Wisata Gua di Kota Tua

0 No tags Permalink 0

-oleh2 pas liburan lebaran lalu-

Khusni Alhan, 38 tahun, harus merunduk ketika memasuki salah satu celah kecil dalam gua. Celah seluas sekitar 50 cm x 30 cm tersebut hanya cukup untuk satu orang. Karena itu Alhan harus masuk terlebih dahulu baru kemudian anaknya, Rizqy Muhammad Farhan, 2 tahun. Setelah melewati celah kecil tersebut bapak dan anak warga Duren Sawit, Jakarta Timur tersebut sampai di sebuah ruangan seukuran sekitar 2 m x 4 m setinggi 2,5 m. Gua kecil di dalam gua tersebut bernama Pasepen Kori Sinandhi. Hingga saat ini, kadang-kadang ada orang bermeditasi di dalam gua kecil tersebut. Karena itulah disebut pasepen yang berarti tempat bertapa (meditasi).

Pasepen Kori Sinandhi hanya salah satu gua kecil di dalam Gua Akbar. Gua yang ditemukan pada 1998 ini merupakan gua terbesar di Tuban, Jawa Timur, sekitar 100 km dari Surabaya, ibukota Jawa Timur. Melalui jalur darat perlu waktu sekitar 2 jam. Tuban merupakan kota tua di bibir pantai utara Jawa Timur. Karena letaknya ini, pada 1275, Tuban sudah menjadi pelabuhan bagi saudagar Cina yang datang ke Jawa.

Beberapa pedagang Cina tersebut menetap di kota yang resmi dinamakan Tuban pada 12 November 1293 ini. Tuban termasuk salah satu kota kecil dengan komunitas Cina yang kuat. Kebudayaan Cina tersebut terlihat pada klenteng-klenteng (tempat ibadah orang Budha Cina) di Tuban. Salah satunya adalah Klenteng Kwan Sing Bo, di tepi jalan Deandles Tuban. Klenteng ini unik karena menggunakan kepiting pada pintu gerbangnya. Padahal biasanya klenteng menggunakan naga. Klenteng di kelurahan Karangsari, Tuban ini tidak hanya dikunjungi umat setempat tapi juga umat dari Malaysia dan Singapura.

Tuban juga mempunyai peran dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Salah satu dari sembilan wali (wali songo), kelompok penyebar agama Islam di Indonesia, berasal dari Tuban yaitu Sunan Bonang. Makam Sunan Bonang, di areal masjid Agung Tuban, di sebelah barat alun-alun kota menjadi tempat ziarah umat Islam di Indonesia, juga tempat wisata bagi umat lain. Desain masjid Agung dengan menara-menara runcing menjadi daya tarik tersendiri.

Selain klenteng Kwan Sing Bo dan masjid Agung, objek wisata lain di Tuban adalah museum Kambang Putih, pemandian air panas Prataan, pantai Panyuran, serta ratusan gua. Saking banyaknya gua di Tuba, kota ini juga biasa disebut Kota Seribu Gua. Potensi wisata ini didukung transportasi dan hotel yang mudah. Tuban masuk jalur utama perjalanan darat dari Surabaya ke Jakarta. Sedangkan hotel tersedia di beberapa tempat dengan harga antara Rp 25.000-Rp 250.000.

Tempat wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan lokal adalah Gua Akbar itu tadi. Gua yang masuk kelurahan Gedongombo, kecamatan Semanding ini berjarak sekitar 1 km dari pusat kota, sehingga sangat mudah dicapai. Sejarah berdirinya Kota Tuban, kedatangan saudagar Cina, hingga cerita tentang Sunan Bonang tergambar di relief di halaman gua seluas sekitar dua hektar ini. Pengunjung gua menjelajah gua menyusuri jalan berpaving dan berpagar besi. Di beberapa bagian gua ada pendapa yang sekaligus menjadi tempat istirahat. Ada tempat duduk di sana.

Sebenarnya stalaktit dan stalakmit di gua ini tidak terlalu bagus. Paling tidak masih kalah dengan Gua Maharani yang berada di Paciran, Lamongan, sekitar 30 km dari Tuban. Namun karena guanya luas, tempat ini lebih tertata sehingga terkesan menarik. Dalam sehari ribuan wisatawan datang ke tempat ini, termasuk Khusni Alhan dan anaknya yang jauh-jauh datang dari Jakarta pada pertengahan November lalu.

Penataan gua terlihat melalui penamaan tempat-tempat tertentu. Penamaan tersebut, menurut Agus Pramono, 42 tahun, pemandu lokal, disesuaikan bentuk stalaktit maupun stalakmit. Misalnya Pendapa Sangga Langit karena tempat ini bentuknya seperti pendapa (tempat pertemuan) dengan empat pilar seperti menyangga langit. Cahaya redup di gua membuat suasana temaram sehingga gua terlihat lebih berwarna merah. Pendapa ini, kata pemandu yang bekerja sejak 1998 tersebut, dulunya juga digunakan Wali Songo untuk berkumpul.

Pendapa lain di dalam gua ini adalah Pertapaan Andong Tumapak, Pendapa Watu Lapak, Pertapaan Sela Kumambang, Pendapa Sela Gumelar, dan Mahapandhapa Sri Manganti. Pendapa terakhir tersebut paling luas dari semua pendapa. Luasnya sekitar 20 m x 20 m dengan tinggi sekitar 5 m. Pendapa ini biasanya digunakan beristirahat dan berfoto. Di tempat ini ada pula Sasono Budo Budoyo, tempat orang bermain irama musik lokal. Sayangnya saat itu tidak ada yang main.

Stalaktit maupun stalakmit di Gua Akbar bentuknya beragam. Ada yang seperti harimau sehingga disebut Sela Sardula, berarti batu harimau. Stalakmit lain dinamakan Sela Turonggo karena sekilas berbentuk kuda. Di sebelah stalakmit ini ada telaga kecil yang menurut Agus dalamnya mencapai 35 meter. Beberapa wisatawan memanfaatkan air tersebut untuk cuci muka, bahkan ada yang meminumnya.

Perlu waktu antara 30 menit sampai satu jam untuk menjelajahi seluruh bagian gua. Hingga kemudian berakhir di sebuah musholla di dalam gua. Ini menjadi daya tarik tersendiri. Hal lain yang menarik adalah karena persis di atas gua ini ada Pasar Baru, pasar terbesar di Tuban. Karena itu, tidak susah untuk mencari souvenir untuk dibawa pulang.

Batik Tuban bisa jadi pilihan souvenir yang menarik. Sebab batik dari sutra ini hanya diproduksi di kabupaten Tuban seperti desa Margorejo, kecamatan Ngerek; desa Bongkol, kecamatan Tuban; dan desa Karang, kecamatan Semanding. Pembuatannya secara tradisonal baik pemintalan benang maupun pembatikannya. Batik buatan tangan yang sudah menembus pasar internasional ini tersedia di setiap kios sehingga, harganya bersaing.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *