Seharusnya aku posting tulisan ini pekan lalu saat di Jogja. Apa boleh buat, selama di sana aku tidak bisa online. Bisa sih pas hari ketiga. Tapi selain sebentar, koneksi warnet di ujung Jl Dagen, kawasan Maliboro itu leletnya setengah mati. Maka, aku cuma bisa cek imel bentar waktu itu.
Baiklah. Mari mulai dari review. Ngapain di mana saja selama di Jogja.
Bedanya di Jogja kali ini dibanding sebelum-sebelumnya adalah karena sama Bani, my little dictator. 😀 Tidak enak saja sih. Minggu sebelumnya sudah aku tinggal lima hari ke Makassar. Maka, mumpung lagi liburan, sekalian saja aku ajak Bunda dan Bani untuk ke Jogja. Toh, Jogja kota yang sangat asik buat liburan.
Kerjaan di Jogja kali ini untuk tempat kerja part time. Kami belajar tentang publikasi ke beberapa lembaga. Juga kami belajar tentang pertanian berkelanjutan maupun pendidikan alternatif.
Senin, 23 Juni 08
Setelah beres-beres di hotel Kristina Jl Dagen 71A, hotel yang mahal dan tidak terlalu menarik, kami segera ke Insist Press. Tempat kunjungan kami ini adalah usaha penerbitan milik Institute for Social Transformation (Insist) Jogja. Lebih lengkap soal Insist ada di profilnya.
Insist menarik bagi kami karena lembaga ini menerbitkan buku-buku yang pada awalnya dikenal sangat kiri. Namun, saat ini memang buku mereka lebih pragmatis meski tetap saja pada koridor advokasi untuk ide-ide perubahan sosial di tingkat basis. Ini diakui pula oleh Dodi Yuniar, editor Insist Press yang ngobrol sama kami.
Sampai saat ini Insist Press masih setia menerbitkan buku untuk para aktivis, praktisi, maupun akademisi yang intens dengan perubahan sosial tersebut. Fokusnya saja yang bergeser ke arah pangan saat ini. Sebelumnya sih lebih banyak ke demokrasi dan hak asasi manusia.
Tiap bulan Insist Press menerbitkan satu atau dua buku. Jumlah ini termasuk sedikit dibanding LkiS atau Kanisius, dua penerbitan lain di Jogja yang bisa sampai 20 judul per bulan. Di antara terbitan Insist Press, Jurnal WACANA adalah salah satu yang terbaik. Bagiku, jurnal ini tetap jadi salah satu acuan diskusi tentang isu-isu alternatif di antara hiruk pikuk informasi saat ini.
Kami diskusi di Insist Press selama sekitar 2,5 jam.
Usai makan siang, kami lanjut ke Sahani, koperasi yang menjual produk pertanian dengan prinsip-prinsip fair trade. Kami duduk di gubuk kecil milik Sahani di pinggiran Jogja bagian utara. Gubuknya asik. Tapi diskusinya sendiri tidak terlalu menarik.
Imam, dari Sahani, yang menemani kami ngobrol suaranya terlalu kecil di antara riuh suara kendaraan di Jl Palagan Tentara Pelajar.
Hal baru yang kupelajari di sini adalah tentang metode pemasaran hasil pertanian yang sampai jemput bola. Sadar bahwa produk pertanian organik agak segmented, maka pengurus Sahani menelpon calon-calon pembeli potensial. Dokter salah satunya. Mereka cari nama-nama itu di Yellow Pages lalu ditelpon satu per satu.
Sahani juga memasarkan dengan cara door to door pada konsumen selain juga mensuplai ke toko-toko. Mereka menyalurkan dari petani ke konsumen, tidak hanya memfasilitasi. Bagiku ini yang kurang asik. Seharusnya Sahani hanya memfasilitasi sementara. Ketika petani memang sudah mampu menjual secara mandiri ya dilepas saja. Tapi mungkin karena Sahani adalah koperasi, makanya mereka terus menyalurkan.
Masih di Senin itu. Malamnya ada kopdar sama Cah Andong, komunitas blogger Jogja. Awalnya aku hanya kepikiran untuk kopdar sama Dani, Made Andi, dan Joe, tiga teman BBC yang lagi di Jogja. Eh, ternyata Made Andi sudah di Australia lagi. Joe lagi sibuk melototin foto Zaskia Mecca lagi ngisep rokok.
Untungnya dr Dani, yang lagi kuliah S2 di UGM ngajak anak-anak CahAndong juga untuk kopdar. Jadinya rame. Kami ketemuan di Maliobro Mall. Cerita lengkapnya ntar aja di posting tersendiri. Banyak soale.
Begitu juga cerita soal empat hari lainnya. Di postingan selanjutnya saja..
Leave a Reply