Surabaya itu kota yang menyeramkan.
Begitulah citra yang terpatri di kepalaku sejak kecil terhadap kota ini. Dalam pikiranku, Surabaya itu kota dengan banyak kasus kriminal. Tak hanya seperti yang aku baca di koran-koran sejak kecil tapi juga cerita-cerita dari kakak ataupun tetanggaku sendiri di kampung halaman, Lamongan.
Cerita kriminal itu misalnya orang yang dirampok ketika naik taksi. Atau ditodong clurit saat naik angkutan umum. Dan banyak lagi.
Karena itulah, meski Surabaya hanya berjarak dua jam perjalanan dari kampung halamanku, aku hanya satu dua kali ke kota ini saat masih kecil. Begitu tinggal di Denpasar dan tak terhitung berapa kali melewati Surabaya, aku tetap tak tertarik untuk mampir dan jalan-jalan di kota ini.
Selain menyeramkan, bagiku Surabaya juga kota kumuh. Sampah berserakan di banyak tempat. Tata kota semrawut dengan baliho dan spanduk di mana-mana. Kesan itu terlihat ketika aku lewat di kota ini.
Namun, semua citra itu berubah terbalik setelah sekitar lima hari aku di kota ini. SURABAYA SUNGGUH MENGESANKAN!! *sengaja pakai kapital dan tebal untuk menunjukkan betapa mengesankannya. Kota ini berubah jauh lebih keren..
Sama seperti citra yang aku punya sejak kecil, kesan kali ini pun bukan hasil pengamatan detail. Aku belum pernah tinggal di kota ini. Jadi, hanya sebatas pengamatan sebagai pejalan, orang yang lewat.
Selama enam hari di sini untuk sebuah kegiatan, aku melihat betapa rapi dan bersihnya kota ini. Tak hanya untuk orang-orang kaya atau turis tapi juga untuk warga.
Kesan pertama datang dari bersihnya Sungai Kalisari di depan hotel tempatku menginap. Ada dua jalur sungai yang dibelah oleh Jalan Gunung Sari. Sungai ini di tengah kota. Namun, meskipun di tengah kota, sungai ini bersih sekali. Air bening. Tak terlihat ada sampah sama sekali.
Aku bahkan beberapa kali melihat anak-anak main perahu dayung di sini.
Tentu saja ini keren. Aku belum pernah menemukan sungai bersih di tengah kota-kota yang pernah aku singgahi di Indonesia. Tapi, Surabaya sungguh berbeda.
Kejutan kedua adalah bersihnya kota dari sampah visual seperti baliho, spanduk, billboard, poster, dan semacamnya. Ada beberapa papan iklan tapi hanya di kawasan tertentu seperti di dekat mal. Tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari plus pakai billboard digital.
Bagiku ini sungguh mengesankan. Ketika kota-kota lain sedang keranjingan oleh baliho dan papan iklan yang mengotori jalanan, Surabaya justru membersihkan kotanya dari semua sampah visual tersebut.
Aku pernah baca bahwa Wali Kota Surabaya Risma memang membuat kebijakan yang memahalkan biaya reklame di luar ruangan ini. Gara-gara kebijakan itu, Risma pernah akan dilengaerkan oleh DPRD Surabaya.
Tak hanya jalan utama yang bersih dari sampah visual. Ketika melewati daerah-daerah jalan lebih kecil pun ternyata bersih dari baliho, spanduk, dan semacamnya. Semoga memang demikian adanya.
Jalan-jalan utama pun bersih dari pedagang kaki lima. Trotoar di pinggir jalan dibuat lebar dan rindang. Jadi, warga bisa menikmati kota sambil jalan-jalan di trotoar yang bersahabat. Trotoar lebar semacam ini hanya pernah aku lihat di Solo.
Oh ya, rindangnya Surabaya dengan pohon-pohon besar dan taman kota di banyak tempat adalah keberhasilan lain dari kota berjuluk Kota Pahlawan ini. Menyusuri sebagian tempat di kota ini, aku melihat sendiri bagaimana taman-taman di jalan yang penuh dengan tanaman hias dan bunga-bunga. Di Taman Bungkul yang paling terkenal itu, warga asyik duduk bersantai dengan koneksi wifi cepat dan.. gratis!
Risma, si Super Wali yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, menyulap pom bensin-pom bensin di kota ini menjadi taman yang ramah bagi warga.
Setelah lima hari disinggahi, sepertinya Surabaya memang membuatku jatuh hati.
Foto nyolong dari sini.
October 1, 2013
Ah masa sih Surabaya sekeren itu? Dulu 4 tahun saya kuliah disana, Surabaya itu semramut, panas dan berdebu, kemana-mana naik motor harus pakai masker.
Kalau benar Surabay sekarang sudah sebagus ini, kayaknya saya jadi ingin nostalgia kesana lagi.