Rumah Tulisan

maka, menulislah untuk berbagi, agar ceritamu abadi.

Karena WhatsApp Group Serupa Warung Kopi

whatsapp-logos-1024x795

Tidak tahu juga kenapa tulisan sebelumnya bisa nyaplir.

Ketika membuat tulisan Mempersingkat Percakapan, Memperpendek Ingatan, aku sebenarnya mau membandingkan antara obrolan di Instant Messenger (IM) dengan diskusi di mailing list (milis).

Tapi, begitu sudah menulis, sambil rebahan mau tidur, eh, tulisan malah nglantur ke kebiasaan berkomunikasi. Yowis. Nikmati saja proses menulis itu sampai selesai.

Itu hal biasa sih ketika menulis. Niat awal mau menulis tentang A, tiba-tiba sampainya di M. Menulis yang asyik memang begitu, sih. Mengalir serupa air.

Jadi, mari kembali kepada niat semula, membandingkan obrolan di IM dan diskusi di milis.

Niat menulis tentang ini muncul gara-gara kian hari kian banyak komunitas atau kelompok yang lebih aktif di WhatsApp (WA) Group. Sebaliknya, di milis malah sepi. Setidaknya begitulah beberapa komunitas yang aku ikut, sesama blogger, aktivis, ataupun keluarga.

Kedua jenis media komunikasi ini sebenarnya sama, mereka tertutup hanya untuk anggota. Artinya komunikasi pun terbatas karena lebih banyak untuk keperluan internal.

Tidak ada yang salah dengan ngobrol lewat WA Group. Malah menyenangkan menurutku. Sambil santai bisa ngobrol dengan teman-teman sesama anggota group. Apalagi kalau dari awal WA Group ini memang buat bersenang-senang aja, bukan buat obrolan serius.

Namun, jadi masalah kalau kemudian semua obrolan dan diskusi dilakukan di WA Group. Bahkan isu-isu sangat serius pun diobrolin di sana.

Menurutku harus ditempatkan mau ngobrolin apa, di mana, dan bagaimana.

Namanya saja obrolan, maka suasana di WA Group lebih santai, informal, dan spontan. Dengan keterbatasan hanya bisa diakses dari ponsel, maka obrolan di WA Group juga pendek-pendek.

Tema obrolan di WA Group pun lebih santai, bukan sesuatu yang serius dan strategis. Misalnya kabar sehari-hari, bercanda, dan semacamnya.

WA Group ibarat warung kopi. Di sana bisa ngobrolin apa saja. Bisa serius, serius banget. Bisa juga santai atau santai banget. Tapi ya di sana, semata cuma obrolan warung kopi. Tidak ada yang menjadi notulen untuk mencatat apa saja yang diobrolin. Tidak perlu juga ada keputusan atau apapun.

Tapi, jika urusannya sudah agak strategis, ini terutama di kelompok advokasi, menurutku sih sebaiknya di milis. Kenapa? Karena diskusi di milis lebih bisa terdokumentasikan. Penjelasan juga bisa lebih panjang lebar, tidak seperti di WA Group yang memaksa kita untuk meringkas percakapan.

Kalau ngobrol agak strategis di WA Group, khawatirnya besok-besok tak ada rujukan yang bisa kita baca lagi dari diskusi-diskusi sebelumnya. Maka, kita lalu mengulang lagi diskusi dengan tema yang sama.

Kalau di milis kan enak. Ngobrolnya bisa panjang. Tentu saja bercanda dan santai juga tetap bisa dilakukan, namun ini bukan bahan utama. Dan, paling enak ya karena lebih tercatat. Jadi, besok-besok kalau ada yang mau dijadikan rujukan tinggal mencari thread tersebut dan membaginya lagi.

Jika ngobrol di WA Group serupa obrolan di warung kopi, maka diskusi di milis memang serupa kelompok diskusi. Ada yang mencatat agar obrolan bisa dengan mudah diingat.

One response to “Karena WhatsApp Group Serupa Warung Kopi”

  1. Cahya Avatar

    Masih saingan dengan BB group?

    Saya sendiri lebih suka pakai WA groups lebih nyaman :).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *