Agar Pelatihan Persma Lebih Tepat Guna

0 , Permalink 0

Musim pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa telah tiba.

Pelatihan ini biasanya diadakan pada bulan-bulan ketiga atau keempat setelah mahasiswa baru masuk di kampus barunya. Urutan kegiatannya ini, biasanya dimulai dari kegiatan di tingkat kampus. Pada bulan pertama, mahasiswa baru sibuk dengan urusan kampus baru. Pada bulan kedua mulai sibuk di tingkat fakultas dan atau jurusan. Pada bulan ketiga atau keempat, barulah sibuk di tingkat unit kegiatan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan lain.

Kesibukan itu terjadi pula di pers mahasiswa (persma), baik universitas ataupun fakultas. Pada bulan-bulan ini, tiap persma mulai memberikan pelatihan untuk anggota barunya. Tak hanya untuk pelatihan, kegiatan ini biasanya sekaligus menjadi waktu untuk seleksi anggota baru tersebut.

Dan, aku biasanya ketiban sampur. Beberapa persma biasanya masih minta aku untuk kasih pelatihan ini sebagai pemateri. Aku suka sih. Selain untuk tetap membagi pengetahuan dan pengalaman jurnalistik juga bisa mengenal penggiat-penggiat persma baru.

Cuma, kadang-kadang aku merasa ada yang semakin menurun dari kualitas pelatihan persma ini. Selain metode yang kurang jelas juga dari teknis pelaksanaan. Terakhir kali malah pas aku diminta jadi pemateri di Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Lanjut (PJTL) di salah satu persma fakultas di Udayana awal September lalu.

Karena itulah, aku jadi kepikiran untuk membuat tulisan ini: bagaimana metode pelatihan persma yang lebih efektif?

Berdasarkan pengalaman sebagai anggota dan pengelola persma Akademika pada 1998-2001, maka menurutku, hal-hal berikut penting diperhatikan oleh persma yang akan memberikan pelatihan untuk anggota baru ataupun calon anggota.

Sekali lagi metode ini untuk pelatihan tingkat dasar, bukan tingkat lanjut (intermediate) atau bahkan advance.

Metode
Dari sisi metode pelatihan, hampir semua persma masih menerapkan metode kelas dengan tambahan praktik. Metode ini mirip kuliah biasa. Ada satu pemateri menyampaikan materi selama sekitar 1 jam lalu dilanjutkan dengan tanya jawab.

Menurutku ini masih cara terbaik. Sebab, jumlah anggota baru biasanya relatif banyak, antara 50 hingga 100 peserta. Kalau dibuat dalam bentuk workshop (lokakarya) akan agak susah karena banyaknya peserta plus kurangnya kapasitas panitia.

Dalam lokakarya, biasanya diikuti antara 10-20 peserta, semua peserta berperan sebagai aktor, tak cuma mendengar. Ini perlu fasilitator andal agar bisa memandu dan memancing peserta untuk berdiskusi. Sebatas yang aku tahu, susah cari fasilitator semacam ini di persma.

Jadi, tak apa. Silakan lanjut dengan metode kelas ini. Untuk persma, sampai sekarang, cara ini masih tepat.

Namun, metode kelas ini perlu diikuti dengan praktik langsung. Jadi, peserta pelatihan tak hanya belajar teori tapi juga menerapkannya langsung. Sayangnya, sih, karena terlalu banyak peserta dan terbatas waktu, maka hasil praktik ini tak bisa langsung dievaluasi. Padahal evaluasi tulisan ini penting juga.

Kurikulum
Dalam pelatihan tingkat dasar hal penting adalah memperkuat pondasi pengetahuan tentang jurnalisme pada peserta pelatihan. Pondasi ini ada yang bersifat pengetahuan ada juga untuk keterampilan.

Untuk pengetahuan, tentu penting memberikan materi tentang Dasar-dasar Jurnalistik. Hal ini meliputi definisi dan fungsi jurnalisme. Selain itu perlu juga memberikan wacana tentang situasi pers saat ini, tak hanya media nasional tapi juga di tingkat lokal. Dengan demikian peserta akan punya gambaran (dan semoga) sekaligus daya kritis terhadap situasi pers saat ini.

Setelah materi dasar jurnalisme plus diskusi situasi pers terkini, saatnya materi yang sifatnya praktis, keterampilan. Materi ini meliputi antara teknik menggali informasi, menulis berita langsung, menulis berita kisah, dan menulis opini. Menurutku empat materi ini saja sudah cukup sebagai dasar.

Adapun materi keterampilan lain, misalnya fotografi dan tata letak layout), mending untuk kelas dengan peminat khusus. Begitu pula materi manajemen organisasi dan pemasaran yang biasanya diberikan. Dua hal di atas, kemampuan desain dan manajemen organisasi, lebih sebagai tambahan untuk sebagian peserta daripada untuk semuanya.

Pemateri
Mencari pemateri pelatihan ini salah satu tantangan yang sering dihadapi persma. Sebabnya macam-macam. Dari tidak tahu sama sekali orang yang tepat sampai tidak tahu kontak orang yang diinginkan.

Jika tidak tahu sama sekali, penyelenggara pelatihan perlu mencari informasi ke pihak lain, seperti alumni persma tersebut atau wartawan yang dikenal. Pemilihan pemateri ini harus mempertimbangkan kapasitasnya. Karena sifatnya teknis, maka paling tepat kalau pemateri ini memang wartawan aktif, bukan bekas wartawan atau bekas penggiat persma yang tak lagi aktif menulis.

Setelah itu lihat spesifikasi narasumber. Kalau untuk materi teknik menulis berita langsung, maka wartawan media harian lebih tepat dibanding wartawan majalah mingguan atau bahkan bulanan.

Karena alasan ini pula, aku selalu menolak kalau diminta jadi pemateri teknik menulis berita langsung. Karena tak pernah bekerja untuk harian, aku merasa tak punya pengalaman nulis berita langsung ini. Kalau soal dasar-dasar jurnalistik atau berita kisah sih pasti senang sekali.

Teknis
Terakhir, seberapa pun bagus metode, kurikulum, dan narasumber, semua akan percuma kalau kedodoran di teknisnya. Contoh sederhana mulai dari menghubungi calon pembicara lewat telepon juga bisa lewat email, Twitter, Facebook, atau cara lain. Jangan lupa kenalkan diri, sedikit basa-basi, baru kasih tahu kalau mau minta dia jadi pemateri pelatihan.

Ini berkaca pada pengalaman sekitar Mei lalu ketika ada yang memintaku jadi pemateri tapi cara menghubunginya sama sekali tidak asik. Bawaannya jadi males membantu.

Hal teknis lain saat pelatihan ini sih biasa: tempat, waktu, jadwal, sampai makanan. Semua harus dicek dan dipastikan sesuai rencana. Hal-hal “kecil” seperti ini kalau tak diperhatikan juga bisa berdampak pada kegiatan secara keseluruhan. Jadi, sebaiknya tak dianggap sepele. Bukankah satu hal kecil bermasalah, bisa juga berdampak pada hal lebih besar?

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *