Biar Anak Tak Jadi Budak Gawai

0 , , Permalink 0
Ilustrasi anak sedang main gim daring. Foto Anton Muhajir.

Bagaimana, sih, caranya agar anak tidak kecanduan HP?

Pertanyaan itu beberapa kali terjadi padaku. Biasanya dari teman yang sedang ngobrol bareng membahas soal keluarga, termasuk bagaimana anak kami masing-masing. Juga termasuk topik paling susah saat ini, mengatasi kecanduan anak pada ponsel.

Susahnya menjawab tantangan tersebut mungkin menjadi masalah banyak orang tua. Pun bagi kami, pasangan muda dengan dua anak: satu SMA, satu masih SD.

Perihal ponsel ini memang dilematis. Idealnya, anak-anak di bawah sepuluh tahun tidak usah dikasih ponsel dulu. Namun, di sisi lain memang ada kebutuhan. Apalagi pada saat sekolah juga harus dilaksanakan secara daring.

Begitu pula dengan dua anak kami. Selain memang memerlukan ponsel untuk sekolah, di sisi lain juga rasanya tidak tega melihat mereka tidak punya ponsel sementara teman-temannya sudah menggunakan. Gengsi selalu mengalahkan fungsi. Hehehe..

Singkatnya, kami pun akhirnya membelikan ponsel untuk kedua anak kami. Dan, seperti mungkin sebagian besar orang tua saat ini, menghadapi masalah bagaimana mengurangi kecanduan anak-anak terhadap ponsel.

Untuk itu kami menerapkan beberapa strategi. Sejauh ini, sih, aku merasa cukup berhasil. Entah nanti. Entah bagi orang lain. Berikut lima hal yang kami lakukan pada anak-anak kami biar mereka tidak sampai kecanduan ponsel.

Pertama, membuat kesepakatan dengan anak.

Sejak awal mau membelikan ponsel, kami sudah membuat kesepakatan dengan mereka. Misalnya soal penggunaan untuk apa saja, pemasangan (install) aplikasi, hingga waktu penggunaan.

Kesepakatan ini kemudian menjadi pegangan bersama di kemudian hari. Kalau ada yang mau melanggar, tinggal diingatkan saja lagi.

Dalam kasus kami, kami memang selalu menempatkan anak-anak sebagai pihak setara dalam diskusi. Mereka bebas ngomong apa saja tanpa harus takut salah atau dimarahi. Anak-anak jadi bisa merasa lebih bebas pula menyampaikan pendapatnya, termasuk soal penggunaan ponsel ini.

Soal pemasangan aplikasi, apapun itu, kami sepakat bahwa harus seizin orangtua. Boleh saja mereka memasang gim, tetapi harus sesuai umur. Tidak boleh ada permainan yang berdarah-darah, sadis, atau erotis.

Kedua, membatasi waktu penggunaan ponsel.

Cara termudah adalah dengan mengatur langsung pada ponsel anak. Saat ini, setiap ponsel pintar sudah memiliki pilihan mengatur batas waktu penggunaannya. Pada Google Pixel, misalnya, pengaturan waktu penggunaan ada pada Digital Wellbeing dan Parental Control. Pada iPhone 11, pengaturan itu ada di Screen Time. Selanjutnya tinggal diatur ponsel bisa digunakan berapa jam atau dari jam berapa sampai jam berapa.

Sebagai contoh, pada ponsel anak-anak, kami atur agar ponsel pintar istirahat pada pukul 21.00 – 05.00. Jadi, secara otomatis ponsel akan berubah tampilan abu-abu atau memberi notifikasi agar berhenti memakai ponsel pada jam tersebut.

Namun, pengaturan waktu ini juga tetap perlu dibahas bareng anak-anak sekaligus untuk membiasakan mereka disiplin. Jadi, begitu pukul 9 malam, anak-anak harus menyerahkan ponselnya ke kami. Mereka bisa mengambilnya kemudian besoknya, pukul 5 pagi.

Jangan sampai anak tidur sambil bawa ponsel.

Ketiga, mengurangi aplikasi adiktif.

Pada dasarnya ponsel beserta aplikasinya membuat orang kecanduan. Media sosial, seperti Instagram dan Facebook, dibuat sedemikian rupa untuk membuat orang terus menerus menggunakannya. Begitu pula beberapa aplikasi lain, seperti gim daring.

Oleh karena itu, kami mengatur agar anak-anak tidak memasang aplikasi yang cenderung membuat kecanduan. Kami sepakat agar mereka juga cek ricek tentang aplikasi yang ingin mereka pasang.

Sejauh ini, sih, berjalan, ya. Anak-anak tidak memasang aplikasi tertentu hanya karena peer pressure atau godaan teman-temannya. Kadang-kadang itu terjadi. Misalnya, install gim daring Free Fire atau Mobile Legend.

Namun, dalam kasus anak-anak kami, mereka tak terlalu menikmatinya. Paling seminggu kemudian mereka menghapusnya. Lebih enak main yang lain, katanya. Adik paling sering membuat animasi di ponsel. Kakaknya asyik nonton YouTube dan Twitteran.

Keempat, memberikan pilihan kegiatan.

Agar anak tidak hanya sibuk dengan ponselnya, berikanlah pilihan kegiatan lain. Misalnya dengan bermain bersama pada hari atau waktu tertentu. Menjelang tidur, setelah ponsel diserahkan kepada orangtua, anak-anak kami harus membaca buku. Kami menyediakan buku-buku sesuai minat mereka.

Pilihan kegiatan lain juga biasanya kami lakukan pada saat kami keluar makan bersama, seperti di warung, kafe, atau restoran. Daripada sibuk dengan ponsel masing-masing ketika menunggu menu pesanan datang, kami membuat beberapa permainan. Misalnya, tebak kata, putaran koin, dan semacamnya.

Kami ada kesepakatan tak tertulis, haram hukumnya mengeluarkan ponsel saat makan bersama di luar, kecuali untuk hal-hal penting dan mendesak.

Kelima, memberikan contoh.

Menurutku ini bagian paling penting. Secara psikologis, seorang anak akan menjadi peniru orangtuanya. Apapun yang dilakukan orangtua akan mempengaruhi anak-anak mereka. Begitu pula perilaku sehari-hari dalam penggunaan ponsel.

Oleh karena itu, orangtua harus memberikan contoh kepada anak-anaknya, termasuk dalam penggunaan ponsel. Orangtua harus memiliki komitmen untuk menerapkan semua kesepakatan.

Jika memang sepakat untuk mematikan ponsel pada pukul 21.00 – 05.00, orangtua harus melakukan hal sama. Jika memang sepakat untuk mengatur waktu penggunaan di ponsel, maka orangtua juga harus membatasinya di ponsel mereka sendiri. Jika sudah mengajari anak perlunya membuat kegiatan lain, maka orangtua juga harus melakukan kegiatan lain tersebut, seperti membaca buku, masak, atau apalah.

Tentu saja ini tidak mudah. Namun, kalau orangtua sendiri sudah kecanduan pada ponsel dan selalu terlihat sibuk sama ponsel, ya, jangan salahkan anak kalau mereka mengalami hal serupa, menjadi budak ponsel di usia muda mereka.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *