain namun dengan nama beda. Oke. Kalau gitu aku sebut saja sebagai makanan paling terkenal di daerahku.

Pertama, rujak Mak Tas. Kalau tidak salah sudah setahun lalu aku lihat rujak di pinggir Pasar Paciran ini, persisnya di samping jembatan. Mak Tas, penjual rujak buah ini sudah berdagang sekitar 15 tahun. Bahan rujak ini tak jauh beda. Ada buah timun, nanas, semangka, dan bengkuang. Bedanya di bumbunya. Mak Tas tak memakai air sama sekali ketika ngulek bumbu.

Mak Tas

Jadi, aneka rupa bumbu seperti gula jawa, cabe, kacang, dan asem tua itu langsung diulek tanpa air sama sekali. Hasilnya, bumbu itu sangat kental. Tidak encer sama sekali. Ini yang jadi ciri khas rujak Mak Tas.

Pembeli rujak ini bejibun. Tak hanya dari warga desa Paciran, tapi dari kota Lamongan, Gresik, Surabaya, Tuban, dan seterusnya. Kalau siang, sekitar pukul 11-13, pembelinya harus antri karena saking banyaknya pembeli. Tak heran, omzet rujak buah ini sampai Rp 1 juta per hari. Biuh!!

Satu porsi rujak seharga Rp 2000. Ada es siwalan dengan harga segelas Rp 3000. Sayangnya sih tempat ini persis di atas kali yang airnya hitam pekat. Ada bau tak sedap pula dari kali itu. Toh, itu menambah ciri khas makanan di desa, buruk tempat tapi makanan nikmat. 😀

Usai menyantap rujak buah, kami pindah cari makanan khas kedua, jumbret. Ada pula yang menyebut makanan ini dnegan nama jumbrek, bukan jumbret. Makanan ini dari tepung yang dibungkus daun lontar yang dibentuk mirip terompet. Di Bali juga ada makanan seperti ini. Aku lupa namanya.

Dari warung sederhana Mak Tas, kami mendapat nama Karmini. Dia pembuat jumbret yang paling terkenal di Paciran.

Sor Asem berarti di bawah pohon asam adalah nama daerah Bu Kar. Ternyata daerah ini pusat pembuat makanan manis ini. Ketika aku dan Bunda masuk gang ke arah rumah Bu Kar, banyak orang sedang membuat tempat untuk jumbret itu di beberapa rumah.

Bu Kar

Jumbret sendiri memang makanan khas Paciran. Di sepanjang jalan raya Daendels di barat desa, banyak warung-warung kecil beratap daun rumbia yang menjual jumbret ini. biasanya jumbret dijual bareng es dawet, siwalan, tahu dan tempe goreng, serta beberapa makanan lain lagi. Nah, Bu Kar adalah salah satu produsen yang menjual jumbret melalui warung-warung itu.

Kami sengaja beli langsung ke rumah Bu Kar. Sekalian ngobrol.

Bu Kar sedang mengaduk-aduk bahan untuk jumbret ketika kami datang. Dia duduk di dapur dekat tungku yang membara. Dia bisa sampai 12 jam membuat setidaknya 1500 batang jumbret tiap hari.

Harga satu jumbret Rp 1.300. Artinya, per hari Bu Kar bisa dapat Rp 1.650.00. Wow.. Pendapatan Bu Kar pun semanis jumbret buatannya.

6 Comments
  • tumik
    October 17, 2008

    hmmmmm..
    asiknya komen pertama.

  • Ida
    October 17, 2008

    Wah enak sekali ntu jumbret. Nyaem nyaem nyaem.., jadi pengen maen ke Paciran neh kangen ama ental and es siwalan jg.
    Kalo siang2 makan rujak yang puedes, wezzzz… rasane uenak poll, sueger, apalagi kepedesan sampe ngiler, wehehehe…

  • imsuryawan
    October 18, 2008

    makan2 trus dia lho..

  • Putu Adi
    October 18, 2008

    Bikin satu gerai makanan khas Lamongan di Denpasar Bli..asik tuh

  • alif
    September 21, 2009

    jumbrek,,,bukan jumbret pren

  • hakim
    February 10, 2010

    jumbrek mang enak wa promosi mkanan kampong q sangt trim .dukung sngat klau ada temen yg mau buka warung has paciran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *