Komunikasi dalam Islam yang Toleran

1 , , , Permalink 0

Ketika kekerasan atas nama agama kian akrab, tulisan ini sangat relevan.

Sebab, aku masih yakin bahwa Islam yang aku kenal tidaklah diwakili orang-orang berteriak Allahu Akbar sambil membunuh orang meski berbeda keyakinan. Karena itu, tulisan Syafiq Basri Assegaff, Dosen Ilmu Komunikasi dan Peneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, di Kompas ini sangat penting untuk disimpan dan disebarluaskan.

Continue Reading…

Mereka Tetap Bangga Mengaku Indonesia

3 , , , Permalink 0

SBY membatalkan kunjungan ke Belanda akibat ancaman dari simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS). Demikian bencikah orang-orang keturunan Maluku itu pada Indonesia?

Pengalamanku dengan mereka menunjukkah hal sebaliknya. Orang-orang Belanda keturunan Maluku itu selalu saja bangga punya hubungan dengan Indonesia. Memang, sih, ini hanya pengamatan sangat dangkal dari dua kali kejadian. Tapi, aku tetap menangkap kuatnya perasaan bangga sebagai bagian dari Indonesia itu ketika berbincang dengan mereka.

Continue Reading…

Selain Egois, Mereka juga Sinis

14 , , , , Permalink 0

Merasa sebagai borjuis, orang Perancis malas bicara dalam Bahasa Inggris.

Karena ingin tahu di mana tempat lain untuk membeli tiket, aku bertanya pada petugas di stasiun Gaellani, Paris bagian barat pagi itu. Dia menjawab dalam bahasa yang tak ku mengerti. Dari dialeknya, aku yakin itu Bahasa Perancis. Ini toh juga di Paris.

Aku mengajaknya bicara dalam Bahasa Inggris. Dia tetap saja ngomong dalam bahasa yang tak kumengerti itu. Karena aku tak mengerti apa maksudnya, dan dia juga tak mau diajak ngomong Bahasa Inggris, aku lalu pergi mencari sendiri tempat membeli tiket itu.

Continue Reading…

Kegembiraan Staf untuk Melatih Kerjasama

Di atas perahu karet di antara derasnya sungai Telaga Waja, Bali, kami berbagi tawa sekaligus melepas penat karena pekerjaan. Kami juga mengunjungi dua tempat di yang menyajikan keragaman Bali seperti halnya keragaman kami di VECO Indonesia.

Sabtu, 27 Maret lalu, 15 staf VECO Indonesia mengikuti staf gathering. Kegiatan yang diikuti 15 staf ini diadakan di sela Homeweek dan Badan Belajar Bersama (B3), dua kegiatan untuk mendiskusikan program dan kegiatan VECO Indonesia. Homeweek diikuti oleh staf Bagian Program termasuk empat Koordinator Lapangan di Jakarta, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT) 1, dan NTT 2. Sedangkan B3 diikuti oleh staf semua bagian seperti Publikasi, Keuangan, dan Administrasi.

Continue Reading…

Hangatnya Salam, Pahitnya Sirih

5 , , , , Permalink 0

Makan Sirih di TTU

Setelah menempuh perjalanan naik turun dan berkelok-kelok dengan sepeda motor sekitar satu jam dari Kefamenanu, kami mulai masuk kawasan hutan. Agus, teman dari Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) yang menyetir sepeda motor itu bercerita sedikit horor. “Hutan ini ada yang menunggu. Kita harus sopan kalau lewat sini. Kalau tidak, kita akan dapat masalah,” kurang lebih begitu katanya.

Agus melanjutkan cerita. Mantan Petugas Lapangan di Desa Tuntun, Kecamatan Mimaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) itu pernah pulang malam, sekitar pukul 8. Di tengah hutan, motornya tiba-tiba mati tanpa dia tahu apa sebabnya. Maka, dia menghaturkan rokok dan bilang permisi pada penunggu hutan lebat itu. Ajaib. Motornya hidup kembali.

Continue Reading…

Belajar Keragaman dari Keluarga Braiden

Prince William Tall Ship

Bulan Oktober selalu mengingatkanku pada Daniel Braden, pemuda asal London, Inggris. Kami tidak pernah bertemu secara fisik. Aku hanya membaca namanya di monumen Bom Bali di jalan Legian Kuta. Braden adalah salah satu dari 202 korban peledakan bom di Bali pada 12 Oktober 2002 lalu.

Namun kematian Braden melahirkan semangat baru bagi pacarnya, Jun Hirst, tentang perlunya membuat dialog lintas budaya antar-remaja. Menurut Jun, yang juga lahir dari keragaman Jepang – Inggris, peledakan bom di Kuta lahir dari fanatisme pada identitas diri dan kebencian pada identitas orang lain.

Continue Reading…

Belajar Islam Saat Odalan

17 , , , , Permalink 0

Sembahyang saat Odalan di Bali

Menjadi menantu orang Hindu Bali membuat saya juga harus bertoleransi pada upacara-upacara yang diadakan keluarga. Bukan hanya keluarga kecil seperti mertua atau saudara ipar tapi juga keluarga besar. Salah satu ciri khas Bali kan karena kuatnya ikatan di antara keluarga besar terutama saat upacara agama.

Saya tidak terlalu sering ikut upacara seperti pawiwahan (pernikahan), mepandes (potong gigi), atau odalan (perayaan enam bulanan pura keluarga atau desa). Biasanya sih alasannya karena sok sibuk atau karena memang agak malas juga. Bayangkan saja kalau odalan itu diadakan tiap enam bulan sekali di masing-masing keluarga. Kalau ada enam saudara yang mengadakan odalan, berarti bisa tiap bulan saya ikut upcara.

Continue Reading…