Majelis hakim sidang bom Bali memutuskan vonis hukuman mati pada Amrozi. Meski Amrozi tidak ingin, pengacaranya akan banding.
Ketika Ketua Majelis Hakim I Made Karna SH membacakan vonis hukuman mati terhadapnya, Amrozi seketika bereaksi dengan membaca takbir. Dua kali terdakwa asal Lamongan, Jawa Timur itu mengepalkan tangan ke arah pengacaranya. Setelah itu dia merentangkan kedua tangannya ke samping. Ibu jarinya terlihat menunjuk ke atas. Ekspresi wajahnya tetap tersenyum.
Sekitar 200 pengunjung sidang di Gedung Wanita Nari Graha Renon Denpasar bersorak gembira atas pembacaan vonis mati tersebut. Amrozi kemudian menoleh ke arah pengunjung sambil mengucapkan takbir dua kali. Pengunjung membalasnya dengan sorakan, “huuu..”. Tidak ada yang berubah dari ekspresi Amrozi.
Putusan hukuman mati terhadap Amrozi dibacakan dalam sidang kasus bom Bali yang berlangsung Kamis pekan ini di Gedung Wanita Nari Graha Renon Denpasar. Majelis hakim yang dipimpin I Made Karna tersebut beranggotakan Ngurah Astawa, Tjokorda Rai Suamba, Mulyani, dan Lilik Mulyadi. Mulyani, salah satu anggota majelis hakim lebih banyak menunduk ketika Karna membacakan vonis. Mulut Mulyani terlihat komat kamit seperti sedang berdzikir.
Dalam vonis setebal 420 halaman tersebut, hakim mengatakan bahwa terdakwa Amrozi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama merencanakan tindak pidana terorisme. “Karena itu, majelis hakim menjatuhkan pidana pada terdakwa Amrozi bin H Nur Hasyim hukuman mati,” kata Karna dalam sidang.
Sebelum pada akhirpembacaan vonis tersebut, majelis hakim secara bergantian membacakan pertimbangan-pertimbangan terhadap vonis. Menurut haklim, hukumna mati tersebut mengacu pada Perpu No 1 Tahun 2002 jo UU No 15/2003 Perpu No 2 tahun 2002 jo UU No 16/2003. Dalam pasal 14 Perpu No 1/2002 memang disebutkan bahwa setiap orang yang merencenalan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup.
Dalam amar keputusannya tersebut, hakim mengatakan bahwa Amrozi memang terlibat dalam perencanaan pengeboman. Hal tersebut berdaswarkan keterangan saksi Hernianto. Pertemuan tersebut dilakukan selama dua kali pada Juli 2002 bertempat di rumah Hernianto di Desa Manang, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Hadir dalam petemuan tersebut Amrozi, Imam Samudra, dan Dulmatin. Pertemuan kedua di tempat yang sama pada Agustus 2002 yang diikuti Amrozi, Abdul Azis alias Imam Samudra, Idris alias Johni Hendrawan, Abdul Ghoni alias Umar Besar, Umar Kecil alias Patek, Ali Ghufron alias Muklas, Ali Imron alias Ale, Zulkarnain, dan Dulmatin.
Hakim menambahkan, saksi Hutomo Pamungkas alias Mubarok juga membenarkan adanya pertemuan pada Agustus itu. Namun, saksi tidak ikut dalam pertemuan tersebut. Pada pertemuan tersebud dibahas rencana demonstrasi terhadap pertemuan pemimpin Kristen di Hotel Lor Inn Surakarta dan melakukan teror di Bali.
Saksi lain Abdul Azis alias Imam Samudra alias Abdul Umar alias Hudama alias Fatih alias Hendri alias Heri juga pernah dilakukan pertemuan pada September. Hal itu juga dibenarkan Hutomo Pamungkas alias Mubarok. Keterangan Ali Imron pun menguatkan adanya pertemuan itu yang kemudian membagi tugas kepada Dul Matin dan Abdul Ghoni untuk merkit bom, Amrozi membeli kendaraan L300 dan bahan kimia, sedangkan Imam Samudra sebagai pemimpin lapangan.
Dalam pembelaannya pada 14 Juli 2003, terdakwa Amrozi menyangkal. Namun menurut hakim penyangkalan tersebut tidak didukung alat bukti. Padahal keterangan saki Hernianto, Hutomo Pamungkas, Abdul Azis alias Imam Samudra, dan Ali Imron dengan tegas bahwa pada bulan Juli, Agustus, dan September memang dilakukan. “Apalagi mereka bersaksi tanpa tekanan dan di bawah sumpah sehingga bisa dijadikan alat bukti yang sah,” kata hakim sebagaimana dibacakan Mulyani.
Setelah pertemuan pada Juli, Agustus, dan September tersebut, menurut hakim, Amrozi kemudian membeli mobil Mitsubishi L300. Hal tersebut dibenarkan saksi Azwar Anas Prianto dan dibenarkan terdakwa, bahwa saksi telah menjual mobil tersebut seharga Rp 30 juta di Tuban, Jawa Timur. Saksi Sumarsono alias Barongga juga membenarkan hal itu.
Kesaksian lain dari I Putu Gunawan, mobil L300 tersebut mempunyai nomor mesin 463397695, no chasis L-300 6011230, dan no kir DPR 15463. Mobil itu awalnya milik Dewantoro warga Jakarta kemudian dijual kepada Made Seniarta diganti nopol DK 8167 DG, kemudian dijual kepada Anak Agung Ketut Adi dan mengalami perubahan identitas menjadi angkutan wisata.
Keterangan Ali Imron sebagai saksi, dan dibenarkan terdakwa, mengatakan bahwa Amrozi kemudian melakukan beberapa perubahan terhadap mobil tersebut. Antara lain menghilangkan strip, jok dan AC dambil, dan ban diganti. Alasannya agar ruang lebih luas dan lebih banyak bahan peledak yang dimuat. Mobil kemudian dibawa Dulmatin bersama Idris. Mobil itulah yang kemudian memang digunakan untuk meledakkan bom di depan Sari Club di Kuta. Hal itu dikatakan Ali Imron.
Mengenai bahan-bahan peledak yang digunakan dalam pengeboman 12 Oktober lalu itu, saksi Silvester Tendean membenarkan bahwa terdakwa pernah membeli bahan tersebut. Bahan peledak itu oleh saksi ahli Roedy Aris Tavip memang ada di lokasi pengeboman. Karena itu, sekali lagi menurut hakim, terdakwa Amrozi terbukti ikut merencanakan peledakan tersebut sehingga divonis hukuman mati.
Atas putusan tersebut sebagian besar pengunjung bersorak kegirangan. Collen Allan, 59 tahun, warga Brisbane Australia mengaku senang atas hukuman mati tersebut. Wiraswasta yang saat ini tinggal di Kuta tersebut mengaku datang ke Bali salah satunya untuk mengetahui vonis terhadap Amrozi. “Saya senang meski itu tidak akan bisa mengembalikan teman saya,” katanya. Teman Collen, Ellen, adalah salah satu korban yang tewas dalam tragedi tersebut.
Keluarga korban yang lain, Ni Luh Januarini, 19 tahun mengaku masih belum puas kesal dengan sikap Amrozi. “Itu kan seperti setan, masa sudah dihukum mati masih juga tertawa-tawa,” kata anak pertama dari dua bersaudara ini. Bapak kandung Januarini, Nyoman Mawa, 43 tahun, tewas dalam peledakan bom yangmenewaskan 202 orang tersebut.
Putusan terhadap Amrozi menurut Januarini, tetap tidak bisa menghilangkan dukanya. Saat ini dia tinggal bersama ibunya Ni Made Kitik dan adiknya I Made Agus Antara. Usai sidang, Januarini diwawancarai media asing termasuk CNN. Selama diwawancarai wajahnya masih terlihat sembab.
Di sisi lain, seusai sidang, dalam kawasan ketat polisi, Amrozi ditanya tentang bagaimana sikapnya atas vonis hukuman tersebut. Amrozi hanya nyengir tanpa komentar. Malah Koordinator Tim Pembela Amrozi Ahmad Wirawan Adnan yang terlihat berkaca-kaca matanya. Kepada wartawan, Adnan menyatakan akan melakukan banding atas vonis tersebut.
Menurut Adnan, Amrozi sendiri tidak ingin dilakukan proses banding. “Saya lebih suka langsung diproses biar cepoat selesai urusannya,” kata Amrozi sebagaimana dikatakan Adnan. Toh, Adnan ngotot akan banding. Alasannya karena memang penasehat hukum diberikan fasilitas untuk melakukan banding tersebut.
Banding tersebut dilakukan, menurutnya, karena ada beberapa kesalahan dalam pengadilan. Salah satunya adalah penerapan asas retroaktiof atau berlaku surutnya Perpu No 15 tahun 2002. “Tapi itu kan masih bisa diperdebatkan,” katanya. Hal lainnya adalah bahwa selama persidangan, tidak ada satu pun saksi yang bisa menunjukkan bahwa Amrozi memang terlibat dalam pengeboman. Menurutnya memang benar bahwa Amrozi memang benci terhadap Amerika Serikat, memang benar Amrozi punya niat berbuat jahat, memang benar dia setuju melakukan pengeboman, namun tidak terbukti bahwa dia melakukan pengeboman. “Hukuman mati pada Amrozi hanya merupakan balas dendam,” kata Adnan. [end]