Bosan juga kalau terus cari masalah.
Karena itulah, ketika diajak oleh CIPG untuk membuat riset tentang media di Bali, kami pilih topik ini, bagaimana dampak perkembangan teknologi informasi terhadap partisipasi warga dalam jurnalisme warga.
Biasanya kan orang kalau riset suka mulai dengan mencari masalah. Maka, kami kali ini pilih mencari peluang. Sekalian sambil menyelam bikin riset, kami minum bir untuk melakukan refleksi terhadap apa yang sudah kami kerjakan selama lima tahun ini.
Kami ingin melihat sejauh mana perkembangan internet di Bali berdampak pada partisipasi warga dalam pengelolaan BaleBengong, media yang juga kami kelola sendiri. Tak hanya di blog tapi juga di jejaring sosial, seperti Twitter dan Facebook.
Tak apa agak snobbish sedikit. Toh, riset yang didukung HIVOS dan Ford Foundation ini memang bersifat partisipatif. Lebih sebagai upaya melihat apa yang selama ini sudah dikerjakan masing-masing lembaga, termasuk Sloka Institute. Hasilnya ya pasti bias tentu saja.
Selain aku, tim riset ini juga terdiri dari Gus Tulank (Sloka Institute) dan Surya (Bali Sruti). Narasumbernya ada pengelola BaleBengong, kontributor, warga, follower, wartawan, dan akademisi.
Setelah riset selama tiga bulan dengan pendampingan oleh CIPG, plus revisi di sana sini, akhirnya Selasa pekan lalu, hasil riset pun diluncurkan di Jakarta.
Hasil riset sendiri tetap mengejutkan bagi kami yang sehari-hari juga pengelola BaleBengong.
Pertama adalah soal peran BaleBengong sebagai jurnalisme warga. Melalui analisis terhadap jawaban-jawaban narasumber, maka peran BaleBengong tersebut secara garis besar adalah sebagai (1) suara alternatif di antara media arus utama, (2) penyeimbang media arus utama, (3) pembangun kepercayaan sesama warga, (4) tempat berdiskusi, (5) media belajar tentang jurnalisme, serta (6) sumber informasi bagi media arus utama.
Menyenangkanlah. Berarti bukan cuma kami yang merasa begitu. Buktinya narasumber pun menjawab serupa.
Hasil menarik lainnya adalah ternyata jejaring sosial memang memengaruhi partisipasi warga dalam pengelolaan informasi, termasuk dalam jurnalisme warga melalui BaleBengong. Interaksi dan partisipasi warga ini memang paling terasa justru setelah maraknya jejaring sosial, terutama Twitter.
Menurut hasil riset, pengaruh jejaring sosial terhadap partisipasi warga ini antara lain (1) perubahan kultur dalam berkomunikasi, (2) mendorong warga untuk kritis, (3) mempercepat pertukaran informasi antarwarga, dan (4) memudahkan mengumpulkan informasi.
Lebih detail mengenai hasil riset tersebut, silakan diunduh Laporan Riset Sloka tentang Jurnalisme Warga tersebut. Karena pakai Creative Common, jadi silakan gunakan dan sebarkan seluas-luasnya. Asal bukan untuk tujuan komersial.
December 5, 2012
Cara paling mudah untuk mengembangkan jurnalisme warga adalah dengan jejaring sosial.
Cuma terlalu riuhnya jejaring sosial memaksa orang untuk memilah-milah berita yang ada segala macam rupa.
December 16, 2012
Beberapa saya ikutan Seminar yang diadakan Kompas dengan tema Jurnalisme Warga. Kurang lebih inti dan ceritanya sama dengan artikel diatas.
Salam blogger mas :))