Makin hari, jalan menuju kampung kami makin rusak. Bukannya memperbaiki, pemerintah malah saling lempar tanggung jawab.
Setelah menempuh perjalanan sekitar sembilan jam dari Solo hingga kampungku, aku pikir derita akibat buruknya jalan akan berakhir. Ternyata tidak. Jalan sepanjang sekitar 2 km itu tak lebih baik dari jalan-jalan rusak lain yang kutemui di pedesaan Boyolali dan jalan utama Jombang – Tuban melewati Lamongan.
Jalan satu-satunya penghubung antara dusunku, Mencorek, dengan Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Lamongan ini rusak parah. Kondisinya lebih parah dibandingkan saat terakhir kali aku lewat jalan ini November tahun lalu. Kali ini lubang di jalan semakin bertambah dan lebar.
Rusaknya jalan itu pun merata, tak hanya di daerah tertentu. Bisa dikatakan rusaknya sama mulai dari ujung utara, dekat jalan raya utama pantai utara alias Pantura hingga masuk di dusunku. Karena masih sering hujan, jalan-jalan itu juga licin dan becek. Padahal ini jalan satu-satunya yang dipakai warga kampung kami, juga desa sebelah, untuk ke Sedayulawas dan tempat lain di sisi utara, tempat kami bekerja, bersekolah, atau sekadar melewatinya.
Karena jalan yang makin rusak ini, tak sedikit pengguna jalan yang jadi korban. Kalau hanya harus melewati jalan berlubang jalan berair sih sudah biasa. Paling buruk bahkan harus jatuh karena menghindari jalan rusak atau kepeleset licinnya jalan.
Yuk Day, kakak perempuanku yang tinggal di Sedayulawas dan mengajar di Mencorek pernah jadi korban. Dia jatuh akibat licinnya jalan ini. Tulik, adik perempuanku juga sami mawon. Malah dia jatuh bersama dua anaknya, Ais dan Bintang.
Yang menyedihkan adalah rusaknya jalan itu terjadi terus menerus. Makin hari, kerusakan itu bukannya berkurang tapi malah bertambah.
Seingetku, rusaknya jalan ini makin parah selama lima tahun terakhir. Jalan besar ini berada di samping persis sodetan (kanal) Bengawan Solo. Setelah adanya kanal itu, kondisi jalan sempat bagus meski hanya diaspal seadanya. Namun, makin tahun jalan itu makin rusak. Aspal mengelupas menyisakan lubang di sana sini.
Satu atau dua tahun lalu aku pernah mengadukan rusaknya jalan ini ke Kantor Kecamatan Brondong. Aku sudah lupa siapa yang kutemui waktu itu. Tapi, pada dasarnya petugas itu bilang bahwa jalan tersebut bukan tanggung jawab kecamatan. “Jalan itu tanggung jawab kabupaten,” kurang lebih begitu jawabannya. Menurutnya, jalan itu menghubungkan antara dua kecamatan, Brondong dan Laren, karena itu penanggungjawabnya adalah kabupaten.
Karena kabupaten terlalu jauh sementara waktu itu aku “cuma” sekadar mengadu, maka aku tak melapor lebih lanjut ke Pemerintah Kabupaten Lamongan.
Namun, ketika aku mampir dusun dua hari ini, pamanku bercerita. Dia sudah mengadu ke anggota DPRD Lamongan. Jawabannya tak jauh beda dengan petugas kecamatan. Perbaikan jalan itu, kata pamanku menirukan anggota DPRD Lamongan, bukan tanggung jawab Pemkab Kabupaten, tapi Dinas Pengairan. Tak jelas Dinas Pengairan mana. Temanku yang kini jadi pengurus desa sebelah juga mengatakan tak jauh beda.
Intinya, bagiku, perbaikan jalan ke dusun kami itu tak juga dilakukan karena semua petugas negara itu malah saling lempar tanggung jawab. Bukannya menyelesaikan, mereka hanya saling melempar kesalahan.
Leave a Reply