Ini hanya sebuah pemikiran dan tawaran.
Munculnya setelah Jumat malam lalu aku diundang diskusi untuk berbagi pengalaman tentang media komunitas dan jurnalisme warga oleh pegiat pers mahasiswa (persma).
Maka, menulislah untuk berbagi. Agar ceritamu abadi.
Musim pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa telah tiba.
Pelatihan ini biasanya diadakan pada bulan-bulan ketiga atau keempat setelah mahasiswa baru masuk di kampus barunya. Urutan kegiatannya ini, biasanya dimulai dari kegiatan di tingkat kampus. Pada bulan pertama, mahasiswa baru sibuk dengan urusan kampus baru. Pada bulan kedua mulai sibuk di tingkat fakultas dan atau jurusan. Pada bulan ketiga atau keempat, barulah sibuk di tingkat unit kegiatan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan lain.
Materi ini disampaikan di Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Lanjut (PJTL) Pers Mahasiswa Media Ekonomika (Medikom) Minggu kemarin.
Pelatihannya terlalu singkat, hanya satu jam. Itu pun harus buru-buru karena harus menunggu pembicara sebelumnya dan kemudian ditunggu pembicara selanjutnya. Diskusi juga tak terlalu menarik karena minim banget respon dari peserta. Agak acak adut pelaksanaan kegiatannya.
Tulisan ini diolah lagi dari emailku pada salah satu penggiat pers mahasiswa (Persma) di Malang.
Melalui email, dia bertanya kepadaku tentang beberapa hal terkait persma. Misalnya tentang profesionalisme persma, netralitas, juga new media. Jawabanku ini lebih banyak berdasarkan pengalaman ketika aktif di persma Akademika (1998-2002) plus selama jadi wartawan sejak 2001 lalu.
Dibandingkan 10 tahun, pers mahasiswa sekarang punya peluang jauh lebih banyak untuk berkembang.
Pikiran itu muncul lagi selama dua hari ini mengikuti pelatihan new media untuk persma di Denpasar. Pelatihan ini kerja bareng Persma Akademika dan Sloka Institute. Pesertanya para penggiat persma di Bali.