Senang juga mengikuti seminar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) hari ini. Sebab seminar dalam rangkaian Kongres AJI 2008 ini memasukkan isu new media dalam diskusinya. Blog adalah satu di antara sekian yang masuk dalam kategori new media tersebut. Ada sesi khusus “Teknologi Informasi sebagai Alat Demokratisasi” yang menghadirkan Enda Nasution sebagai blogger.
Tentu saja aku senang. Ini berarti blog pun makin dilihat sebagai sebuah bagian dari new media dari yang semula hanya dianggap sebagai sebuah trend sesaat. Sebab, faktanya, blog memang lahir dan makin berkembang sebagai sebuah kekuatan baru.
Aku sepakat dengan beberapa pembicara seperti Budiono Sudarsono (Pemred detik.com), Agung Adiprasetyo (CEO Kompas), dan Aditya Chandra Wardana (Direktur PT IndoPacific Edelman) bahwa media konvensional memang tidak akan mati dengan adanya media baru termasuk blog. Itu harapan yang bagiku berlebihan. Blog di Indonesia sampai saat ini masih sebatas trend, belum bisa menjadi pada tingkat penting dalam isinya.
Namun meski demikian, pelan-pelan dia memang jadi kekuatan baru. Setidaknya dari sisi kuantitas. Menurut Enda, jumlah blog di Indonesia tahun ini sekitar 600 ribu, meningkat dua kali lipat dibanding tahun lalu. Tahun depan, bisa jadi ada sekitar 1 juta blog di negeri ini. Wow, itu jumlah yang besar.
Dengan kekuatan itu, maka media mainstream memang tidak bisa melihat sebelah mata pada kekuatan new media, termasuk blog di dalamnya. Tak hanya sebagai konsumen media, tapi juga produsen. Media mainstream bisa menggunakan blogger sebagai sumber informasi lain di luar jurnalis yang sudah mereka miliki.
Tapi di Bali kok aku masih melihat ada gap antara di antara media mainstream dengan blog. Misalnya dari media-media mianstream di Bali. Bali Post memang sudah punya epaper di edisi onlinenya, tapi mereka belum punya blog. Tidak seperti katakanlah Kompas.com atau Tempo yang memberi tempat untuk blogger berperan di sana. Atau kalau sama-sama koran daerah yang sama-sama tua ya bandingkan dengan Suara Merdeka di Semarang yang punya halaman khusus untuk pewarta warga.
Di koran lokal lain seperti Radar Bali dan NusaBali jauh lebih parah. Mengurus versi online saja masih acak adut. Website mereka tidak update dan lengkap seperti di versi cetak.
Dari sisi wartawan juga begitu. Masih sedikit wartawan di Bali yang sadar teknologi informasi apalagi mau ngeblog. Bahkan pada awal aku ngeblog pun banyak teman agak sinis melihatnya. Blog masih dianggap sebatas trend, bukan sebuah kekuatan baru. Mungkin sampai saat ini pun masih begitu. Sinergi jurnalis dan blogger di Bali sepertinya masih jauh dari kenyataan. Masih mimpi..
Leave a Reply