“Isinya bom ya. Tetangganya Amrozi ya?” tanya petugas itu padaku ketika dia membaca alamat tujuan kirimanku adalah ke Lamongan, Jawa Timur.
“Ya, gak jauh-jauh amatlah dari situ,” jawabku santai.
Setelah membayar Rp 21 ribu untuk biaya kiriman buat ponakan-ponakanku itu, aku lalu bertanya padanya. “Berapa hari sampe, Pak?”
“Biasanya dua atau tiga hari bomnya baru meledak,” ujarnya. Aku diam saja. Sesaat kemudian dia melanjutkan perkataan. “Bercanda, mas. Santai saja..”
Ya, aku tahu petugas pos di jalan Teuku UmarDenpasar itu becanda. Cuma kok bagiku gak lucu ya.
Dia merujuk pada pengeboman di Bali pada Oktober 2002 yang dilakukan Amrozi CS. Tiga kakak beradik pelaku utama pengboman tersebut, Amrozi, Ali Ghufron, dan Ali Imron memang dari Tenggulun, Lamongan. Rumah mereka berjarak sekitar 20 km dari kampung kelahiranku di Lamongan.
Sudah sering banget aku mengalami hal semacam itu, disama-samain dengan Amrozi hanya karena asalku dari Lamongan. Begitu aku sebut Lamongan, maka orang yang mendengarnya akan langsung menimpali dengan dua hal itu: Amrozi dan bom.
Awalnya biasa saja. Tapi lama-lama kok gak nyaman juga ya terus diposisikan begitu.
Maka, please deh ah. Jangan hanya kelakuan tiga orang lalu semua orang Lamongan jadi korban. Masih banyak hal yang bisa disematkan pada Lamongan selain Amrozi dan bom. Misalnya, pecel lele! 😀
Leave a Reply