“Kita telah mendapat restu dan bimbingan dari Bapak Pembangunan, Bapak Jenderal Haji Muhammad Soeharto,” seru Raden Hartono, Ketua Umum Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Sekitar tiga ribu massa partainya menjawab dengan teriakan, “Hidup Pak Harto! Hidup Pak Harto!”
Tiga orang terlihat mengomando massa untuk berteriak sambil mengacungkan kepalan ke arah atas depan, diagonal, bukan ke atas. Hartono diam sejenak ketika massanya terus berteriak. Teriakan itu terdengar bergemuruh riuh.
Gedung Kesenian Gede Manik Singaraja, tempat di mana PKPB melakukan kampanye Selasa pekan ini sampai tidak cukup menampung jumlah massa yang datang. Saking penuhnya, panggung tempat kampanye pun terisi massa. Akibatnya, beberapa pertunjukan kesenian yang akan digelar terpaksa dibatalkan seperti tari Panyembrana untuk mengucapkan selamat datang serta kesenian hadrah dari Desa Pegayaman, wilayah muslim di Buleleng.
Di luar tempat kampanye, sekitar seribu massa cuma duduk-duduk di pinggir jalan atau lapangan rumput. Ratusan pengaman berkaos Laskar Bali Peduli Bangsa berada diantara massa itu. “Saya sendiri tidak menyangka akan hadir massa sebanyak itu,” kata Ketua DPD PKPB Bali Putu Gede Jaya.
Dari dalam gedung, pidato kampanye Hartono terdengar melalui sound system. Berikut isi kampanye Hartono.
PKPB partai jempolan. Tidak perlu mendengarkan orang-orang yang keliru. Karena dari restu Pak Harto-lah kita membawa partai ini. Pak Harto! Hidup Pak Harto! Hidup Pak Harto! Hidup Mbak Tutut! Hidup Mbak Tutut! Hidup Mbak Tutut! [massa menjawab, hidup!]. Partai kita bukan tukang fitnah, bukan partai yang menututpi kesalahan diri sendiri dengan kesalahan orang lain. Biarkan kehancuran bangsa Indonesia menjadi tanggungjawab kita. Biarkan mereka merasa tidak bersalah.
Pada 3 Desember 2003 lalu pesan pak Harto pada saya, beliau menyampaikan untuk meraih kembali kejayaan Indonesia. Kesalahan masa lalu adalah catatan masa depan. Jangan lihat ke belakang. Mari kita meningkatkan harkat bangsa Indonesia di mata internasional.
Siapa pendiri bangsa yang menyatakan gantungkan cita-citamu setinggi langit? [massa menjawab Pak Harto…] Bung Karno. Kita menggunakan bintang sebagai lambang partai untuk menghormati cita-cita beliau. Hal yang baik pada zaman dulu juga perlu dikerjakan. Tidak ada orba, orla, maupun orde reformasi. Jangan mengelompokkan bangsa. Yang mengelompokkan bangsa itu mereka yang tidak mengerti Indonesia. Tidak usah digubris.
Dua hari ini di media massa ramai mengatakan Saya R Hartono adalah antek Soeharto. Cap itu dilekatkan sesungguhnya oleh mereka yang benci pada Soeharto. Benci pada orang-orangnya. Kalau berbicara Pak Harto sebagai bapak pembangunan, apakah kita tidak bangga menjadi orangnya Soeharto? Kenapa kita bangga menjadi bagian dari Pak Harto? Kalau melupakan yang baik kita akan hancur. Jadi ambilah contoh-contoh yang baik dari semua presiden dan kita rangkum.
Sekarang sambutlah Mbak Tutut..
Tutut menyapa massa dalam bahasa Bali. “Kenken kabare. Seger-seger? Ragane sampun ngajeng?” massa menjawab, dereeeng.. “Tiang dereng ngajeng juga.” Artinya, bagaimana kabarnya. Sehat-sehat? Kalian sudah makan? Saya belum makan juga.
Selanjutnya Tutut menyampaikan bahwa pancasila harus ditegakkan dan keamanan harus ditingkatkan. Kalau tidak aman jelas yang pertama rugi adalah masyarakat Bali sendiri. Tutut juga meminta massa PKPB tidak boleh terlibat dalam aksi kekerasan dan berbuat yang tidak-tidak.
Dibandingkan Hartono, Tutut berpidato lebih sedikit, hanya sekitar lima menit. Setelah berpidato, Tutut menyerahkan beasiswa kepada pelajar SD, SLTP, dan SMU masing-masing lima orang. Besarnya beasiswa tersebut Rp 350 ribu untuk tiap siswa SD, Rp 500 ribu untuk SLTP, dan Rp 1 juta untuk SMU. Tutut juga memberikan bantuan layar kepada 15 nelayan dari Buleleng.
Ketika kampanye di Bali, Tutut mengenakan pakaian khasnya yang seluruhnya berwarna hijau seperti warna kebesaran PKPB. Hartono tidak jauh berbeda. Mantan Kasad jaman Soeharto ini juga mengenakan topi serdadu doreng tentara. Di bagian depan topi terlihat empat bintang kecil dan satu bintang besar di bawah empat bintang tersebut. Sebelum berkampeny rombongan DPP PKPB terlebih dahulu mampir di kantor DPC PKPB Buleleng. Hadir juga Indra Rukmana, suami Tutut.
Ketika mereka datang, ribuan massa meneriakkan nama Hartono dan Tutut berulang-ulang hingga mereka menuju tempat kampanye, berjarak sekitar 500 meter dari kantor DPC. Ribuan massa itu terlihat berbeda dengan massa kampanye partai lain. Umumnya mereka datang berombongan sekitar 100 orang dengan pakaian biasa. Ketika sampai di kantor DPC PKPB Buleleng, beberapa orang membagikan kaos hijau berlambang PKPB. Jadi hampir semua massa itu pakai baju dobel dengan kaos PKPB di bagian luar.
Ketika Tutut dan rombongannya sudah berjalan ke tempat kampanye, sebagian massa itu tetap di kantor DPC. Mereka mengerumuni seseorang yang kemudian membagi uang Rp 100 ribuan. Ada yang langsung pulang, ada juga yang masih ngotot bertahan karena belum mendapat bagian.
GATRA melihat sendiri di sekretariat DPC PKPB Buleleng, beberapa pengurus membagikan dua gepok uang seratus ribuan kepada salah seorang pemimpin massa. Setelah itu penerima uang pergi dan menghilang di tengah ribuan massa. Beberapa orang berbaju PKPB memang mengaku dijanjikan uang sebelum mereka berangkat ke tempat kampanye.
Namun ada juga warga yang memang fans berat Tutut. Nengah Sukadana, dari Tejakula misalnya mengaku lebih menyukai hidup di masa Soeharto daripada saat ini. Maka dia tidak keberatan mengkoordinir tim genjek di kampungnya untuk menyambut Tutut. Sayang tim mereka tidak jadi tampil di panggung. [#]