Minggu kemarin perempatan Catur Muka Denpasar penuh sesak oleh lautan manusia. Catur muka merupakan patung dengan empat wajah yang ada di perempatan antara Jl Surapati, Jl Veteran, Jl Gajah Mada, dan Jl Sutoyo. Keempat jalan ini penuh dengan manusia. Saking penuhnya aku harus berjalan berhimpitan dengan orang-orang. Jalannya pun pelan banget. Maklum, kemarin adalah hari pertama Lomba Pawai Ogoh-ogoh. Kebetulan juga hari Minggu, jadi banyak orang yang nonton.
Ogoh-ogoh di Bali lahir awal 1980-an. Idenya dari Gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Mantra. Ogoh-ogoh menjadi simbol hal buruk berupa patung dari bambu atau kayu dengan wujud raksasa jahat (buta kala). Dulunya, ogoh-ogoh dibuat menjelang Nyepi di hampir tiap banjar. Sehari menjelang Nyepi (disebut pengrupukan), ogoh-ogoh itu diarak ke kuburan terdekat lalu dibakar. Ini sebagai simbol membakar hal-hal buruk sebelum penyucian pas Nyepi yang juga tahun baru dalam kalender Bali.
Dua tahun terakhir, pemerintah Bali melarang adanya arak-arakan ogoh-ogoh. Sebab, kadang-kadang memang terjadi kericuhan ketika membawa ogoh-ogoh. Sepertinya larangan itu berlebihan. But, begitulah adanya. Sejak taun lalu, tidak ada lagi pawai ogoh-ogoh. Sebagai gantinya, pemkot Denpasar ngadain lomba itu tadi. Kali ini dalam rangka ultah Denpasar.
Karena lomba, bentuk ogoh-ogohnya pun tidak lagi konvensional berupa raksasa berwajah jelek. Kemarin misalnya, ada ogoh-ogoh yang berwujud perempuan berpakaian minim membawa jarum suntik dan minuman keras. Ada tulisannya Dewi Kenikmatan Penyakit Masyarakat. Heran juga kenapa harus cewek ya? -Eh, kalo cowok juga mungkin ada yang tanya kenapa cowok ya-.
Minggu kemarin sekitar 55 ogoh-ogoh diarak di perempatan catur muka itu. Tiap desa adat di Denpasar menampilkan ogoh-ogoh berukuran besar. Ada yang bertugas memikul, memainkan musik, menari, atau membawa tulisan. Dari pukul satu siang sampai sembilan malam, satu per satu ogoh-ogoh itu diarak. Bukan menang kalah yang dicari. Tapi bagaimana bisa membuat tradisi itu tetap bertahan. -Hm, karena inilah hidup di Bali sangat menyenangkan. Tiap ritual selalu bernuansa seni-
Leave a Reply