Desas-desus itu terbukti juga. Aku dan Bunda membuktikannya Sabtu pekan lalu. Kami melihat dengan mata kepala sendiri. Bungkusan kecil, seukuran jempol kaki, berwarna oranye di bawah meja itu membuatku yakin akan ketidakjelasan zaman kaliyuga ini. Hehe..
Sekitar dua bulan sebelumnya, dari Bunda aku mendengar cerita Ike dan Saylow. Ada satu cafe di daerah Renon yang pakai jampi-jampi atau semacamnya. Intinya pakai kekuatan supranatural untuk menarik pengunjung. Jampi-jampi itu berupa bungkusan kecil yang ditaruh di bawah meja. Lucunya, cafe itu juga menyediakan free wifi.
Sabtu pekan lalu, aku main ke cafe itu untuk ngobrol dengan beberapa teman. Maka, aku niatkan sejak awal untuk membuktikan desas-desus itu. Aku cari banyak alasan untuk lihat benda itu di bawah meja. Menjatuhkan kunci, membersihkan tusuk gigi yang dijatuhkan Bani, sampai nungging tidak jelas. Tapi ternyata susah juga untuk langsung bisa melihat benda itu. Soale tidak enak juga sama pelayan yang melotot terus ke arah kami.
Begitu pelayan itu ke belakang untuk melayani pengunjung lain, aku segera membuka taplak meja itu untuk melihat benda di bawah meja. Dan, aaah, aku melihat benda itu! Benda kecil terbungkus kain oranye itu. Aku langsung ketawa sama Bunda setelah melihatnya.
Ya tentu saja lucu bagiku. Di satu sisi cafe itu membuktikan keterbukaannya pada teknologi dengan menyediakan layanan wifi gratis. Pengunjung cafe itu bisa menikmati layanan internet gratis selama membawa laptop dengan fasilitas wifi. Sambil menyeruput kopi dan bawa laptop sendiri, pengunjung bisa berselancar di dunia maya tanpa kabel.
Wifi, di mana orang bisa berhubungan satu sama lain tanpa tersambung kabel, adalah salah satu kecanggihan abad ini. Kalau sebelumnya orang perlu pakai kabel untuk bisa berhubungan, maka sekarang cukup dengan wifi kita bisa terhubung satu sama lain. Maka, telepon rumah misalnya tergantikan oleh telepon seluler. Telepon rumah yang masih pakai kabel mewakili kejadulan. Ponsel alias HP mewakli zaman kekinian.
Tapi rupanya zaman ini memang serba absurd. Meski ada wifinya, cafe itu rupanya masih mengandalkan kekuatan supranatural. Makanya dia juga memasang jimat. Bertemulah jimat dengan wifi. Kombinasi yang unik bin aneh. Hehe..
Jimat di cafe berwifi itu bagiku memang aneh. Sebab dia mewakili cara berpikir irasional bagaimana agar cafe bisa banyak pengunjung. Ini trip dan trik mudah agar kaya tapi tentu saja tidak masuk akal.
Tapi hal serupa juga terjadi di skala lebih luas tempat. Beberapa minggu ini aku melihat iklan di TV tentang seorang tukang primbon. Tukang primbon itu bilang ke seorang yang ditemuinya. βKalau mau memperbaiki nasib, ketiklah Primbon dan kirim ke 9877,β atau semacamnya.
Ini hal yang kontradiktif satu sama lain. Di satu sisi kita menggunakan teknologi, tapi di sisi lain pengguna teknologi juga menganjurkan kita untuk percaya pada hal-hal irasional. Bila ditelan mentah-mentah, arti iklan itu, cukuplah Anda pilih kerjaan sesuai dengan hari lahir Anda, maka Anda akan sukses. Soal kerja keras, itu belakangan.
Primbon, semacam perhitungan tanggal kelahiran dalam tradisi Jawa (juga Bali), menurut tukang ramal bisa menentukan baik buruknya nasib seseorang. Pemilihan pekerjaan harus disesuaikan dengan primbon pekerja itu. Maka, di iklan yang berbeda, si tukang primbon itu juga menyarankan agar si A misalnya harus bekerja sebagai pedagang bukan di air karena primbonnya X.
Bagiku inilah takhayul modern. Zaman di mana di satu sisi kita hidup bergantung pada teknologi, yang dilahirkan oleh akal, namun di sisi lain kita justru menganjurkan orang untuk pasrah pada hal-hal irasional.
Ibarat tuyul pakai wifi. Kita pelihara tuyul agar kaya dengan mudah, bukan dengan bekerja sendiri, lalu tuyulnya pakai wifi. Kok ya aneh. Kenapa tidak kita saja yang pakai wifi untuk bekerja, tanpa melibatkan tuyul di dalamnya..
Leave a Reply