Sampai hampir pukul 7.30 Wita, mobil pick up yang kami pesan tak juga datang menjemput ke rumah. Padahal semalam sebelumnya kami sudah bilang ke pemilik pick up, tetangga kami di jalan Subak Dalem di pinggiran Denpasar Utara, untuk datang menjemput pukul 7 pagi.
Kami harus berangkat awal karena harus mengambil papan petunjuk jalan yang akan dibawa ke Nusa Lembongan juga jemput bapak ibu yang akan ikut ke sana untuk sembahyang sekalian jalan-jalan. Apalagi Bunda juga harus beli tiket untuk teman-teman yang akan ikut ke pulau seberang tersebut. Jadi harus berangkat lebih awal.
Tapi begitulah. Mobil penjemput tak juga datang. Padahal pagi itu Bunda bahkan sudah sekali lagi nyamperin sopir tersebut ke rumahnya. Tapi dia tak juga datang.
Karena tak juga datang, kami akhirnya berangkat naik motor dengan banyak barang bawaan di motor: tas ransel isi pakaian, dua tas plastik isi makanan, dan satu pejati untuk upakara pas sembahyang. Agak repot karena motor itu berisi tiga orang: aku, Bunda, dan Bani. Tapi mau bagaimana lagi. Kami tak mungkin hanya diam menunggu ketidakpastian kapan mobil datang karena kami juga tak punya nomor telepon sopir.
Ternyata sopirnya memang salah paham. Dia bukan ke rumah kami. Tapi ke rumah mertua di jalan Banteng. “Dasar lengeh sopire,” kata Bunda, esmosi, eh emosi.
Wajar dia agak panik. Soale sebagian teman sudah menunggu kami di tempat penyeberangan pagi itu.
Benar saja. Kami telat ketika sampai di tempat penyebarangan itu. Jukung yang jadwal pukul 8 sudah berangkat. Teman-teman di sana sudah menunggu: Gendo dan Putu istrinya, Gus Tulank, dr Cock, Ike, Click, dan Ardana, teman dari Nusa Lembongan yang membantu kami selama acara di sana nanti. Yudi menyusul datang kemudian.
Keterlambatan itu menambah rasa tak enak di hati soal rencana ke Nusa Lembongan sambil tahun baru. Ada dua hal lain yang membuatku sendiri kurang nyaman dengan keberangkatan ke Lembongan. Pertama karena tidak terlalu banyak teman dari Bali Blogger Community (BBC) yang ikut kegiatan atas nama BBC ini. Mungkin karena keberangkatannya pas masih hari kerja, 31 Desember. Juga karena lokasinya di seberang pulau. Banyak yang bilang takut nyeberang.
Kedua karena cuaca yang kurang bagus. Hari-hari ini Denpasar diguyur gerimis. Cuaca lebih sering mendung. Bahkan semalam menjelang berangkat pun gerimis turun terus sampai pagi. Aku sendiri agak takut nyeberang pulau dalam cuaca jelek itu. Pas sudah di Sanur hendak menyeberang pun gerimis kecil sempat turun. Aku sudah dag dig dug takut gak karuan.
Tapi the show just go on. Sejak punya rencana sekitar sebulan lalu, aku dan Bunda sudah sepakat ada atau tidak ada yang ikut, kami tetap ke sana untuk lari dari hiruk pikuk Denpasar saat tahun baru. Begitu pula pagi itu.
Muntah, Enggak, Muntah…
Setelah menunggu 2,5 jam, kami akhirnya dapat jukung juga. Laut tenang. Ombak tidak terlalu besar. Cuaca cerah. Malah nyaris tanpa angin. Jadi gerah.
Tapi meski cuaca tenang, gelombang tetap terasa ketika kapal sudah di tengah laut. Jukung bercadik itu tetap bergoyang ketika melewati gelombang demi gelombang. Aku duduk sambil memegang Bani yang terlelap di pangkuan. Bunda sejak berangkat sudah menekuk wajah menahan perasaan ingin muntah. Aku, meski agak grogi karena takut muntah juga, mencoba menguatkan dia.
Usaha yang sia-sia. Sekitar 40 menit perjalanan, Bunda muntah juga. Aku sendiri mulai merasa perut juga makin tak nyaman. Sudah berulang kali bersendawa, petanda perut yang penuh dengan gas, tapi aku merasa tetap tak nyaman juga. Aku tetap menahan diri untuk tidak muntah.
Ah, tapi ini juga gagal. Menyusul Bunda, aku pun muntah juga. Kata Gus Tulank sih karena aku duduk terus. Lain lagi menurut dr Cock. Dia bilang karena aku duduk di depan sehingga pandangan agak tertutup. “Kalau di belakang kan pemandangan lebih terbuka. Jadi tidak mabuk,” katanya. Ada benarnya sih. Aku memang duduk di depan yang agak tertutup dan hanya bisa melihat TV, buah, dan barang-barang lain yang ditumpuk di bagian depan.
Jadi, ini salah satu trik atau cara menghindari mabuk laut. Pertama jangan duduk kalau memang boleh berdiri di kapal. Kalau berdiri perut jadi tidak dikocok-kocok sama laut karena tubuh tidak melawan ketika perahu bergoyang. Kedua, kalau memang terpaksa duduk, duduklah di belakang atau di tempat terbuka. Mungkin itu cara biar-biar besok tidak muntah seperti yang aku alami sekarang.
Untungnya sih perjalanan ke Nusa Lembongan gak terlalu lama, sekitar 1,5 jam. Apalagi pas nyampe sana pemandangannya bagus banget. Ombak yang tinggi dan panjang dikejar para peselancar. Air laut biru. Bening. Aku sampai bisa melihat dasar laut. Sayang tak banyak ikan. Kalau agak ke tengah mungkin lebih bagus lagi karena bisa melihat coral reef. Sebab banyak pula turis lagi snorkling tak jauh dari tempat jukung kami berlabuh.
Inilah pemandangan sebagai selamat datang. Sayangnya kami harus cepat-cepat. Jadi tidak bisa snorkling. Juga tak kuat bayar. Hehe..
Jungut Batu, tempat kami berlabuh adalah salah satu dari pelabuhan kecil di Lembongan. Pelabuhan lainnya adalah Mushroom Beach atau Tanjung Sanghyang. Tapi dua pelabuhan ini tanpa dok atau dermaga. Hanya ada pos pembayaran tiket. Selebihnya pantai biasa. Makanya penumpang harus bersiap untuk basah kuyup celananya kalau naik turun perahu.
Penginapan kami adanya di Villa Tamarind. Sebenarnya villa ini lebih dekat kalau turun di Pantai Sangiang. Tidak tahu juga kenapa turun di Jungut Batu. Mungkin karena sekalian makan siang. Sebab kami sampai sana sekitar pukul 12 siang. Tentu saja pas banget untuk ngisi perut yang sudah keroncongan.
Makan siang kami di Cafe Relax. Persis di tepi pantai. Menunya all about se food. Sebagai penggila makanan laut, tentu saja aku menyanyi sorak-sorak bergembira dalam hati. Ada menu nasi campur dengan lauk mie goreng, ayam suwir, ikan kecil-kecil mirip teri, sambel goreng, dan ikan tongkol.
Tapi ada yang lebih menggoda. Sup ikan kakap. Ini yang kupilih siang itu. Tambahannya ikan tongkol pake bumbu, mirip pepes. Sup yang hangat dan pedas ini cocok banget buat perut keroncongan dan abis terombang-ambing di lautan.
Usai makan siang, kami ke tempat menginap di villa Tamarin. Kaget juga pas baru tau kalau villa ini ternyata punya mertuanya dr Cock. Walah, tahu gitu kan tidak usah repot-repot minta tolong Bli Ardana untuk cari. Bisa langsung lewat dr Cock.
Villa Tamarin lumayan jauh dari Jungut Batu. Kami harus naik turun bukit. Maka, pilihan untuk ke sana adalah naik angkutan umum setempat. Kendaraan ini pick up yang berisi kursi memanjang dari depan ke belakang di dua sisinya. Jadi penumpang berhadap-hadapan satu sama lain.
Setelah selesai digoyang ombak, kini gantian perut digoyang jalan beraspal jelek naik turun itu. Untungnya pas sampai di villa aku bisa istirahat dulu. Selesai beresin barang, teman yang lain pada berangkat ke tempat pelayanan kesehatan untuk petani rumput laut di Banjar Kelod Nusa Lembongan. Sementara aku istirahat dulu karena harus nemenin Bani.
Tapi karena Bani tak juga bisa tidur, sekitar 30 menit kemudian aku nyusul yang lain juga ke tempat pelayanan kesehatan.
Awas Nyeri Sendi!
Inilah kegiatan pertama kami di Lembongan, pemeriksaan kesehatan untuk warga setempat. Biar tidak buanyak yang ikut, maka kami batasi pada anggota kelompok petani rumput laut di Banjar Kelod.
Aku kaget juga pas sampai sana. Ternyata buanyak yang ikut layanan kesehatan gratis ini. Tempat cek kesehatan ini ada di kantor koperasi banjar. Warga yang ikut sebagian besar sudah berumur. Ada sekitar 50 orang di kantor berlantai tanah itu. Mereka duduk antri, sebagian berdiri menunggu giliran diperiksa dr I Made Cock Wirawan, satu-satunya dokter sore itu.
Oh ya. Di BBC sendiri sebenarnya banyak dokter yang jadi anggota. Selain dr Cock ada dr Oka, dr Dani, dr Deddy, dr Adi, dan mungkin nama lain yang belum aku tau. Tapi itu dah. Pada berhalangan hadir. Jadilah dr Cock sendirian. Ada dokter lain, Haryoga dari Kisara tapi dia belum datang ketika kegiatan sudah dilakukan. Jadi ya, kanggoang, dr Cock sendirian.
Ketika dr Cock memeriksa warga satu per satu, teman lain pada posnya masing-masing. Ike dan Gus Tulank jadi apoteker. Mereka menyiapkan obat-obatan untuk warga yang selesai diperiksa. Putu, istrinya Gendo, jadi perawat. Untung juga ada Putu yang pernah jadi relawan di Korps Suka Rela Palang Marah Indonesia (KSR PMI). Jadi ada relawan sebagai perawat yang memang punya pengalaman. Itu pun setelah dikursus singkat sama dr Cock tentang bagaimana mengetes tekanan darah sama denyut nadi.
Mereka yang tersisa adalah Bunda, Yudi, dan Gendo. Bunda kebagian wawancara. Mencatat keluhan kesehatan warga. Sementara Yudi dengan kameranya bagian moto-moto. Gendo? Ah, dia sih kebagian tidur di rumahnya Bli Ardana yang tak jauh dari tempat pelayanan kesehatan.
Banyaknya warga yang ikut pelayanan kesehatan itu cukup mengagetkan. Kami satu sama lain sampai berulang-ulang bilang, “Gak nyangka ya. Ternyata banyak warga yang ikut.” Dokter Cock sampai mengaku kewalahan. Obat-obatan juga sampe kurang.
Hasil pemeriksaan kesehatan itu sendiri menunjukkan bahwa sebagian besar warga di sana mengalami masalah nyeri sendi (rematik) dan kabur mata. Dari total 51 orang yang periksa, hampir semua mengeluhkan nyeri sendi. Menurut dr Cock, nyeri sendi itu terjadi karena faktor umur dan pekerjaan. Sebagian besar yang ikut cek kesehatan adalah bapak ibu yang sudah uzur. Umurnya mungkin di atas 50 tahun.
Selain faktor umur yang sudah uzur, petani itu juga banyak bekerja di dalam air. Ya iyalah. Lha wong mereka petani rumput laut. Hehe.. Tiap hari, mereka bisa bekerja sampai lima jam di dalam air laut. Misalnya ngecek rumput laut, memasang tali, menghilangkan penyakit atau gulma di ladang rumput laut, memasang bibit, dan memanen.
“Terlalu banyak berendam di air dingin akan menyebabkan sirkulasi darah di sendi tidak bagus,” kata dr Cock.
Sambil menunggu tambahan obat datang, karena dibawa rombongan BBC yang datang sore, kami main ke Gua Gala-gala, sekitar 10 meter di depan kantor koperasi. Gua seluas 500 meter persegi ini berada di bawah tanah. Hal yang mengagumkan adalah karena gua ini adalah gua buatan, bukan gua alami.
Made Byasa, pembuat gua ini, mengerjakannya selama 15 tahun dari tahun 1961 sampai 1976. Byasa, yang juga dalang, petani, dan penari itu membuat gua berdasarkan inspirasi dari epos Mahabarata tentang pelarian keluarga Pandawa dari kejaran pasukan Korawa. Aku tidak terlalu ngerti tentang epos ini.
Ada tujuh pintu masuk ke gua ini dengan tiga lubang ventilasi. Di dalamnya mirip labirin, penuh dengan sekat-sekat. Mungkin karena itu disebut gala-gala karena mirip orang main petak umpet pas masuk di sana. Gua ini dilengkapi dengan ruang tamu, tempat tidur, kamar mandi, sumur, dan dapur.
Sayangnya aku agak ngeri juga untuk mencari semua kamar itu. Suasananya agak gelap ketika di bawah. Juga takut aja sampe kesasar lalu ga bisa keluar. Hehe..
Kami kembali ke tempat pelayanan kesehatan setelah sekitar 30 menit di Gua Gala-gala termasuk menawar harga souvenir di toko depan gua. Pelayan toko yang manis itu bikin Gus Tulank kesengsem juga. Sayang pas ditanya nomor handphone, si cewek bilang tidak punya. Ah, poor Tulank. 😀
Usai menikmati Gua Gala-gala, kami kembali ke tempat pemeriksaan kesehatan. Kami masih menunggu rombongan BBC yang datang di kloter kedua. Tak lama kemudian, rombongan siang pun datang. Fenny, Eka DS, Gede, Bertha, Haryoga, dan Mang Sila itu juga membawa obat tambahan untuk para warga. Maka, kegiatan kembali dilanjut dengan menyiapkan obat untuk para warga. Kami memasukkan obat yang direkomendasikan dr Cock pada warga itu ke plastik kecil lalu diisi nama dan petunjuk pemakaian. Ada warga yang sudah menunggu untuk ambil obat. Tapi lebih banyak pula yang dititipkan saja pada Ketua Kelompok Petani untuk dibagikan pada warga.
Menurut rencana awal, hari itu sebenarnya kami mau pasang papan petunjuk sekalian. Tapi karena sudah sore, sekitar pukul 5.30 wita, maka rencana itu ditunda saja. Apalagi, kata Bli Ardana, pemasangan itu harus dilakukan bersama aparat desa agar bisa memastikan di mana lokasinya. Yowis. Apalagi badan memang sudah capek. Kami memilih untuk istirahat sore itu.
Tapi Bli Ardana memberi tawaran menarik. “Kita makan saja dulu di rumah tiang,” katanya pada kami. Hari itu Bli Ardana memang punya hajatan makan-makan. Maka dengan hati senang dan perut lapar, kami menerima tawaran itu.
Suasana agak hiruk di rumah Bli Ardana petang itu. Ada yang sedang membuat sate lilit ikan, mengipasi sate yang dipanggang, juga membuat bumbu untuk makan. Sebagian sate sudah matang. Baunya ueeeenak tenan.
Dengan muka tanpa dosa, kami semua duduk menunggu makan disiapkan. Menunya selain sate lilit adalah sayur dari bongkol pisang alias jukut ares dan lawar kuwir. Wah, pokoke makan gratis pancen uenak. Makanya anak-anak BBC yang sudah putus urat kemaluannya, kecuali Gendo yang salah omong, pada nambah makan petang itu.
Lalu, tanpa bayar semuanya langsung pulang ke hotel. Benar-benar tak punya malu dan memalukan, memang.
Petang itu ditutup dengan mandi bersama di pantai yang cakep. Pantai bernama Bias Tugel ini terisolir oleh dua karang. Pasirnya putih. Sayang kontur pantainya agak curam. Jadi agak berbahaya untuk berenang. Tapi toh semua cuek saja. Mandi sepuasnya di pantai sampai gelap benar-benar datang.
Sebelum pulang, kami menambah kesenangan petang itu. Main lomba menghias wajah. Aku dapat kebagian merias wajah Gus Tulank. Dengan mata tertutup dan lipstik serta bedak di tangan, aku sukses merusak wajah Gus Tulank yang masih jomblo itu. Usai membuat wajah acak adut, giliran lomba memecahkan balon kondom berisi air. Mecahinnya pake kepala. Dan, the winner is… me!
Kami dapat starter pack Starone. Lumayan menyenangkan meski starter packnya belum tentu aku pake. Ya gimana. Lha wong aku sudah punya..
Capek bersenang-senang di pantai berombak biru dan berpasir putih itu, kami pulang ke villa dengan berjalan pelan-pelan. Soale sudah gelap dan kami harus lewat jalan dengan semak belukar.
Malamnya, senang-senang kembali dilanjutkan. Kali ini di restoran villa. Pesta taun baru tentu saja. Sayangnya aku gak bisa ikut lama. Pukul 9.30 malam, Bani merengek minta bobok. Sebagai bapak yang baik, aku turuti kemauannya. Niat awalnya sih aku ngelonin dia bentar saja lalu balik ke tempat pesta itu kalau dia sudah terlelap. Eh, ternyata aku ikut terlelap juga.
Suara petasa, terompet, kembang api, dan sambutan datangnya taun baru membangunkanku. Aku lihat jam di ponsel sudah 00.03. Aku sebenarnya males bangen. Maunya melanjutkan tidur saja. Tapi Gus Tulank menelpon. Aku pun kembali bergabung. Ikut dalam meriahnya perayaan yang kini sudah pindah ke halaman berpasir villa. Suara terompet dan kembang api bercampur dengan debur ombak yang tak henti memukul pembatas antara halaman vila dengan pantai lepas.
Kemeriahan berlanjut sampai pukul 1 pagi. Tubuh tidak bisa berbohong. Semua capek dan langsung terlelap ketika sampai di kamar masing-masing.
Pasanglah Papan di Jalan yang Benar
Pagi pertama tahun 2009. Cuaca cerah. Langit biru kembali terlihat setelah sehari sebelumnya terus tertutup mendung hampir seharian. Benar-benar hari yang bagus untuk melanjutkan dua kegiatan di Nusa Lembongan.
Pertama bersih-bersih pantai. Setelah kami menyantap sarapan nasi campur, yang sayangnya tak berubah menunya dengan menu makan malam, kami ke Pantai Sang Hyang untuk bersih-bersih pantai. Dari villa tempat menginap, kami berjalan kaki sekitar 1 km. Agak jauh. Tapi karena rame-rame jadi ya asik saja.
Aku baru tahu. Ternyata pantai yang juga disebut dengan Mushroom Beach, karena ada villa bernama Mushroom di sana, ini jadi semacam pusat hotel dan villa juga. Buktinya banyak juga villa di sini. Salah satunya adalah Waka Nusa, salah satu sponsor kegiatan BBC di sini. Jadi agak surprise juga tahu bahwa salah satu sponsor kami ada di lokasi bersih-bersih. “Tahu gitu aku tembak ngasi sponsor lebih besar,” kataku dalam hati. Khas orang yang tidak tahu terima kasih. Hehe..
Kami membawa tiga karung goni untuk tempat sampah hasil bersih-bersih. Biar bersih-bersihnya lebih rapi, kami memulainya dari salah satu ujung pantai. Semua peserta, minus Fenny CS yang sudah pulang ke Denpasar sekitar satu jam sebelumnya, berbaris berjejer ke samping. Lalu kami berjalan menyusuri pantai. Memungut sampah anorganik yang kami temui dan memasukkannya ke karung.
Setelah sampai di ujung lain dan karung sudah penuh terisi, kami istirahat. Menunggu mobil yang akan membawa kami ke tempat pemasangan papan petunjuk jalan. Maunya sih mandi apalagi melihat air laut yang biru itu. Tapi ah, gak keburu. Apalagi sudah mau cabut.
Mobil angkutan, khas Lembongan dengan bak tertutup terpal dan dua kursi panjang sejajar itu pun datang. Oh ya, mobil jenis ini memang alat transportasi handal selain sepeda motor di Nusa Lembongan. Tarifnya Rp 5.000 sekali jalan jarak berapa pun. Hal lain yang menarik soal alat transportasi di sini adalah sepeda motor yang hampir semuanya tanpa nomor polisi. Jadi ibarat orang ya tanpa KTP lah.
“Karena toh tidak ada polisi di sini. Buat apa juga dipasang,” kata Bli Ardana.
Bisa jadi karena tidak ada polisi itu pula, maka tidak ada sarana lalu lintas seperti papan petunjuk jalan. Hehe.. Makanya, salah satu agenda kerja bakti di Lembongan adalah pemasangan papan petunjuk jalan itu.
Dari tiga papan, kami hanya memasang satu. Lokasinya di pengkolan jalan menuju Nusa Ceningan, pulau tetangga Nusa Lembongan. Papan ini kami pasang di samping beberapa papan petunjuk tentang situasi wilayah tersebut. Karena ukuran yang relatif kecil, papan ini tenggelam di balik spanduk besar dari salah satu caleg. Ah, para caleg itu memang lebih banyak merusak daripada memperindah pemandangan.
Pemasangan ini tak perlu lama. Cuma menggali lubang untuk tempat tiang, memasukkan tiang ke lubang itu, lalu menguatkannya dengan campuran semen, air dan pasir. Beres dah. Usai sudah semua kegiatan sosial.
Kini waktunya melanjutkan bersenang-senang. Kami pilih ke jembatan gantung penghubung Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Jembatan gantung ini terbuat dari kayu yang disusun sepanjang 300 meter. Di kanan kirinya ditarik dengan tali besi yang lentur sehingga jembatan itu bisa bergoyang. Titik tumpu tali itu ada di empat beton besar untuk mengikat tali-tali itu.
Jembatan itu terentang di atas selat kecil antara Lembongan dan Ceningan. Sekali lagi, air biru dan jernih menjadi pemandangan asik banget. Perahu-perahu di sekitar jembatan jadi penambah aksesoris pemandangan di antara petani-petani yang melakukan budi daya rumput laut. Asli cakep banget..
Sayangnya sih kami tidak bisa lama-lama di sini. Soale sopir mobilnya sudah mengingatkan dari tadi kalau dia agak buru-buru karena ada janji. Jadi kami hanya bisa berjalan menyusuri jembatan itu dari ujung ke ujung. Sebagian sampai turun menginjak Nusa Ceningan. Hanya sebentar untuk kemudian kembali ke Lembongan.
Tak apalah hanya sebentar. Toh aku yakin kapan-kapan akan kembali ke sini lagi. Mungkin tahun depan. Atau malah sebelum itu. I wish..
January 2, 2009
acaranya keren sekali, maaf tidak bisa ikut. hanya bisa memfasilitasi buat link ke Ardana dan pengadaan obat saja deh, sama ngirim Haryoga,hehe. soalnya masih ngantor dan ada sedikit urusan yg harus diselesaikan nih (pinter banget ngeles, hehe, tapi serius nih).ditunggu kegiatan kraetif berikutnya.kapan2 bisa tanya2 juga lagi Ardana untuk masukan mereka deh…
January 3, 2009
Waaaaahhhhhhhh keren,
Sayang gak bisa ikut.
January 3, 2009
waduh. iya nok. aku lupa nyebut kalo obat itu dari dr oka dan kisara. maaf banget..
yg lebih penting lagi, terima kasih banget karena udah berpartisipasi meski ga bs hadir secara fisik. dr oka udah bantu banyak kok termasuk mengenalkan ardana ke BBC. tanpa dia, aku yakin acara kita gak akan berjalan spt yg sudah ada.
kapan2 dah kita ke sana lagi..
January 3, 2009
ya tuh. sayang banget kamu ga bisa ikut. padahal asik banget kalo ke sana sama pasangan. 🙂
January 3, 2009
kapan2 ke Nusa Gede yuk 🙂
January 3, 2009
seru banget cerita jalan2nya… dulu aku perginya ke nusa penida hehehe bareng rombongan gereja yg ngelakuin pelayanan kesehatan jg…
sama kayak yg kamu bilang, banyakan org2 tua yg dateng hehehe heboh deh pokoke 😀
January 3, 2009
Sorry nggak bisa membantu masalah biaya karena memang bukan punya sendiri tetapi punya mertua, jadi nggak enak untuk minta lebih. 🙁
January 3, 2009
so…next trip kmana neh 😀
January 3, 2009
Wow.. mantabz… abis. Wah sayang banget gag bisa ikutan.
January 3, 2009
Susah deh kalo punya istri lagi hamil muda jadi gak bisa ikut acara-acara asyik kaya gini.
Cuma bisa baca review..*sigh
January 3, 2009
wah seru dan panjang ya kereeeeeeeeeeeeeeeeen!!!
January 3, 2009
wahh..keren acaranya pak…
January 3, 2009
Wah salut banget, sampai2 dapet kursus kilat tentang ngukur tensi dan wawancara pasien. Maaf banget ga bisa ikutan hadir… BBC memang pantas dapet penghargaan waktu di pesta blogger kemarin. Salut salut salut…!
January 3, 2009
nunggu bli devari balik gen. taun lalu kan udah batal milu kemu. 🙂
January 3, 2009
wah, ternyata kamu jg pernah ke sana. ya udah. kapan2 ke sana lagi bareng BBC. hehe..
January 3, 2009
don wori, dok. lha wong kemarin saja sudah keren bantuannya. kalo itu nginapnya di tempat lain belum tentu bisa seenaknya make dapurnya. hehe..
January 4, 2009
ada tanah yg mau dijial gak ?
January 5, 2009
ke tiara grosir gen. makan soto di sana. 😀
January 5, 2009
kalo bisa ikut pasti lebih rame, bli. 🙂
January 5, 2009
oalah. trnyata istri lagi hamil. jaga baik2, bli. semoga sehat selalu.
January 5, 2009
yoih.
*komen singkat dan padat. 🙂
January 5, 2009
absolutely yes! 🙂
January 5, 2009
kapan2 harus ikut acara BBC, dok? 🙂
January 6, 2009
wuih, saya baca sambil ngopi… 😀
bravo deh buat BBC, keren banget walaupun banyak rintangan tapi kegiatan maju terus.. salut buat BBC…
anton dan BBC tahun baru bikin acara yang membantu masyarakat, para pejabat bikin acara apa ya?
January 6, 2009
sayang aku harus standby diselametan mbahku mas.
padahal pengen banget ikutan.
January 8, 2009
sayang aku harus ujian paginya jadi siang baru berangkat ama yang laen 😀 jadi cuma bisa bantu ngabisin makanan aja ampe Lembongan
January 9, 2009
bukan hanya tanah. mas yos diobral juga ada di sana. :p
January 9, 2009
salut juga buat wira yg sudah mau berkomentar. 😀
BBC mmbantu masyarakat, pemerintah membantu BBC. hehe..
January 9, 2009
gak popo, pakde. dimaklumi. kan kamu biasanya selalu hader. 🙂
January 9, 2009
yang penting sudah hadir, ka. besok2 jangan telat yak. hehe..
January 16, 2009
Tulisan kaya gini posting juga dong di http://www.voltras.net . Itu rumahnya para travellers… yahudd pisan kalau di share disana.. saling berbagi 🙂
BTW, salam kenal ya 🙂