Kalau nurut jadwal, Bali Blogger Community (BBC) sebenarnya punya agenda rutin kopi darat (kopdar) tiap dua bulan sekali. Karena terakhir kali kami semua ketemuan Februari lalu pas launching BBC, maka seharusnya April ini ada agenda kopdar. Aku sih memang menunggu saja ada teman yang mau berinisiatif ngundang kumpul dan makan-makan. Sayangnya, ternyata bulan ini tidak ada juga undangan dari pihak berwenang. π
Untunglah, minggu ini aku bisa juga kopdaran dengan beberapa teman BBC di Bandung. Di sela-sela pelatihan menulis yang diadakan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, aku berniat ketemu dengan beberapa teman di kota sejuk ini. Dan, senangnya lagi, dua teman BBC di Bandung, Aprillia dan Eka, mau juga diajak ketemuan.
Jumat sore tadi kami pun ketemuan. Agak lucu dan serba canggung juga karena kami belum pernah ketemuan sebelumnya. Misalnya pas baru ketemu. Aku menunggu di lobi Hotel Karang Setra, tempat pelatihanku, dari pukul 16.30 WIB. Sambil baca koran, aku selalu lihat tiap ada orang datang ke lobi itu sambil bertanya-tanya dalam hati, βIni gak ya orangnya?β Sampai akhirnya datang cewek bersweater pink dengan tas menggantung di pundak.
Ini dia si Aprillia Gayatri, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran semester VI. April, panggilannya, campuran dari ayah Malang (Jawa Timur) dan ibu Singaraja (Bali). Keluarga besar sekarang tinggal di Bogor, tapi dia kuliah di Bandung.
Sekitar 15 menit setelah itu, datang cowok bersweater dengan krah baju di luar. Dia bawa tas punggung dan laptop menggantung hingga pinggang. Aku dan April sempat ragu dia akan datang. Soalnya tidak ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Untungnya dia nongol juga.
Ketika Eka baru datang, kami sempat saling lihat tapi tidak berani menyapa karena takutnya salah orang. Eh, lalu kudengar dia menyebut nama βAntonβ ke resepsionis. Aha, inilah dia teman Winardi dan Beni itu.
Eka, dari Karangasem, sekarang sedang mengambil S2 Matematika di Institut Teknologi Bandung (ITB), kampus yang hanya bisa kumasuki lewat mimpi. Dulu dia juga kuliah S1 juga di ITB.
Sebelum cabut dari hotel untuk cari tempat lebih asik, kami ngobrol dulu. Dua temanku peserta pelatihan, Nasrul dari Bangka Belitung yang juga blogger dan Ganefo dari Surabaya, sesekali menimpali. Lucunya, tiga di antara lima orang yang ngobrol sore itu ternyata berulangtahun berurutan bulan ini: aku (19), April (20), dan Nasrul (21). Kami semua ketawa ketika tahu soal kebetulan yang aneh ini.
Kami kemudian melanjutkan obrolan di Paris van Java, mall baru sekitar 500 meter dari hotel Karang Setra. Aku dan April jalan kaki. Eka naik motor. Paris Van Java adalah kompleks pertokoan yang baru berdiri sekitar dua tahun lalu. Tempatnya asik banget. Luas dengan banyak toko dan cafe berderet-deret. Ada MU Bar, KFC, Sturbuck, Black Canyon Coffee, dan seterusnya. Mirip Kuta Square namun lebih luas dan ada cafe-cafe untuk bersantai. Dua temanku yang lain tidak ikut kami. Jadi tinggal tiga anggota BBC saja yang ngobrol.
Semula kami hendak ngobrol santai di Starbucks Cafe. Karena, meskipun trans-national corporation (TNC) namun bersertifikat fair trade. Tapi karena menghormati Eka yang di blognya mengaku sebagai proletar, maka kami pilih tempat minum yang lebih berbau lokal, bukan komprador seperti Sturbucks. π
Atas rekomendasi April, kami memilih salah satu cafe bernama lokal, Bandoengsche Melk Centre (BMC). βYoghurtnya enak,β kata April.
Kami bertiga pun makan di situ. Menu pilihanku juga makanan berbau lokal. Nasi Liwet Komplit (Rp 24.000). Soalnya selama empat hari di Bandung, aku belum menemukan menu khas Sunda sama sekali. Makanan di hotel kurang asik. Makanya kali ini aku pilih menu ini saja. Isinya nasi liwet satu bakul sangat gurih dengan lauk ayam, tahu, dan tempe goreng. Minumnya aku pilih jus mangga. Eka dan April ternyata pilih minuman yang sama, Yoghurt Coct Strawberry (Rp 14.000). Tampilannya bikin aku ngiler.
Dari sekitar pukul enam petang kami ngobrol kemu mai dari perkembangan Bandung yang kini dipenuhi mall, soal blogging, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sampai sejarah. Aku baru tahu kalau Bandung pada tahun 2000an, seperti dikatakan Eka dan April, ternyata belum banyak berisi mall. Jalanan juga tidak terlalu macet. Namun setelah adanya tol Jakarta β Bandung, kota ini jadi lebih macet apalagi pada akhir pekan. Ya, inilah dampak negatif pembangunan di Bandung.
Ngrasa minder juga sih ngobrol dengan dua teman ini. April sepertinya paham banget soal hukum. Ya, maklumlah. Kuliahnya memang di Fakultas Hukum. Aku banyak tanya soal bagaimana mekanisme untuk mengubah UU ITE yang mengancam blogger itu. April lalu menjelaskan lumayan detail tentang ini. Misalnya uji materi dan tetek bengek lain. Aku lebih banyak mlongo. Sesekali saja menimpali dengan pertanyaan sok pinter.
Tapi tampang bloonku itu lebih kelihatan ketika Eka ngobrol soal sejarah. Dia ngewes saja menjelaskan kontroversi diangkatnya Anak Agung Gde Agung sebagai pahlawan nasional. Meski kuliah Matematika, ternyata Eka dueg gati soal sejarah. Sedangkan aku, jangankan komentar, mau tanya pun tidak PD. Jadinya ya hanya bisa jawab hahu hahu gen. π
Di antara obrolan, sesekali kami diam seperti kehabisan bahan. Kalau sudah begitu, maka masing-masing kami hanya melihat ke arah lain. Aku sih ngeliat neng-neng Sunda geulis ini.
Sekitar pukul 8.30 malam, gelas minuman sudah kering kerontang. Bahan obrolan juga sudah tidak ada lagi. Maka kopdar pun berakhir dengan foto-foto. Namanya blogger, jadi tetap saja harus narsis. Kalau tidak foto-foto, tentu tidak ada yang nanti bisa dipasang di blog. π
Leave a Reply