Mengintip Kamar Sang Putri di Goa Sunyaragi

0 , Permalink 0

Cerita teman itu lumayan menyeramkan sekaligus bikin penasaran.

Dia menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Goa Sunyaragi di Cirebon, Jawa Barat. Ada “sesuatu” yang menempel di badannya dan mengikutinya saat berkunjung ke goa tersebut.

Si teman ini refleks bercerita begitu saja ketika aku bertanya, tempat apa yang menarik dikunjungi di Cirebon. Dia langsung menyebut Goa Sunyaragi. Lengkap dengan cerita mistis yang dia alami.

Goa Sunyaragi merupakan salah satu cagar budaya di kota pesisir utara Jawa Barat ini.

Teman yang tinggal di Jakarta ini berkunjung, kalau tak salah, sekitar dua bulan lalu ke taman ini. Dia ke sana pada saat hari menjelang petang. Hampir maghrib. Jam-jam yang bagi sebagian orang memang lebih mistis karena pergantian hari.

Pada saat berkunjung petang itulah, dia merasa tiba-tiba ada sesuatu yang menempel di punggungnya. Sesuatu yang tidak terlihat. Sesuatu yang membuat perasaannya mulai tidak enak.

“Kayaknya terasa berat banget di punggung,” katanya.

Ketika balik ke Jakarta, si teman ini mengaku sesuatu yang tak kasat mata itu masih terasa ada di badannya. Teman lain yang memiliki kemampuan melihat hal-hal tak kasat mata yang justru mengatakan bahwa sesuatu itu masih menempel di badannya.

Mereka pun merapal doa-doa. Sesuatu yang tak terlihat itu pun meninggalkannya. Dia merasa lega.

Gantian aku yang penasaran. Wah, segitunya ya..

Sore itu pula, pada hari kedua di Cirebon setelah selesai urusan utama, aku mampir ke Goa Sunyaragi. Padahal, dia sama sekali tak masuk rencana.

Ketika menuju Cirebon, aku sebenarnya ingin main-main ke Keraton Kasepuhan dan sekitarnya. Rencana ini sudah masuk daftar yang harus dikerjakan pada pagi terakhir di Cirebon sebelum kembali ke Bali lewat Jakarta.

Namun, saat mendengar tentang Goa Sunyaragi, aku jadi lebih penasaran. Sore itu juga, pas ada waktu luang, aku langsung ke sana.

Goa Sunyaragi ini berada tak lebih dari 1 km dari kantor Radar Cirebon, tempat Festival Teknologi Informasi dan Komunikasi (FesTIK) 2018 diadakan. Naik gojek tak sampai 5 menit. Bayarnya hanya Rp 4.000.

Weleh. Tahu begitu cukup jalan kaki..

Aku tiba di Goa Sunyaragi sekitar pukul 16.40 WIB. Padahal, tempat wisata ini tutup pukul 17.30 WIB. Tak apalah. Lumayan ada waktu sekitar satu jam.

Goa Sunyaragi merupakan kawasan seluas 15 hektare. Merujuk kepada namanya, dia adalah tempat menyepi dan tetirah. Ada kolam pemandian dan kamar-kamar untuk beristirahat di taman air ini. Menurut beberapa sumber, goa ini dibangun sejak tahun 1700an.

Namun, apa yang aku lihat sudah jauh berbeda dari bayangan indahnya tempat ini. Aku hanya menemukan sisa-sisa tempat tetirah yang kurang terawat dan kusam. Bisa jadi karena memang begitu adanya. Bisa juga karena memang belum sepenuhnya dikelola.

Bagian pertama setelah pintu masuk adalah semacam panggung berundak. Ada tempat duduk ala stadiun dengan panggung di bawah berisi tulisan balok “GOA SUNYARAGI”. Ini basi banget karena tulisan model serupa ada di semua tempat saat ini. Padahal tulisan besar-besar sebagai penanda semacam itu justru merusak ciri khas sebuah tempat, termasuk Goa Sunyaragi ini.

Dari panggung ini, ada candi bentar sebagai pintu masuk ke bagian lagian. Bentuknya persis Candi Bentar pas mau masuk pura atau sanggah di Bali. Tingginya tak lebih dari 2 meter.

Hal unik dari Goa Sunyaragi, menurutku, adalah bahan bangunannya. Selain batu-batu padas, bahan bangunan di gua ini adalah batu karang. Terasa kasar tetapi unik karena rasanya belum pernah melihat bahan bangunan serupa di tempat lain.

Karena itu, dia disebut pula Istana Karang.

Goa Sunyaragi memiliki beberapa bagian. Di tiap bagian itu ada beberapa kamar. Salah satunya Kamar Kaputren, yang seperti namanya, adalah untuk sang putri.

Serunya lagi, kamar-kamar di Goa Sunyaragi ini terhubung satu sama lain dengan celah-celah amat kecil. Di beberapa bagian bahkan tak cukup untuk satu tubuh manusia dewasa.

Ada pula beberapa lubang atau jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar kamar. Pas melihat lubang intip ini aku kok membayangkan sang raja atau pangeran di sini dulu memang menggunakannya untuk mengintip para putri yang sedang berendam mandi di kolam pemandian.

Aku lihat dia semacam labirin. Tersambung satu sama lain tetapi bisa menyesatkan jika tidak hati-hati. Bisa jadi pula di antara labirin itulah ada makhluk tak kasat mata yang menempel di tubuh teman perempuan dari Jakarta itu. Hehehe..

Untungnya sih meskipun aku berkunjung di waktu yang sama, tidak ada putri yang menempel apalagi mengikuti. Jadi, setelah sekitar sejam menelusuri kamar-kamar di Goa Sunyaragi, aku bisa pulang sendiri tanpa makhluk lain yang menemani.

Lumayanlah sebagai kenangan setelah besoknya mendadak batal berkunjung ke Keraton Kasepuhan gara-gara harus balik lebih cepat ke Jakarta untuk acara lain.

Foto-foto Goa Sunyaragi bisa dilihat di Flickr.

Goa Sunyaragi

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *